Jumat, 25 Mei 2012

Khasiat Teh hijau





Mungkin kita sudah sangat familiar dengan teh hijau, namun barangkali diantara kita belum banyak tahu mengenai manfaat dan khasiat dari daun teh itu sendiri. Nah, berikut ini akan dibahas mengenai beberapa manfaat tah hijau itu sendiri.

Kandungan
Dalam penelitian kandungan teh hijau sendiri sangat banyak, misalnya mengandung vitamin E, vitamin C, antioksidan, bioflavonoid, senyawa epigallocatechin gallate, asam amino, zat aromatic, alkaloid murni, Vitamin B12, mineral, katekin, polifenol/tanin, kafein, minyak esensi, flavanols, fluoride, monocitrate, chloropil dan lain sebaginya. Dari sekian banyaknya kandungan yang ada dalam teh hijau mkanya tak urung teh hijau di gunakan untuk kecantikan dan kesehatan.

Kesehatan
Teh hijau banyak di gunakan sebagai obat alternatif beberapa penyakit, karena kandungannya yang begitu banyak. Dalam penelitian ditemukan manfaat teh hijau secara farmakologi bagi tubuh manusia, hal ini dikarenakan kandungan teh hijau yang meliputi asam amino, zat aromatic, alkaloid murni dan vitamin. Manfaat dari vitamin C nya juga besar bagi tubuh, sebab vitamin C yang terkandung dalam teh hijau lebih besar dari pada tomat, apel maupn jeruk nipis.

Dari segi kesehatanpun tak luput jika kita mengkonsumsinya secara rutin akan memperkuat kekebalan tubuh kita yang membantu terhindar dari serangan-serangan penyakit. Selain itu teh hijau sendiri juga membantu mengobati beberapa penyakit serius maupun tidak. seperti halnya mengobati penyakit kanker, kolesterol, diabetes, batu ginjal, saluran pencernaan, mencegah katarak, influenza dan lain sebagainya. Ada juga yang memanfaatkan teh hijau untuk program diet sehat seseorang. Sebab dalam teh hijau sendiri mengandung polifenol yang dapat membantu melarutkan lemak.

Kecantikan
Saat ini teh hijau juga di manfaatkan untuk kecantikan yang terbukti banyak salon-salon kecantikan yang menggunakan teh hijau sebagai bahan utamanya. Selain itu juga banyak produk-produk kecantikan yang berbahan dasar teh hijau. Teh hijau sendiri dalam bidang kecantikan dapat digunakan untuk perawatan rambut dan kulit. Untuk perawatan rambut sendiri teh hijau membantu mencegah kerontokan, menghilangkan ketombe, memperkuat akar rambut, mencegah kerusakan rambut dan lain sebagainya.
Selain itu penggunaannya untuk kulit sendiri dapat mencegah penuaan dini, mencegah jerawat, mengencangkan kulit, menghilangkan flek hitam dan lain sebagainya. Nah dari segi kesehatan dan kecantikan sudah kita bahas, namun ada lagi yaitu manfaatnya untuk menghilangkan bau mulut.

Penemuan hukum oleh hakim (Rechtvinding)

Berdasarkan Pasal 20 AB “Hakim harus mengadili berdasarkan Undang-Undang” dan Pasal 22 AB + Pasal 14 Undang-undang No. 14 tahun 1970 mewajibkan “Hakim untuk tidak menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkap atau tidak jelas Undang-undang yang mengaturnya melainkan wajib mengadilinya”.

Jika terdapat kekosongan aturan hukum atau ataurannya tidak jelas maka untuk mengatasinya diatur dalam pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan : “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam masyarakat”. Artinya seorang Hakim harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum (Recht vinding).

Yang dimaksud dengan Recht vinding adalah proses pembentukan hukum oleh hakim/aparat penegak hukum lainnya dalam penerapan peraturan umum terhadap peristiwa hukum yang konkrit dan hasil penemuan hukum menjadi dasar untuk mengambil keputusan.
Van Apeldorn menyatakan, seorang hakim dalam tugasnya melakukan pembentukan hukum harus memperhatikan dan teguh-teguh mendasari pada asas :
1. Menyesuaikan Undang-undang dengan fakta konkrit
2. dapat juga menambah Undang-undang apabila perlu.

Hakim membuat Undang-undang karena Undang-undang tertinggal dari perkembangan masyarakat. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan yang juga berfungsi sebagai penemu yang dapat menentukan mana yang merupakan hukum dan mana yang bukan hukum. Seolah-olah Hakim berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan legislatif yaitu badan pembentuk per Undang-undangan. Pasal 21 AB menyatakan bahwa hakim tidak dapat memberi keputusan yang akan berlaku sebagai peraturan umum. Sebenarnya hukum yang dihasilkan hakim tidak sama dengan produk legislatif. Hukum yang dihasilkan hakim tidak diundangkan dalam Lembaran Negara. Keputusan hakim tidak berlaku bagi masyarakat umum melainkan hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara. Sesuai pasal 1917 (2) KUHPerdata yang menentukan “bahwa kekuasaan keputusan hakim hanya berlaku tentang hal-hal yang diputuskan dalam keputusan tersebut.

Akan tetapi para ahli hukum mengetahui bahwa Undang-undang tidak akan pernah lengkap. Disitulah letak peran Hakim untuk menyesuaikan peraturan Undang-undang dengan kenyataan yang berlaku dalam masyarakat agar dapat mengambil keputusan hukum yang sungguh-sungguh adil sesuai tujuan hukum. Namun demikian tidak semua ahli hukum sependapat dengan hal tersebut di atas dan sebagai reaksinya lahirlah aliran yang yang menolak dan menerima penemuan hukum oleh hakim :

  • Aliran ini berpandangan klasik (Aliran konservatif) yang di tenggari oleh Montesquieu, dan juga Immanuel Kant berpendapat bahwa Hakim dalam menetapkan Undang-undang terhadap peristiwa hukum sesungguhnya tidak menjalankan perannya secara mandiri. Hakim hanyalah penyambung lidah atau corong Undang-undang (“Bouchedelaloi”) sehingga tidak dapat merubah kekuatan hukum Undang-undang, tidak dapat menambah, tidak dapat menguranginya disebabkan Undang-undang satu-satunya sumber hukum positif. Undang-undang merupakan premis mayor dan peristiwa konkrit merupakan premis minor; sedangkan keputusan Hakim adalah konklusi (kesimpulannya). Hal ini merupakan kesimpulan logis tidak akan melebihi dari yang terdapat pada premis-premisnya. Ini adalah pandangan yang logiscistis. karena sandarkan pada Pasal 20 AB bersumber dari pandangan ini yaitu : Pasal 20 AB “Hakim harus mengadili menurut Undang-undang kecuali ditentukan dalam pasal 11, hakim sama sekali tidak boleh menilai anti atau keadilan dari undang-undang”. Pasal 21 AB : “Tiada seorang Hakim pun dengan jalan peraturan umum, disposisi atau reglemen boleh memutuskan dalam perkara yang tunduk kepada keputusannya”.
  • Sebagai reaksi aliran ini lahir pula penentangnya yang berpandangan lebih modern yaitu Aliran Progresif yang di pelopori oleh Van Eikema Hommes teori dan pendapatnya disebut materi Juridis, yang di Jerman dipertahankan oleh Oscar Bullow, Eugen Ehrlich, dan di Perancis oleh Francois Geny serta di Amerika oleh Oliver Wendel Holmes dan Jerome Frank. Geny menentang penyalahgunaan cara berfikir yang abstrak logistis dalam pelaksanaan hukum dan fiksi bahwa Undang-undang berisikan hukum yang berlaku. Oliver Wendel Holmes & J. Frank menentang pendapat yang mengatakan bahwa hukum yang ada itu lengkap yang dapat menjadi sumber bagi Hakim dalam memutuskan peristiwa konkrit. Penemuan hukum lebih menggunakan pandangan Mazhab historis yang dipelopori oleh Carl Von Sevigny yaitu Hakim perlu juga memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat, karena setiap bangsa itu memiliki jiwa bangsanya masing-masing (Volkgeist) yang berbeda untuk setiap tempat. Hukum precedent dinegara-negara Anglo Saxon adalah hasil penemuan hukum yang otonom sepanjang pembentukan peraturan & penerapan peraturan dilakukan oleh hakim berdasarkan hati nuraninya tetapi juga sekaligus bersifat heteronom karena Hakim terikat kepada keputusan-keputusan terdahulu (faktor-faktor diluar diri hakim).
Sedangkan hukum kontinental [seperti di Indonesia] mengenal penemuan hukum yang heteronom sepanjang Hakim terikat kepada Undang-undang. Tetapi penemuan hukum Hakim tersebut mempunyai unsur-unsur otonom yang kuat disebabkan Hakim harus menjelaskan atau melengkapi Undang-undang menurut pendangannya sendiri. Lebih lanjut lahir pula suatu aliran yang mengetengahkan Metode penemuan hukum. Penemuan hukum merupakan kegiatan utama dari Hakim dalam melaksanakan Undang-undang apabila terjadi peristiwa konkrit. Undang-undang sebagai kaedah umumnya adalah untuk melindungi kepentingan manusia. Oleh sebab itu harus dilaksanakan/ditegakkan. Agar dapat memenuhi azas bahwa setiap orang dianggap tahu akan Undang-undang maka undang-undang harus disebar luaskan dan harus jelas. Kalaupun Undang-undang itu jelas tidak mungkin lengkap dan tuntas, tidak mungkin Undang-undang mengatur segala kehidupan manusia secara lengkap dan tuntas karena kegiatan menusia sangat banyaknya. Selain itu Undang-undang sebagai hasil karya menusia yang sangat terbatas kemampuannya.

Setiap peraturan hukum itu bersifat abstrak dan pasif. Abstrak karena sangat umum sifatnya dan pasif karena tidak akan menimbulkan akibat hukum apabila tidak terjadi peristiwa konkrit. Peristiwa hukum yang abstrak memerlukan rangsangan agar dapat aktif, agar dapat diterapkan kepada peristiwanya. Interpretasi (penafsiran) adalah salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan mengenai teks Undang-undang agar ruang lingkup kaedah tersebut diterapkan kepada peristiwanya.

Seorang Sarjana terkemuka Carl Von Savigny memberi batasan tentang penafsiran yaitu rekontruksi pikiran yang tersimpul dalam Undang-undang. Ini bukan metode penafsiran yang dapat dipergunakan semaunya tetapi pelbagai kegiatan yang semuanya harus dilaksanakan bersamaan untuk mencapai tujuan yaitu penafsiran Undang-undang. Yang memerlukan penafsiran ialah terutama perjanjian dan Undang-undang. Dalam hal bunyi atau kata-kata dalam perjanjian itu cukup jelas kiranya tidak perlu dijelaskan. Bahwa penjelasan itu tidak boleh ditafsirkan menyimpang dari bunyi (isi) perjanjian, azas ini disebut “Sens Clair” tercantum dalam pasal 1342 KUHPerdata : “Apabila kata-kata dalam perjanjian itu tegas maka tidak dibenarkan untuk menyimpang dari padanya dengan jalan penafsiran”.

Selanjutnya Polak mengemukakan bahwa cara penafsiran ditentukan oleh :
  1. Materi peraturan per.Undang-undangan yang bersangkutan misalnya peraturan jual-beli.
  2. Tempat dimana perkara tersebut timbul yaitu memperhatikan kebiasaan setempat.
  3. Waktu yaitu berlaku tidaknya peraturan hukum tersebut.
Mengenai penafsiran Hukum inipun mempunyai metode penafsiran antara lain :
  1. Metode interpretasi menurut bahasa (gramatikal) yaitu suatu cara penafsiran Undang-undang menurut arti kata- kata (istilah) yang terdapat pada Undang-undang. Hukum wajib menilai arti kata yang lazim dipakai dalam bahasa sehari-hari yang umum. Mis. [a] Peraturan per.Undang-undangan melarang orang menghentikan “Kenderaannya” pada suatu tempat. Kata kendaraan bisa ditafsirkan beragam, apakah roda dua, roda empat atau kenderaan bermesin, bagaimana dengan sepeda dan lain-lain (E. Utrecht). Jadi harus diperjelas dengan kendaraan mana yang dimaksudkan. [b] Mengenai istilah “dipercayakan” yang tercantum dalam pasal 342 KUHP Mis. sebuah paket yang diserahkan kepada Dinas Perkereta Apian (PJKA). Sedangkan yang berhubungan dengan pengiriman tidak ada selain Dinas tersebut artinya dipercayakan. [c] Istilah “menggelapkan” dalam pasal 41 KUHP sering ditafsirkan sebagai menghilangkan;
  2. Metode Interprestasi secara historis yaitu menafsirkan Undang-undang dengan cara melihat sejarah terjadinya suatu Undang-undang. Penafsran historis ini ada 2 yaitu : [a] Penafsiran menurut sejarah hukum (Rechts historische interpretatie) adalah suatu cara penafsiran dengan jalan menyelidiki dan mempelajari sejarah perkembangan segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum seluruhnya. Contoh : KUHPerdata BW) yang dikodifikasikan pada tahun 1848 di Hindia Belanda. Menurut sejarahnya mengikuti code civil Perancis dan di Belanda (Nederland) di kodifikasikan pada tahuan 1838. [b] Penafsiran menurut sejarah penetapan suatu undang-undang Wethistoirsche interpretatie) yaitu penafsiran Undang-undang dengan menyelidiki perkembangan suatu undang-undang sejak dibuat, perdebatan-perdebatan yang terjadi dilegislatif, maksud ditetapkannya atau penjelasan dari pembentuk Undang-undang pada waktu pembentukannya.
  3. Metode interpretasi secara sistematis yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu dengan pasal yang lain dalam suatu per Undang-undangan yang bersangkutan, atau dengan Undang-undang lain, serta membaca penjelasan Undang-undang tersebut sehingga kita memahami maksudnya. Contoh [a] Dalam pasal 1330 KUHPerdata menyatakan “Tidak cakap membuat persetujuan/perjanjian antara lain orang-orang yang belum dewasa”. Timbul pertanyaan : “Apakah yang dimaksud dengan orang-orang yang belum dewasa”. Untuk hal tersebut harus dikaitkan pada pasal 330 KUHPerdata yang mengatur batasan orang yang belum dewasa yaitu belum berumur 21 tahun. [b] Apabila hendak mengetahui tentang sifat pengakuan anak yang dilahirkan diluar perkawinan orang tuanya, tidak cukup hanya mencari ketentuan-ketentuan didalam KUHPerdata (BW) saja melainkan harus dihubungkan juga dengan pasal 278 KUHP.
  4.  Metode Interpretasi secara Teleologis Sosiologis yaitu makna Undang-undang itu ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan artinya peraturan perUndang-undangan disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru. Ketentuan Undang-undang yang sudah tidak sesuai lagi disesuaikan dengan keadaan sekarang untuk memecahkan/menyelesaikan sengketa dalam kehidupan masyarakat. Peraturan yang lama dibuat aktual. Penafsiran seperti ini yang harus dimiliki lebih banyak pada hakim-hakim di Indonesia mengingat negara Indonesia yang pluralistik dan kompleks. Peraturan per Undang-undangan dalam tatanan Hukum Nasional harus diterjemahkan oleh para hakim sesuai kondisi sosial suatu daerah. Umpamanya : Didaerah suku Dayak di Kalimantan, tanah dianggap seperti ibu yang dapat dimiliki oleh setiap orang dan harus dijaga/dirawat layaknya menjaga/merawat seorang ibu. Dalam hal ini hakim harus menserasikan pandangan sosial kemasyarakatannya dengan Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang UU Pokok-pokok Agraria.
  5. Metode Intepretasi secara Authentik (Resmi) yaitu penafsiran yang resmi yang diberikan oleh pembuat Undang-undang tentang arti kata-kata yang digunakan dalam Undang-undang tersebut. Contoh : Dalam Titel IX Buku I KUHP memberi penjelasan secara resmi (authentik) tentang arti beberapa kata/sebutan didalam KUHP. Seperti dalam Pasal 97 KUHP yang dimaksud “sehari” adalah masa yang lamanya 24 jam, “sebulan” adalah masa yang lamanya 30 hari. Tetapi tafsiran dalam Titel IX Buku I KUHP ini tidak semestinya berlaku juga untuk kata-kata yang dipergunakan oleh peraturan pidana diluar KUHP artinya Hakim tidak hanya bertindak sebagai corong hukum saja melainkan harus aktif mencari dan menemukan hukum itu sendiri dan mensosialisasikannya kepada masyarakat.
  6. Metode interpretasi secara ekstentif yaitu penafsiran dengan cara memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam Undang-undang sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan kedalamnya. Contoh : Bahwa Jurisprudensi di Nederland : “Menyambung” atau “menyadap” aliran listrik dapat dikenakan pasal 362 KUHP artinya Jurisprudensi memperluas pengertian unsur barang (benda), dalam pasal 362 KUHP.
  7. Metode Interpretasi Restriktif yaitu penafsiran yang membatasi/mempersempit maksud suatu pasal dalam Undang-undang seperti : Putusan Hoge Road Belanda tentang kasus Per Kereta Api “Linden baum” bahwa kerugian yang dimaksud pasal 1365 KUHPerdata juga termasuk kerugian immateril yaitu pejalan kaki harus bersikap hati-hati sehingga pejalan kaki juga harus menanggung tuntutan ganti rugi separuhnya (orang yang dirugikan juga ada kesalahannya) ( Mr. C. Asser, 1986, hal 84-85).
  8. Metode interpretasi Analogi yaitu memberi penafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai dengan azas hukumnya sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk kedalamnya dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut. Contoh penafsiran penjualan dalam pasal 1576 KUHPerdata yaitu “Penjualan barang yang disewa tidak memutuskan sewa menyewa kecuali apabila diperjanjikan”. Apabila misalnya seseorang menghibahkan rumah miliknya kepada orang lain sedangkan rumah tersebut dalam keadaan disewakan kepada orang lain, bagaimana?. Berdasarkan persamaan yang ada dalam perbuatan memberi (hibah), menukar, mewariskan dengan perbuatan menjual, dan persamaan itu adalah perbuatan yang bermaksud mengasingkan suatu benda maka hakim membuat suatu pengertian “bahwa pengasingan (menukar, mewariskan) tidak memutuskan (mengakhiri) sewa menyewa. Pasal 1576 KUHPerdata walau hanya menyebut kata “menjual” masih juga dapat diterapkan pada peristiwa hibah, menukar mewariskan. Oleh konstruksi hukum seperti itu. Hakim dapat menyempurnakan sistem formil hukum. Konstruksi hukum seperti diatas menurut Scholten tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang. Konstruksi itu harus meliputi bahan-bahan yang positip (Contructive moet de positive stof dekken). Yang dimaksud dengan bahan-bahan positip adalah sistem materil Undang-undang yang sedang berlaku. Konstruksi itu harus didasarkan atas pengertian-pengertian hukum yang memang ada dalam Undang-undang yang bersangkutan dan menjadi dasar Undang-undang yang bersangkutan. Konstruksi tidak boleh didasarkan atas anasir-anasir (elemen-elemen) diluar sistem materil positip. Didalam hukum pidana analogi dilarang sedangkan metode interpretasi ekstensif dibolehkan (contoh Kasus penyambungan/penyadapan aliran listrik). Hukum di Inggris yang sebagian tertulis (Statute law) dan sebagian tidak tertulis (Common law) mengenal analogi. Walaupun demikian Hukum di Inggris menolak menggunakan analogi terhadap hukum pidana. Sedangkan di Uni Soviet menghilangkan dengan sengaja ketentuan nullum delictum dan menggunakan prinsip bahwa hakim pidana harus menghukum semua tindakan yang membahayakan masyarakat.
  9. Metode interpretasi argumentus a contrario yaitu suatu penafsiran yang memberikan perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam Undang-undang. Berdasarkan perlawanan ini ditarik suatu kesimpulan bahwa perkara yang dihadapi tidak termasuk kedalam pasal tersebut melainkan diluar peraturan per undang-undangan. Scolten mengatakan bahwa tidak hakekatnya pada perbedaan antara menjalankan Undang-undang secara analogi dan menerapkan Undang-undang secara argumentum a contrario hanya hasil dari ke 2 menjalankan Undang-undang tersebut berbeda-beda, analogi membawa hasil yang positip sedangkan menjalankan Undang-undang secara Argumentus a contrario membawa hasil yang negatif. Contoh : Dalam pasal 34 KUHPerdata menyatakan bahwa seorang perempuan tidak dibenarkan menikah lagi sebelum lewat suatu jangka waktu tertentu yaitu 300 hari sejak perceraian dengan suaminya. Berdasar Argumentus a contrario (kebalikannya) maka ketentuan tersebut tidak berlaku bagi lelaki/pria. Menurut Azas hukum Perdata (Eropa) seorang perempuan harus menunggu sampai waktu 300 hari lewat sedangkan menurut Hukum Islam dikenal masa iddah yaitu 100 hari atau 4 x masa suci karena dikhawatirkan dalam tenggang waktu tersebut masih terdapat benih dari suami terdahulu. Apabila ia menikah sebelum lewat masa iddah menimbulkan ketidak jelasan status anak yang dilahirkan dari suami berikutnya.

Akhirnya dari uraian2 di atas dapat disimpulkan bahwa :
  1. Menurut pandangan baru (modern) bahwa hukum yang ada itu tidak lengkap, tidak dapat mencakup seluruh peristiwa hukum yang timbul dalam masyarakat. Oleh sebab itu hakim turut serta menemukan hukum yang oleh Prof. Mr. Paul Schalten menyebutkan Hakim menjalankan Recht vinding.
  2. Walaupun Hakim turut menemukan hukum, ia bukanlah legislatif.
  3. Dalam melakukan penemuan hukum, hakim menggunakan metode penafsiran terhadap Undang-undangseperti penafsiran menurut bahasa, penafsiran secara historis, penafsiran secara sistematis, penafsiran secara teleologis/sosiologis, penafsiran secara authentik, penafsiran secara ektensif, penafsiran secara restriktif, penafsiran secara analogi, penafsiran secara argumentus a contrario.

Sumber kutipan : From: Notaris_Indonesia@yahoogroups.com ; Sent: Friday, December 12, 2008 3:06 AM

Kamis, 24 Mei 2012

Asas Kebebasan Berkontrak dan Batas-batasnya dalam Hukum Perjanjian

Oleh : Rosa Agustina T. Pangaribuan , SH. , MH .

Dalam Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 

Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak. 

Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, Tanpa sepakat maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. 

Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana (take it or leave it).

Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya. Undang-undang hanya mengatur orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak yang ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap. Bahkan lebih lanjut dalam pasal 1331, ditentukan bahwa andaikatapun seseorang membuat perjianjian dengan pihak yang dianggap tidak cakap menurut pasal 1330 KUH Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap. 

Larangan kepada seseorang untuk membuat perjanjian dalam bentuk tertentu yang dikehendakinya juga tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia maupun ketentuan perundang-undangan lainnya. Ketentuan yang ada adalah bahwa untuk perjanjian tertentu harus dibuat dalam bentuk tertentu misalnya perjanjian kuasa memasang hipotik harus dibuat dengan akta notaris atau perjanjian jual beli tanah harus dibuat dengan PPAT. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepanjang ketentuan perundang-undangan tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat dalam bentuk tertentu, maka para pihak bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang dikehendaki, yaitu apakah perjanjian akan dibuat secara lisan atau tertulis atau perjanjian dibuat dengan akta di bawah tangan atau akta autentik.
Apakah asas kebebasan berkontrak dapat diartikan sebagai bebas mutlak? apabila kita mempelajari KUH Perdata, ternyata asas kebebasan berkontrak itu bukannya bebas mutlak. Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas. 

Pasal 1320 ayat (1) m enentukan bahwa perjanjian atau, kontrak tidak sah apabila dibuat tanpa adanya konsensus atau sepakat dari para pihak yang membuatnya. Ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya. Dengan kata lain asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh kesepakatan para pihak. 

Dalam pasal 1320 ayat (2) dapat pula disimpulkan bahwa kebebasan orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh kecakapannya. untuk membuat perjanjian. Bagi seseorang yang menurut ketentuan undang-undang tidak cakap untuk membuat perjanjian sama sekali tidak mempunyai kebebasan, untuk membuat perjanjian. Menurut pasal 1330, orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah pengampuan tidak mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian. Pasal 108 dan 110 menentukan bahwa istri (wanita yang telah bersuami) tidak terwenang untuk melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, dinyatakan bahwa pasal 108 dan 110 tersebut pada saat ini tidak berlaku. 

Pasal 1320 (3) menentukan bahwa obyek perjanjian haruslah dapat ditentukan. Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan. 

Syarat bahwa prestasi harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. jika prestasi kabur atau dirasakan kurang jelas, yang menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada obyek perjanjian dan akibat hukum perjanjian itu batal demi hukum. 

Pasal 1320 ayat jo. 1337 menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh undang-undang. 

Menurut undang-undang causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Akibat hukum perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum. 

Mengenai obyek perjanjian diatur lebih lanjut dalam pasal 1332 yang menyebutkan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Dengan demikian maka menurut pasal tersebut hanya barang-barang yang mempunyai nilai ekonomi saja yang dapat dijadikan obyek perjanjian. 

Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat disimpulkan melalui pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan. 

Sehubungan dengan pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak Prof. Asikin Kusuma Atmadja, dalam makalahnya[i] menyatakan bahwa Hakim berwenang untuk memasuki/meneliti isi suatu kontrak apabila diperlukan karena isi dan pelaksanaan suatu kontrak bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 tidak lagi bersifat absolut, yang berarti dalam keadaan tertentu hakim berwenang melalui tafsiran hukum untuk meneliti dan menilai serta menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidak seimbang sedemikian rupa, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya. 

Lebih lanjut Prof. Asikin mengatakan bahwa kebebasan berkontrak yang murni/mutlak karena para pihak kedudukannya seimbang sepenuhnya praktis tidak ada, selalu ada pihak yang lebih lemah dari pihak yang lain. Beliau mengilustrasikan dengan suatu cerita lama yang mengandung moral yang ada kaitannya dengan tafsiran perjanjian. Ada seorang gadis yang orang tuanya miskin dan mempunyai hutang yang besar karena meminjam uang untuk menyekolahkan anak gadis tersebut. Kalau hutangnya tidak segera dibayar maka satu-satunya harta berupa rumah dan pekarangannya akan dilelang. Sang penolong yang mempunyai kekuasaan ekonomis datang dan mengadakan perjanjian dengan orang tua gadis tersebut bahwa hutang akan dilunasi asal gadis tersebut dikawinkan dengan anak lelaki sang penolong, sedangkan anak gadis tersebut telah mempunyai tunangan. Kemudian terjadilah perjanjian antara sang penolong dengan orang tua yang miskin tersebut. Apakah aneh kalau orang tua miskin tersebut kemudian mengingkari janjinya. Moral disini janganlah mencari kesempatan dalam kesempitan atau jangan menyalahgunakan kesempatan. 

Dalam ilmu hukum moral tersebut di atas disebut misbruik van omstandigheden (penyalahgunaan kesempatan atau penyalahgunaan keadaan). Penyalahgunaan kesempatan dapat digunakan dalam kategori cacat dalam menentukan kehendaknya untuk memberikan persetujuan. Hal ini merupakan alasan untuk menyatakan batal atau membatalkan suatu perjanjian yang tidak diatur dalam Undang-undang melainkan merupakan suatu konstruksi yang dapat dikembangkan melalui Yurisprudensi. 

Sesuai dengan hukum, kebutuhan konstruksi penyalahgunaan kesempatan/keadaan merupakan atau dianggap sebagai faktor yang membatasi atau yang mengganggu adanya kehendak yang bebas untuk menentukan persetujuan antara kedua belah pihak. Salah satu keadaan yang dapat disalahgunakan ialah adanya kekuasaan ekonomi (economish overwicht) pada salah satu pihak, Yang menggangu keseimbangan antara kedua belah pihak sehingga adanya kehendak yang bebas untuk memberikan persetujuan yang merupakan salah satu syarat bagi sahnya suatu persetujuan tidak ada (kehendak yang cacat), menurut Prof. Z. Asikin yang penting ialah menciptakan beberapa titik taut yang merupakan dasar bagi hakim untuk menilai secara adil apakah suatu keadaan dapat ditafsirkan sebagai kekuasaan ekonomi yang disalahgunakan sehingga mengganggu keseimbangan antara pihak dan membatasi kebebasan kehendak pihak yang bersangkutan untuk memberikan persetujuan. Disini terletak wewenang hakim untuk menggunakan interpretasi sebagai sarana hukum untuk melumpuhkan perjanjian yang tidak seimbang . 

Banyak faktor yang dapat memberikan indikasi tentang adanya penyalahgunaan kekuasaan ekonomi untuk dipertimbangkan oleh hakim. Kalau umpamanya ternyata ada syarat-syarat yang diperjanjikan yang sebenarnya tidak masuk akal atau yang tidak patut atau bertentangan dengan perikemanusiaan (on redelijkecontractsvoorwaarden atau un faircontractterms), maka hakim wajib memeriksa dan meneliti inconcreto faktor-faktor apa yang bersifat tidak masuk akal,tidak patut, atau tidak berperikemanusiaan tersebut. Begitupula kalau nampak atau ternyata pihak debitur berada dalam keadaan tertekan (dwang positie), maka hakim wajib meneliti apakah inconcreto terjadi penyalahgunaan ekonomis. selanjutnya juga kalau terdapat keadaan dimana bagi debitur tidak ada pilihan lain kecuali mengadakan perjanjian dengan syarat-syarat yang memberatkan, terakhir dapat disebut keadaan dimana nilai dan hasil perjanjian tersebut sangat tidak seimbang kalau dibandingkan dengan prestasi timbal balik dari para pihak. Juga dalam hal ini hakim wajib meneliti apakah in concreto terjadi penyalahgunaan kekuasaan ekonomis. 

Dengan demikian maka jelas bahwa asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti yang tidak terbatas, akan tetapi terbatas oleh tanggungjawab para pihak, dan dibatasi oleh kewenangan hakim untuk menilai isi dari setiap kontrak. 

catatan kaki:
[i] Prof. R.Z. Asikin Kesuma Atmadja, SH., Pembatasan Rentenir sebagai Perwujudan Pemerataan Keadilan, Varia Peradilan Tahun II, No. 27, Februari 1987.

YOGHURT SUSU KEDELAI (SOYGHURT)

Yoghurt merupakan suatu produk hasil olahan susu dengan bakteri fermentasi susu. Yoghurt memiliki aroma dan tekstur khas dari hasil fermentasi bakteri laktosa yang menghasilkan asam laktat.



Pada umumnya, bahan dasar untuk membuat Yogurt adalah susu sapi, tapi saat ini sudah ada beberapa macam Yoghurt yang menggunakan bahan dasar susu kedelai.
Yoghurt memiliki tekstur dan aroma yang khas, ini disebabkan karena hasil dari fermentasi bakteri laktosa yang menghasilkan asam laktat.
Yoghurt sudah menjadi makanan bernutrisi yang dikenal orang di seluruh dunia, Manfaat yogurt sangat baik untuk kesehatan karena mengandung kalsium tinggi, proten, vitamin B6, vitamin B12, dan riboflavin.





ALAT DAN BAHAN
· Susu kedelai
· Gula pasir
· Susu skim
·    Panci enamel
·    Sendok kayu
·    Gelatin
·    Essence
· Starter campuran Lactobacullus bulgaris dan Streptococcus thermophyllus

PROSEDUR KERJA  lihat selengkapnya


Rabu, 23 Mei 2012

Pembuatan Brownies Tempe

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stoloniferRh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". (kapang roti), atau
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan,kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
 
Tempe dapat diolah menjadi berbagai jenis olahan baik diolah sebagai lauk ataupun makanan ringan. Namun disini akan dibahas pengolahan tempe menjadi Brownies Tempe.
Brownies
Brownis adalah semacam cake biasa tetapi menggunakan coklat batangan yang dilelehkan dan yang mempunyai rasa sangat manis, lezat. Karakteristiknya lembut, manis, mengembang, dan enak.



Proses Pembuatan Brownies Tempe

BAHAN:
  • 100 gr tempe, kukus, haluskan
  • 250 gr dark cooking chocolate (cokelat masak hitam), lelehkan
  • 150 gr margarin, lelehkan
  • 3 butir telur
  • 100 gr gula pasir
  • 100 gr tepung terigu
  • 1/2 sendok teh baking powder brownies tempe
CARA MEMBUAT:
  1. Siapkan loyang brownies, alasi dengan kertas roti lalu oles dengan margarin. Sisihkan.
  2. Kocok telur dan gula pasir dengan balloon whisk hingga lembut.
  3. Masukkan tepung terigu, tempe, dan baking powder, aduk rata.
  4. Tuang margarin dan cokelat leleh, aduk rata. Tuang adonan ke dalam loyang. Panggang dalam oven dengan suhu 180ยบ C selama 45 menit hingga matang. Angkat, potong-potong dan sajikan.(http://www.tabloidbintang.com/wisata-a-kuliner/resep/6608-brownies-tempe.html) 

Khasiat dan Kegunaan tempe
empe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.

Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.

Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).

Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.

Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.

Asam Lemak

Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.

Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.

Vitamin

Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).

Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.

Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.

Mineral

Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.

Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.

Antioksidan

Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
 

Selasa, 22 Mei 2012

COLA VAN JAVA

baru-baru ini sering kita jumpai, dan kita dengar nama "cola van java"... seperti yang kita lihat dari namanya, cola van java itu merupakan minuman yang menyerupai cola tapi yang ada di jawa. Perbedaanya adalah pada bahan dasar pembuatanya, yaitu dengan menggunakan Kawista.



Pohon kawista (Limonia acidissima) banyak ditemukan oleh kita di daerah Rembang, Pati, Jepara dan Demak. Penduduk sekitar biasa menanam pohon ini di pekarangan rumah. Penggemar tanaman hias memanfaatkan pohon kawista sebagai bakalan bonsai. Daunnya yang kecil sesuai dibuat sebagai bonsai. Bagian pohon yang sering dimanfaatkan oleh penduduk yaitu buahnya.


Buah kawista berbentuk bulat, berdiameter 13-15 cm, berwarna putih-krem sedikit coklat kehijauan. Buah kawista memiliki kulit yang keras. Kita harus memecah kulitnya untuk mengambil isi buah. Isi buah kawista beraroma wangi-segar. Isi buah asal India ini berwarna kuning kecoklatan. Biji kawista menyerupai biji jambu biji.


Penduduk mengolah isi buah yang berwarna kuning kecoklatan sebagai minuman segar. Isi buah kawista berasa asam. Penambahan gula akan menetralisir rasa asam. Penambahan gula dan air juga akan menjadikan rasa enak. Minuman ini akan berasa lebih segar dengan penambahan sedikit es.
Gula merupakan bahan pengawet alami. Sirup kawista dibuat dari penambahan gula dalam jumlah banyak. Sirup kawista seperti ini hanya bertahan satu minggu. Sirup dapat bertahan lama sampai berbulan-bulan jika ditambahkan bahan pengawet kimia. Pembuat sirup kawista harus berhati-hati dengan penambahan bahan pengawet kimia. Sirup kawista berwarna coklat tua agak hitam dan beraroma wangi. Sirup kawista berasa sedikit masam-manis-segar.


Cola cola merupakan buah asli dari Afrika. Buah cola cola banyak diproduksi oleh pekebun di negara Kamerun. Cola-cola memiliki nama ilmiah Cola acuminata. Daging buahnya sering dibuat oleh penduduk asli menjadi minuman segar. Cola cola memiliki rasa pahit seperti pada minuman ringan bersoda. Rasa pahit ini berasal dari kandungan kafein di dalam buah. Minuman cola cola dianggap oleh penduduk asli Afrika sebagai minuman suci. Sehingga pada upacara adat, cola cola mudah dijumpai oleh kita sebagai jamuan minuman. Cola cola sudah mendunia karena buah ini sebagai salah satu bahan utama pembuatan minuman ringan bersoda.


Kalau di Afrika terdapat cola cola yang diolah penduduk lokal menjadi minuman suci, di Indonesia boleh kita samakan buah kawista disebut sebagai cola jawa. Walaupun pada buah kawista tidak memiliki kandungan kafein tetapi efek merangsang tubuh menjadi segar kembali dapat menyamai minuman suci Afrika tersebut. Indonesia dapat mempromosikan nama cola jawa kepada dunia. Tujuannya, cola jawa memiliki nilai jual yang tinggi dan terkesan mendunia.

Senin, 21 Mei 2012

HUTANG


Hutang, mendengarnya saja sudah banyak ekspresi dari kata ini. Ada yang takut, adapula yang menjadikan kata ini sebagai jalan keluar dari kesulitannya di bidang finansial.

            Hutang belum tentu buruk, katayang mempunyai arti meminjam yang ini dibagi dua, yaitu hutang produktif dan hutang konsumtif. Hutang produktif adalah hutang yang digunakan untuk sesuatu yang menghasilkan yang berguna. Sedangkan hutang konsumtif adalah hutang yang digunakan untuk kepuasan orang yang berhutang saja.
            Dari segi logika hutang produktif lebih mudah untuk kembali, karena hutang ini biasanya digunakan untuk memproduksi sesuatu. Umumnya hasil produksi dijual dan mendapatkan return dari pendapatan penjualan yang kemudian sebagian return-nya bisa digunakan untuk membayar lunas hutang.
            Dalam hal membagi return untuk sebagian return-nya untuk membayar hutang ada aturannya. Pertama return dikurangi biaya produksi dahulu sehingga menjadi keuntungan atau bahkan kerugian. Bila yang didapat adalah keuntungan, maka kalikanlah keuntungan dengan 35%, maka hasilnya itulah yang pas untuk membayar hutang.