Pakan ikan - ikan di tambak sebetulnya sangat mudah di dapat dan di cari. budidaya ikan di tambak tidak perlu repot beli pakan ikan contohnya (por pakan ikan) yang buatan pabrik atau sejenisnya, pakan ikan yang sejenis por itu sesungguhnya malah membuat air tambak bertambah keruh dan kualitas airnya tidak bagus, semakin lama airnya tidak di ganti bisa membuat ikan mati. Jadi pakan yang baik adalah rumput yang tumbuh di tanggul - tanggul tambak itu sendiri atau tumbuhan rumput yang tumbuh di air tambak itu sendiri. Tambak yang di tumbuhin rumput air tidak usah memberi pakan lagi bagi ikannya karena dengan rumput itu sendiri ikan sudah bisa makan dan bagus manfaatnya di tambah dengan air tambaknya juga tetap terjaga kualitasnya. tambak yang tidak di tumbuhin rumput air bisa mengambil dari rumput yang tumbuh di tanggul-tanggul tambak, caranya tinggal memotong rumput-rumput yang tumbuh di tanggul-tanggul tambak setelah banyak di ikat dengan tali supaya rapi lalu di buang ketambak, rumput yang membusuk di air itu menjadi santapan ikan-ikan dan udang. alhasil budidaya tambaknya bisa memper cepet panen. selamat mencoba???
Tampilkan postingan dengan label info perikanan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label info perikanan. Tampilkan semua postingan
Kamis, 19 April 2012
Rabu, 18 April 2012
Hasil Tambak
Hasil tambak bukan dari ikan bandeng sama udang windu saja. tetapi masih banyak ikan-ikan / udang-udang yang lainnya yang petani tambak tidak repot menaruh bibit di tambaknya. contohnya udang (Weros) itu sebutan orang petani tambak, sebetulnya masih banyak ikan - ikan dan udang-udang kecil lainnya, udang atau ikan yang masuk ke tambak dari laut pada saat waktu air pasang yang masuk ke pertambakan petani. dari situlah udang - udang bisa besar di tambak. alhasil 2 bulan berikutnya para petani bisa mengambilnya yaitu dengan alat atau semacam perangkap yang terbuat dari bambu dan di bentuk seperti sangkar burung, itu disebut (perayang), dan tingginya kurang lebih 1 meter atau lebih.
perayang di pasang pada waktu sore hari seperti pada gambar di atas dan di beri lampu ublek atau lentera yang terbuat dari api kecil yang di taruh di atasnya perayang untuk menerangi pada malam hari. ke esokan harinya para petani tambak mengambil ikan+udang yang terperangkap di dalamnya,
Minggu, 15 April 2012
Manfaat Ikan Teri Di Tambak
Rabu, 11 April 2012
Ikan Mujai

SEJARAH SINGKAT
Ikan mujair merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, bentuk badan pipih dengan warna abu-abu, coklat atau hitam. Ikan ini berasal dari perairan Afrika dan pertama kali di Indonesia ditemukan oleh bapak Mujair di muara sungai Serang pantai selatan Blitar Jawa Timur pada tahun 1939. Ikan mujair mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar garam/salinit as. Jenis ikan ini mempunyai kecepatan pertumbuhan yang relatif lebih cepat, tetapi setelah dewasa percepatan pertumbuhannya akan menurun. Panjang total maksimum yang dapat dicapai ikan mujair adalah 40 cm.
MANFAAT
Sebagai sumber penyediaan protein hewani.
this information from here
MANFAAT
Sebagai sumber penyediaan protein hewani.
this information from here
Minggu, 08 April 2012
Kelola Perikanan Yang Berkualitas
SRAGEN- Ikan nila sebagai produk perikanan unggulan Sragen mampu memboyong Penghargaan Adibhakti Mina Bahari dari Menteri Perikanan dan Kelautan RI ke pangkuan Bumi Sukowati. Sragen yang menjadi kampiun di tingkat provinsi Jawa Tengah ini bertarung melawan lima provinsi terbaik di Indonesia, dan berhasil menorehkan prestasi sebagai juara Harapan I tingkat nasional. Demikian dikatakan Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Sragen Ir. Sri Hardiarti Poerwo Koesoemo, dalam acara pembinaan jajaran PNS di Balai Benih Ikan Sragen, Sabtu (2/2). Pembinaan oleh Bupati Sragen H Untung Wiyono itu diikuti oleh 100 PNS Disnakan yang bertugas di seluruh Kabupaten Sragen. Selanjutnya Sri Hardiati mengatakan, Sragen ingin menjadi kabupaten terdepan dalam invovasi di bidang peternakan dan perikanan. Maka dari itu, jajarannya harus menyatukan langkah, visi, dan misi, agar keinginan ini dapat segera terwujud.
Bupati Sragen H Untung Wiyono antara lain menyampaikan, jajaran PNS Sragen harus cerdas mengelola bidang kerja yang menjadi tugas pokok dan fungsinya, agar menghasilkan nilai tambah. Tambahan penghasilan yang diperoleh dari penggunaan teknologi tepat guna tersebut akan membawa manfaat bagi masyarakat dan PNS itu sendiri. Pemkab bersedia membantu menfasilitasi keperluan PNS terkait pengembangan kinerja itu, selama ada kemauan untuk melakukannya dengan sungguh-sungguh dan dengan profesionalitas tinggi.
This informastion from here
Senin, 26 Maret 2012
Pemakaian Rumpon Ban Bekas Dilarang
Rumpon Ban Bekas Dilarang
Pemerintah melarang penggunaan rumpon berbahan ban bekas di perairan Indonesia. Penggunaan ban bekas sebagai rumpon itu terindikasi mengandung senyawa dioksin yang berpotensi meracuni biota laut dan manusia yang mengonsumsinya.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Ali Supardan mengemukakan, pihaknya segera menerbitkan surat edaran tentang larangan penggunaan ban bekas sebagai bahan baku rumpon. Sebagai pengganti rumpon ban bekas, pihaknya sedang mengkaji penggunaan rumpon berbahan baku semen atau plastik.
Kepala Pusat Data dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Soen’an Hadi Poernomo mengemukakan bahwa ban bekas mengandung senyawa dioksin, yaitu ”2,3,7,8-toxic strong TCDD” yang membahayakan kesehatan makhluk hidup. Studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) itu menyebutkan, senyawa itu mengandung racun yang berbahaya dan memicu penyebab kanker.
Di Amerika Serikat, pemakaian rumpon ban bekas gencar dilakukan pada tahun 1970-an, tetapi belakangan rumpon itu diambil kembali dari laut. Rumpon berbahan ban bekas telah banyak digunakan di sejumlah lokasi perairan di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) di Semarang bahkan sejak 2003 mengembangkan rumpon dasar dari rangkaian ban bekas untuk dipasok ke beberapa wilayah perairan di Kabupaten Demak, Pati, Rembang, dan Pekalongan di Jawa Tengah.
Buktikan dulu
Kepala Bidang Penyebaran Teknologi Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) Semarang Nur Bambang mengemukakan, indikasi bahaya rumpon ban bekas masih harus dibuktikan dan diuji melalui riset pemerintah. Menurut Nur, penggunaan ban bekas selama ini sudah menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat, di antaranya dipakai pada sumur-sumur air masyarakat untuk mengerek ember air.
Pemerintah menerbitkan aturan tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon tahun 2004. Berdasarkan kajian, penggunaan rumpon dapat menghemat penggunaan BBM dan waktu tangkap bagi nelayan, serta meningkatkan hasil tangkapan hingga tiga kali lipat.
Pada tahun 2008, DKP menyiapkan dana Rp 15 miliar untuk pengadaan rumpon. Jenis rumpon terdiri atas rumpon permukaan air (rumpon pelagis) dan dasar perairan (rumpon dasar). Rumpon yang dipasang di permukaan atau dasar laut merupakan ”hunian alternatif” yang memikat kelompok ikan untuk berlindung di dalamnya serta berkumpul di sekitar rumpon. Berkumpulnya ikan itu dimanfaatkan nelayan untuk menjaring ikan. (lkt) Jakarta, Kompas - Jumat, 19 September 2008
Label: Alat Penangkapan Ikan
Kamis, 15 April 2010
increase in aquaculture production
increase in aquaculture production.
aquaculture production can be enhanced by a variety of ways, increasing fish production is to be supported by improving cultivation techniques and methods. The traditional pattern of fish farming which produce low fish production can be enhanced by intensive fish farming.
The mastery of technology and improvement of fish farming facilities and infrastructure need to be owned by fish farmers, as this is a capital for fish farmers in increasing the number of its production.
This technology includes the improvement of cultivation techniques and cultivation technique of cultivation of hatchery rearing. Artificial spawning techniques is one example of the increasing value of fish production. The food is good quality and contain sufficient giji is also one example in an effort to increase fish production.
http://hobiikan.blogspot.com
aquaculture production can be enhanced by a variety of ways, increasing fish production is to be supported by improving cultivation techniques and methods. The traditional pattern of fish farming which produce low fish production can be enhanced by intensive fish farming.
The mastery of technology and improvement of fish farming facilities and infrastructure need to be owned by fish farmers, as this is a capital for fish farmers in increasing the number of its production.
This technology includes the improvement of cultivation techniques and cultivation technique of cultivation of hatchery rearing. Artificial spawning techniques is one example of the increasing value of fish production. The food is good quality and contain sufficient giji is also one example in an effort to increase fish production.
http://hobiikan.blogspot.com
Minapolitan Rumput Laut Mulai Ekspor
Minapolitan Rumput Laut Mulai Ekspor
Kawasan minapolitan rumput laut di Gorontalo memulai ekspor perdana rumput laut olahan berupa potongan (chips). Ekspor perdana chips rumput laut itu sekitar 17 ton dengan nilai ekspor sekitar 90.000 dollar AS.
Pabrik pengolahan rumput laut dikembangkan oleh badan usaha milik daerah (BUMD), PT Gorontalo Fitrah Mandiri. Komoditas chips rumput laut dipasarkan ke investor asal Malaysia, Vinakas Agromarine SDN.BHD.Direktur Operasional PT Go-rontalo Fitrah Mandiri, BUMD provinsi Gorontalo, Ronny Dj Ka-luku mengemukakan, kapasitas terpasang pabrik chips rumput laut itu 1 ton per hari. Adapun 1 ton chips rumput laut membutuhkan hanan baku 3,5-4 ton rumput laut kering.
"Pengolahan rumput laut dan jaminan pasar akan meningkatkan nilai tambah produk. Tanpa industri pengolahan, maka ekspor hanya akan terbatas pada luhan baku," ujar Ronny di sela-sela ekspor perdana chips rumput laut di Desa Pongongaila, Kecamatan Pulubala, Gorontalo.Kerja sama itu merupakan implementasi dari pembentukan kawasan minapolitan di Provinsi Gorontalo. Gorontalo ditetapkan sebagai kawasan minapolitan rumput laut dengan integrasi sentra produksi, pengolahan, dan pemasaran.
Kontrak ekspor chips rumput laut dimulai tahun 2010. Untuk tahap awal, jumlah ekspor berkisar 17 ton chips rumput laut.Harga jual chips rumput laut jauh lebih tinggi daripada balian baku mentah. Harga rumput laut kering di tingkat petani Rp 7.000-Rp 7.500 per kilogram (kg).Harga di tingkat pabrik Rp I2.000-Rp 13.000 per kg.Pengembangan rumput laut, ujar Ronny, diyakini akan mampu mengembangkan ekonomi daerah mengingat rumput laut telah dikembangkan di lima kabupaten, yakni Gorontalo, Bo-alemo, Pohuwato, Bone Bolango, dan Gorontalo Utara. Pihaknya masih harus bersaing dengan eksportir rumput laut yang menjual rumput laut gelondongan.
Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan sektor perikanan. Masa tanam rumput laut 45 hari. Diupayakan adanyakemitraan dengan kelompok petani rumput laut, meliputi penyuluhan, pembibitan, panen, dan penanganan pascapanen.Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah produksi rumput laut basah Indonesia berkisar 1,79 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 85 persen diekspor dan 15 persen diserap industri pengolahan dalam negeri.Saat ini jumlah pabrik pengolahan rumput laut di Indonesia baru 34 unit. Pabrik yang aktif hanya 20 pabrik, dengan utilitas kapasitas 60 persen. (LKT)
Sumber : Kompas 15 April 2010, Hal.18
Kawasan minapolitan rumput laut di Gorontalo memulai ekspor perdana rumput laut olahan berupa potongan (chips). Ekspor perdana chips rumput laut itu sekitar 17 ton dengan nilai ekspor sekitar 90.000 dollar AS.
Pabrik pengolahan rumput laut dikembangkan oleh badan usaha milik daerah (BUMD), PT Gorontalo Fitrah Mandiri. Komoditas chips rumput laut dipasarkan ke investor asal Malaysia, Vinakas Agromarine SDN.BHD.Direktur Operasional PT Go-rontalo Fitrah Mandiri, BUMD provinsi Gorontalo, Ronny Dj Ka-luku mengemukakan, kapasitas terpasang pabrik chips rumput laut itu 1 ton per hari. Adapun 1 ton chips rumput laut membutuhkan hanan baku 3,5-4 ton rumput laut kering.
"Pengolahan rumput laut dan jaminan pasar akan meningkatkan nilai tambah produk. Tanpa industri pengolahan, maka ekspor hanya akan terbatas pada luhan baku," ujar Ronny di sela-sela ekspor perdana chips rumput laut di Desa Pongongaila, Kecamatan Pulubala, Gorontalo.Kerja sama itu merupakan implementasi dari pembentukan kawasan minapolitan di Provinsi Gorontalo. Gorontalo ditetapkan sebagai kawasan minapolitan rumput laut dengan integrasi sentra produksi, pengolahan, dan pemasaran.
Kontrak ekspor chips rumput laut dimulai tahun 2010. Untuk tahap awal, jumlah ekspor berkisar 17 ton chips rumput laut.Harga jual chips rumput laut jauh lebih tinggi daripada balian baku mentah. Harga rumput laut kering di tingkat petani Rp 7.000-Rp 7.500 per kilogram (kg).Harga di tingkat pabrik Rp I2.000-Rp 13.000 per kg.Pengembangan rumput laut, ujar Ronny, diyakini akan mampu mengembangkan ekonomi daerah mengingat rumput laut telah dikembangkan di lima kabupaten, yakni Gorontalo, Bo-alemo, Pohuwato, Bone Bolango, dan Gorontalo Utara. Pihaknya masih harus bersaing dengan eksportir rumput laut yang menjual rumput laut gelondongan.
Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan sektor perikanan. Masa tanam rumput laut 45 hari. Diupayakan adanyakemitraan dengan kelompok petani rumput laut, meliputi penyuluhan, pembibitan, panen, dan penanganan pascapanen.Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah produksi rumput laut basah Indonesia berkisar 1,79 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 85 persen diekspor dan 15 persen diserap industri pengolahan dalam negeri.Saat ini jumlah pabrik pengolahan rumput laut di Indonesia baru 34 unit. Pabrik yang aktif hanya 20 pabrik, dengan utilitas kapasitas 60 persen. (LKT)
Sumber : Kompas 15 April 2010, Hal.18
Rabu, 14 April 2010
peningkatan produksi perikanan budidaya
peningkatan produksi perikanan budidaya.
produksi perikanan budidaya dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, peningkatan produksi perikanan ini perlu ditunjang oleh peningkatan tehnik dan cara berbudidaya. Pola berbudidaya ikan yang tradisional yang menghasilkan produksi ikan yang rendah dapat ditingkatkan dengan berbudidaya ikan yang intensif.
Penguasaan tehnologi budidaya ikan dan peningkatan sarana dan prasarana perlu dimiliki oleh pembudidaya ikan, karena hal ini merupakan modal bagi pembudidaya ikan dalam meningkatkan jumlah produksinya.
Tehnologi budidaya ini mencakup dari peningkatan tehnik budidaya pembenihan serta tehnik budidaya pembesaran. Tehnik pemijahan buatan merupakan salah satu contoh dalam meningkatkan nilai produksi ikan. Pemberian pakan yang berkualitas dan mengandung giji yang cukup juga merupakan salah satu contoh dalam upaya peningkatan produksi ikan.
http://hobiikan.blogspot.com
produksi perikanan budidaya dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, peningkatan produksi perikanan ini perlu ditunjang oleh peningkatan tehnik dan cara berbudidaya. Pola berbudidaya ikan yang tradisional yang menghasilkan produksi ikan yang rendah dapat ditingkatkan dengan berbudidaya ikan yang intensif.
Penguasaan tehnologi budidaya ikan dan peningkatan sarana dan prasarana perlu dimiliki oleh pembudidaya ikan, karena hal ini merupakan modal bagi pembudidaya ikan dalam meningkatkan jumlah produksinya.
Tehnologi budidaya ini mencakup dari peningkatan tehnik budidaya pembenihan serta tehnik budidaya pembesaran. Tehnik pemijahan buatan merupakan salah satu contoh dalam meningkatkan nilai produksi ikan. Pemberian pakan yang berkualitas dan mengandung giji yang cukup juga merupakan salah satu contoh dalam upaya peningkatan produksi ikan.
http://hobiikan.blogspot.com
Selasa, 13 April 2010
KKP buka 120 titik budidaya rumput laut
KKP buka 120 titik budidaya rumput laut
Direktur Pembenihan Ikan, Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ketut Sugama mengakui sulit mendapatkan rumput berkualitas.
Sebab, dalam teknik budidaya rumput laut, batas waktu produksi maksimal hanya tiga kali di lokasi, yang sama. "Setelah tiga kali bibit di daerah yang sama itu produktivitasnya turun, ini biologisnya," jelas Ketut di Jakarta, kemarin.
Untuk mengatasi seretnya pasokan bibit itu, tahun ini pemerintah akan membuka 120 titik budidaya bibit di daerah sentra rumput Iai5t. "Ini solusi kami untuk menjamin ketersediaan bibit rumput laut itu," ujar Ketut.
Pemerintah memang menargetkan produksi rumput laut meningkat 12% atau dari 2,574 juta ton pada tahun lalu menjadi 2,882 futa ton. Urbi/anura)
Sumber : Harian Terbit 12 April 2010.Hal.6
Direktur Pembenihan Ikan, Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ketut Sugama mengakui sulit mendapatkan rumput berkualitas.
Sebab, dalam teknik budidaya rumput laut, batas waktu produksi maksimal hanya tiga kali di lokasi, yang sama. "Setelah tiga kali bibit di daerah yang sama itu produktivitasnya turun, ini biologisnya," jelas Ketut di Jakarta, kemarin.
Untuk mengatasi seretnya pasokan bibit itu, tahun ini pemerintah akan membuka 120 titik budidaya bibit di daerah sentra rumput Iai5t. "Ini solusi kami untuk menjamin ketersediaan bibit rumput laut itu," ujar Ketut.
Pemerintah memang menargetkan produksi rumput laut meningkat 12% atau dari 2,574 juta ton pada tahun lalu menjadi 2,882 futa ton. Urbi/anura)
Sumber : Harian Terbit 12 April 2010.Hal.6
Ketekunan Seorang Ade di Kolam Lele
Ketekunan Seorang Ade di Kolam Lele
Memasuki Kampung Cibeureum RT 08 RW 08, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, terlihat berjajar sekitar 100 kolam terpal warna oranye tempat pembenihan ikan lele sangkuriang. Kampung yang dikenal sebagai sentra perajin sandal ini, kini menjadi sentra usaha pembenihan ikan lele sangkuriang. Ini berkat ketekunan Ade Mulyadi (32), anak kedua dari enam bersaudara pasangan Muchtar (59) dan Rohani (56), sejak dua tahun yang lalu.
Oleh FX PUNIMAN
Keberhasilan Ade mengembangkan usahanya seperti saat ini tentu tak lepas dari mental bajanya yang pantang menyerah. Meskipun kaki kanannya cacat karena polio sejak usia 3 tahun, dia berhasil mengembangkan usaha pembenihan ikan lele sangkuriang, lele butkan baru yang kini semakin populer, terutama di Bogor.
Pengembangan usaha baru, yakni pembenihan ikan lele oleh pemuda itu, boleh disebut sebagai pelopor usaha pembenihan ikan di sentra perajin sandal Cibeureum. Usahanya bukan main-main. Ade bersama 4 pekerjanya tiap hari mengawasi, merawat sekitar 100 kolam pembenihan, dan menabur pakan untuk benih ikan secara tepat waktu dan tepat takaran-nya. Kolam ikan itu tampak unik karena dibuat khusus dengan menggunakan terpal warna oranye yang biasa digunakan untuk tenda.
Menurut Ade, usaha pembenihan ikan lele sangkuriang ini diawali dengan kegagalan dalam mengembangkan usaha pembenihan ikan lele dumbo yang dimodali ayahnya. Saat itu, lebih dari Rp 75 juta uang yang dikeluarkan ayahnya untuk modal usaha pembenihan ikan lele dumbo amblas.
Tak pernah dijual, benih ikan itu mati diduga terserang penyakit," kata Muchtar, ayah Ade. Sebelum bergabung dengan anaknya mengusahakan pembenihan lele sangkuriang, Muchtar adalah pedagang di pasar dan perajin sandal.
Belajar
Suatu hari, Muchtar yahg beralih profesi menjadi pembenih ikan lele ini memperoleh keterangan tentang "pendekar lele sangkuriang" Nasrudin, di Kampung Sukabirus, Desa Gadog, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Maka, dia pun mendatangi Nasrudin untuk mencari tahu atau "berguru" ilmu perlelean.
Namun, Muchtar tidak lantas berguru secara langsung. Setelah pertemuan dengan Nasrudin dan mendapat gambaran mengenai usaha itu, Muchtar kemudian mengutus Ade untuk mengikuti pelatihan kepada Nasrudin. Setelah itu, Muchtar menyusul bersama dua anaknya yang lain, Wawan dan Trimulyana, untuk menimba ilmu mengenai pembenihan lele.
Ternyata, untuk menimba ilmu tentang lele tidak perlu waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan, apalagi bertahun-tahun. Ade mengikuti pelatihan hanya selama 3 hari di pusat pelatihan lele Nasrudin di Kampung Sukabirus. Dia sudah
memperoleh "jurus-jurus" jitu cara memelihara, memberikan pakan, dan mengatasi penyakit ikan secara tepat
Tanpa menunggu waktu lagi, bekal pengetahuan itu langsung diterapkan di lapangan. Ko-lam-kolam pun dibuat tidak dengan menggali tanah, sebagaimana layaknya kolam ikan yang kita kenal selama ini Mereka menggunakan terpal untuk membuat "kolam-kolam" itu, dan kemudian diisi benih ikan lele sangkuriang. Rupanya tanda-tanda keberhasilan usaha lele itu mulai tampak.
"Berangsur-angsur usaha kami itu, berhasil," kata Ade, akhir Maret lalu. Kematian benih lele seperti yang terjadi saat mengembangkan lele dumbo bisa mereka atasi Perlakuan khusus bisa menekan angka kematian benih. Saat ini, usaha mereka sudah jauh berkembang. Siang itu, misalnya, Ade baru saja melayani pembeli benih lele sangkuriang ukuran 4-6 cm sebanyak 4.000 ekor.
Kewalahan
Diawali dari 10 kolam terpal ukuran 2x4 meter untuk pembenihan, kini Ade yang mengembangkan usaha bersama ayah dan adiknya memiliki sekitar 100 kolam pembenihan ikan lele sangkuriang. Muchtar sendiri juga memiliki sekitar 10 kolam pembesaran ukuran 10 x 10 meter.
Satu paket induk lele sangkuriang terdiri dari 10 betina dan 5 jantan. Ade membeli induk lele pada Nasrudin seharga Rp 800.000 per paket Sejak menetas sampai dipanen, usia benih ikan lele sangkuriang ukuran 4-6 cm butuh waktu sekitar 50 hari. Setiap ekor induk lele sangkuriang bisa menghasilkan 70.000-100.000 ekor benih.
"Saat ini, setiap bulan kami baru bisa menjual 300.000 benih dengan harga Rp 150 per ekor," kata Ade. Pesanan benih lele memang terus mengalir.
Namun, tidak semua pesanan itu mampu dipenuhi Ade mencontohkan, adanya permintaan benih sebanyak 1 juta ekor setiap bulan dari pembeli warga Tangerang, Banten, tetapi permintaan itu tidak sanggup mereka penuhi
"Untuk melayani peternak ikan lele sangkuriang di daerah Kabupaten/Kota Bogor dan sekitarnya saja, kami masih kewalahan," kata Ade. Melihat kondisi seperti itu. Ade mencari jalan keluar dengan menyiapkan 10 orang binaan sebagai pembenih ikan lele sangkuriang.
Sementara Muchtar yang memiliki 10 kolam pembesaran mengisi kolamnya dengan 10.000 ekor benih ukur 4-6 cm. Dari 10.000 benih ini, setelah 45 hari dapat dipanen 1 ton ikan lele ukuran 6-7 ekor per kg. Harga jualnya saat ini Rp 10.500 per kg. "Dari panen 1 ton ikan itu, dipotong pakan dan biaya pemeliharaan, masih ada keuntungan sekitar Rp 3 juta," kata Muchtar.
Ade dan ayahnya, sebagai keluarga pelopor usaha pembenihan ikan lele di sentra Perajin Sandal Cibeureum ini, sekarang sering menerima kunjungan tamu yang ingin belajar budidaya ikan lele sangkuriang, baik untuk pembenihan maupun pembesaran. "Kami dengan senang hati menjelaskan bagaimana caranya menjadi pembudidaya ikan lele sangkuriang," kata Ade.
Dia mengatakan, pihaknya memang berkonsentrasi di bidang pembenihan untuk memasok mereka yang berusaha di bidang pembesaran lele sangkuriang. "Lebih menguntungkan jadi pembenih daripada pembesar ikan," kata Ade, seraya menambahkan bahwa kerugian puluhan juta rupiah yang dideritanya dua tahun yang lalu berangsur-angsur dapat ditutupi dari keuntungan penjualan benih ikan.
(FX PUNIMAN, Wartawan Tinggal di Bogor)
Sumber : Kompas, 12 April 2010.Hal.16
Memasuki Kampung Cibeureum RT 08 RW 08, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, terlihat berjajar sekitar 100 kolam terpal warna oranye tempat pembenihan ikan lele sangkuriang. Kampung yang dikenal sebagai sentra perajin sandal ini, kini menjadi sentra usaha pembenihan ikan lele sangkuriang. Ini berkat ketekunan Ade Mulyadi (32), anak kedua dari enam bersaudara pasangan Muchtar (59) dan Rohani (56), sejak dua tahun yang lalu.
Oleh FX PUNIMAN
Keberhasilan Ade mengembangkan usahanya seperti saat ini tentu tak lepas dari mental bajanya yang pantang menyerah. Meskipun kaki kanannya cacat karena polio sejak usia 3 tahun, dia berhasil mengembangkan usaha pembenihan ikan lele sangkuriang, lele butkan baru yang kini semakin populer, terutama di Bogor.
Pengembangan usaha baru, yakni pembenihan ikan lele oleh pemuda itu, boleh disebut sebagai pelopor usaha pembenihan ikan di sentra perajin sandal Cibeureum. Usahanya bukan main-main. Ade bersama 4 pekerjanya tiap hari mengawasi, merawat sekitar 100 kolam pembenihan, dan menabur pakan untuk benih ikan secara tepat waktu dan tepat takaran-nya. Kolam ikan itu tampak unik karena dibuat khusus dengan menggunakan terpal warna oranye yang biasa digunakan untuk tenda.
Menurut Ade, usaha pembenihan ikan lele sangkuriang ini diawali dengan kegagalan dalam mengembangkan usaha pembenihan ikan lele dumbo yang dimodali ayahnya. Saat itu, lebih dari Rp 75 juta uang yang dikeluarkan ayahnya untuk modal usaha pembenihan ikan lele dumbo amblas.
Tak pernah dijual, benih ikan itu mati diduga terserang penyakit," kata Muchtar, ayah Ade. Sebelum bergabung dengan anaknya mengusahakan pembenihan lele sangkuriang, Muchtar adalah pedagang di pasar dan perajin sandal.
Belajar
Suatu hari, Muchtar yahg beralih profesi menjadi pembenih ikan lele ini memperoleh keterangan tentang "pendekar lele sangkuriang" Nasrudin, di Kampung Sukabirus, Desa Gadog, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Maka, dia pun mendatangi Nasrudin untuk mencari tahu atau "berguru" ilmu perlelean.
Namun, Muchtar tidak lantas berguru secara langsung. Setelah pertemuan dengan Nasrudin dan mendapat gambaran mengenai usaha itu, Muchtar kemudian mengutus Ade untuk mengikuti pelatihan kepada Nasrudin. Setelah itu, Muchtar menyusul bersama dua anaknya yang lain, Wawan dan Trimulyana, untuk menimba ilmu mengenai pembenihan lele.
Ternyata, untuk menimba ilmu tentang lele tidak perlu waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan, apalagi bertahun-tahun. Ade mengikuti pelatihan hanya selama 3 hari di pusat pelatihan lele Nasrudin di Kampung Sukabirus. Dia sudah
memperoleh "jurus-jurus" jitu cara memelihara, memberikan pakan, dan mengatasi penyakit ikan secara tepat
Tanpa menunggu waktu lagi, bekal pengetahuan itu langsung diterapkan di lapangan. Ko-lam-kolam pun dibuat tidak dengan menggali tanah, sebagaimana layaknya kolam ikan yang kita kenal selama ini Mereka menggunakan terpal untuk membuat "kolam-kolam" itu, dan kemudian diisi benih ikan lele sangkuriang. Rupanya tanda-tanda keberhasilan usaha lele itu mulai tampak.
"Berangsur-angsur usaha kami itu, berhasil," kata Ade, akhir Maret lalu. Kematian benih lele seperti yang terjadi saat mengembangkan lele dumbo bisa mereka atasi Perlakuan khusus bisa menekan angka kematian benih. Saat ini, usaha mereka sudah jauh berkembang. Siang itu, misalnya, Ade baru saja melayani pembeli benih lele sangkuriang ukuran 4-6 cm sebanyak 4.000 ekor.
Kewalahan
Diawali dari 10 kolam terpal ukuran 2x4 meter untuk pembenihan, kini Ade yang mengembangkan usaha bersama ayah dan adiknya memiliki sekitar 100 kolam pembenihan ikan lele sangkuriang. Muchtar sendiri juga memiliki sekitar 10 kolam pembesaran ukuran 10 x 10 meter.
Satu paket induk lele sangkuriang terdiri dari 10 betina dan 5 jantan. Ade membeli induk lele pada Nasrudin seharga Rp 800.000 per paket Sejak menetas sampai dipanen, usia benih ikan lele sangkuriang ukuran 4-6 cm butuh waktu sekitar 50 hari. Setiap ekor induk lele sangkuriang bisa menghasilkan 70.000-100.000 ekor benih.
"Saat ini, setiap bulan kami baru bisa menjual 300.000 benih dengan harga Rp 150 per ekor," kata Ade. Pesanan benih lele memang terus mengalir.
Namun, tidak semua pesanan itu mampu dipenuhi Ade mencontohkan, adanya permintaan benih sebanyak 1 juta ekor setiap bulan dari pembeli warga Tangerang, Banten, tetapi permintaan itu tidak sanggup mereka penuhi
"Untuk melayani peternak ikan lele sangkuriang di daerah Kabupaten/Kota Bogor dan sekitarnya saja, kami masih kewalahan," kata Ade. Melihat kondisi seperti itu. Ade mencari jalan keluar dengan menyiapkan 10 orang binaan sebagai pembenih ikan lele sangkuriang.
Sementara Muchtar yang memiliki 10 kolam pembesaran mengisi kolamnya dengan 10.000 ekor benih ukur 4-6 cm. Dari 10.000 benih ini, setelah 45 hari dapat dipanen 1 ton ikan lele ukuran 6-7 ekor per kg. Harga jualnya saat ini Rp 10.500 per kg. "Dari panen 1 ton ikan itu, dipotong pakan dan biaya pemeliharaan, masih ada keuntungan sekitar Rp 3 juta," kata Muchtar.
Ade dan ayahnya, sebagai keluarga pelopor usaha pembenihan ikan lele di sentra Perajin Sandal Cibeureum ini, sekarang sering menerima kunjungan tamu yang ingin belajar budidaya ikan lele sangkuriang, baik untuk pembenihan maupun pembesaran. "Kami dengan senang hati menjelaskan bagaimana caranya menjadi pembudidaya ikan lele sangkuriang," kata Ade.
Dia mengatakan, pihaknya memang berkonsentrasi di bidang pembenihan untuk memasok mereka yang berusaha di bidang pembesaran lele sangkuriang. "Lebih menguntungkan jadi pembenih daripada pembesar ikan," kata Ade, seraya menambahkan bahwa kerugian puluhan juta rupiah yang dideritanya dua tahun yang lalu berangsur-angsur dapat ditutupi dari keuntungan penjualan benih ikan.
(FX PUNIMAN, Wartawan Tinggal di Bogor)
Sumber : Kompas, 12 April 2010.Hal.16
Jumat, 09 April 2010
20 Provinsi Delegasikan Izin Kapal Ikan
20 Provinsi Delegasikan Izin Kapal Ikan
Sebanyak 20 provinsi menyatakan kesiapannya untuk melakukan pendelegasian dalam mengeluarkan perizinan bagi kapal penangkap ikan. Hal tersebut dalam rangka menindaklanjuti kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KP) di mana perizinan bagi kapal 30 grosston (GT) sampai 60 GT akan didelegasikan ke provinsi yang sebelumnya izin dikeluarkan oleh pusat.
Ke-20 provinsi tersebut meliputi Bali, Bangka Belitung, Banten, Bengkulu, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau, Lampung, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Papua, Sulawasi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Demikian disampaikan Dirjen Perikanan Tangkap (PT) Kemen KP Dedy Sutisna kepada SH seusai memimpin rapat kerja teknis Ditjen PT, Selasa (6/4). "Baru 20 provinsi yang merespons setelah edaran dibuat. Sisanya sampai sekarang belum ada surat sehingga saya beranggapan yang tidak berkirim surat itu belum siap," ungkapnya.
Menurut Dedy, dalam membuat perizinan tidak mudah sebab dokumennya dan pelaporannya harus bagus karena menyangkut sumber daya ikan. Namun, lanjutnya, pembuatan izin kapal penangkapan ikan oleh Kemen KP tidak bertentangan dengan UU Perhubungan No 17 Tahun 2008.
Wewenang Kementerian Perhubungan hanya berkaitan dengan dokumen kapal awal, seperti surat ukur dan gross akta, sedangkan jika kapal yang berhubungan dengan penangkapan dan pengangkutan ikan harus ada surat izin menangkap ikan dari Kemen KP
Diakui Dedy, terkait syahbandar Kemenhub yang selama ini mengeluarkan Surat izin Berlayar (SIB), sebagian telah menyerahkan wewenang SIB kapal ikan kepada Kemen KP Respons masing-masing berbeda, seperti di Pelabuhan Ratu, Bitung, Kendari bagus, tetapi di Belawan masih masalah. "Itu bukan kesalahan daerah, namun akibat ulah oknum perhubungan," tegasnya.
Sementara itu, terkait realisasi penghapusan retribusi nelayan. Dedy menyebutkan, hingga saat ini, ada 55 persen kabupaten dari seluruh provinsi yang telah melakukan penghapusan retribusi, yaitu untuk nelayan dengan kapal 20 GT sesuai UU Perikanan No 31 Tahun 2004.
Kompensasi DAK akan diberikan apabila dua syarat tambahan terpenuhi, yaitu tidak memungut retribusi serta tercapainya target kontrak produksi, seperti di perikanan tangkap mencapai 2,1 persen per tahun peningkatannya, begitu pula di sektor budi daya.
Sementara itu, DAK yang disiapkan untuk pelabuhan dan kapal penangkap ikan Rp 2-3 miliar per tahun per kabupaten. Jika kedua syarat tersebut dapat dipenuhi, persentase kenaikan DAK bisa mencapai 100 persen atau menjadi Rp 4-6 miliar per tahun per kabupaten, (effatha tambunan)
Sumber : Sinar Harapan 7 April 2010, Hal. 15
Sebanyak 20 provinsi menyatakan kesiapannya untuk melakukan pendelegasian dalam mengeluarkan perizinan bagi kapal penangkap ikan. Hal tersebut dalam rangka menindaklanjuti kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KP) di mana perizinan bagi kapal 30 grosston (GT) sampai 60 GT akan didelegasikan ke provinsi yang sebelumnya izin dikeluarkan oleh pusat.
Ke-20 provinsi tersebut meliputi Bali, Bangka Belitung, Banten, Bengkulu, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau, Lampung, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Papua, Sulawasi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Demikian disampaikan Dirjen Perikanan Tangkap (PT) Kemen KP Dedy Sutisna kepada SH seusai memimpin rapat kerja teknis Ditjen PT, Selasa (6/4). "Baru 20 provinsi yang merespons setelah edaran dibuat. Sisanya sampai sekarang belum ada surat sehingga saya beranggapan yang tidak berkirim surat itu belum siap," ungkapnya.
Menurut Dedy, dalam membuat perizinan tidak mudah sebab dokumennya dan pelaporannya harus bagus karena menyangkut sumber daya ikan. Namun, lanjutnya, pembuatan izin kapal penangkapan ikan oleh Kemen KP tidak bertentangan dengan UU Perhubungan No 17 Tahun 2008.
Wewenang Kementerian Perhubungan hanya berkaitan dengan dokumen kapal awal, seperti surat ukur dan gross akta, sedangkan jika kapal yang berhubungan dengan penangkapan dan pengangkutan ikan harus ada surat izin menangkap ikan dari Kemen KP
Diakui Dedy, terkait syahbandar Kemenhub yang selama ini mengeluarkan Surat izin Berlayar (SIB), sebagian telah menyerahkan wewenang SIB kapal ikan kepada Kemen KP Respons masing-masing berbeda, seperti di Pelabuhan Ratu, Bitung, Kendari bagus, tetapi di Belawan masih masalah. "Itu bukan kesalahan daerah, namun akibat ulah oknum perhubungan," tegasnya.
Sementara itu, terkait realisasi penghapusan retribusi nelayan. Dedy menyebutkan, hingga saat ini, ada 55 persen kabupaten dari seluruh provinsi yang telah melakukan penghapusan retribusi, yaitu untuk nelayan dengan kapal 20 GT sesuai UU Perikanan No 31 Tahun 2004.
Kompensasi DAK akan diberikan apabila dua syarat tambahan terpenuhi, yaitu tidak memungut retribusi serta tercapainya target kontrak produksi, seperti di perikanan tangkap mencapai 2,1 persen per tahun peningkatannya, begitu pula di sektor budi daya.
Sementara itu, DAK yang disiapkan untuk pelabuhan dan kapal penangkap ikan Rp 2-3 miliar per tahun per kabupaten. Jika kedua syarat tersebut dapat dipenuhi, persentase kenaikan DAK bisa mencapai 100 persen atau menjadi Rp 4-6 miliar per tahun per kabupaten, (effatha tambunan)
Sumber : Sinar Harapan 7 April 2010, Hal. 15
Kamis, 08 April 2010
Ekspor Ikan Jabar Capai US$ 9,3 Juta
Ekspor Ikan Jabar Capai US$ 9,3 Juta
Pemprov Jawa Barat (Jabar) bertekad memanfaatkan potensi perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menjadikan sektor perikanan sebagai lokomotif ekonomi Jabar.
Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jabar, wilayah Jabar memiliki potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang sangat besar. Hal ini terlihat dari kondisi eksisting potensi perairan umum, seperti pantai yang panjangnya mencapai 805 kilometer, sungai dengan panjang 13.666 kilometer, areal budi daya perikanan yang cukup luas mencapai 58.698 hektare, danau/situ seluas 4.757 hektare, dan tiga waduk besar, yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur dengan luas total mencapai 21.429 hektare. Adapun produksi perikanan Jabar tahun 2009 secara keseluruhan mencapai 628.800 ton, per tahun.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jabar Ahmad Hadadi. kepada SH, di Bandung, Selasa (6/4), menuturkan, hingga awal Januari 2010, Jabar mengekspor ikan sebanyak 4.470 ton atau senilai US$ 9,3 Juta. Adapun negara tujuan ekspor meliputi Asia Tenggara, Asia Timur, Amerika, Eropa, Afrika, dan Timur Tengah.
"Produksi laut di Jabar baru 3,8 persen dari total produksi industri perikanan di Jabar yang mencapai 114.700 ton. Jumlah tersebut 60,4 persen didominasi oleh olahan hasil laut, dengan jumlah pengolah mencapai 3.327 unit, yang menyerap tenaga kerja 37.000 orang. Jumlah ini ke depannya harus lebih ditingkatkan,"ujar dia.(fat)
Sumber : Sinar Harapan 7 April 2010,Hal.15
Pemprov Jawa Barat (Jabar) bertekad memanfaatkan potensi perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menjadikan sektor perikanan sebagai lokomotif ekonomi Jabar.
Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jabar, wilayah Jabar memiliki potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang sangat besar. Hal ini terlihat dari kondisi eksisting potensi perairan umum, seperti pantai yang panjangnya mencapai 805 kilometer, sungai dengan panjang 13.666 kilometer, areal budi daya perikanan yang cukup luas mencapai 58.698 hektare, danau/situ seluas 4.757 hektare, dan tiga waduk besar, yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur dengan luas total mencapai 21.429 hektare. Adapun produksi perikanan Jabar tahun 2009 secara keseluruhan mencapai 628.800 ton, per tahun.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jabar Ahmad Hadadi. kepada SH, di Bandung, Selasa (6/4), menuturkan, hingga awal Januari 2010, Jabar mengekspor ikan sebanyak 4.470 ton atau senilai US$ 9,3 Juta. Adapun negara tujuan ekspor meliputi Asia Tenggara, Asia Timur, Amerika, Eropa, Afrika, dan Timur Tengah.
"Produksi laut di Jabar baru 3,8 persen dari total produksi industri perikanan di Jabar yang mencapai 114.700 ton. Jumlah tersebut 60,4 persen didominasi oleh olahan hasil laut, dengan jumlah pengolah mencapai 3.327 unit, yang menyerap tenaga kerja 37.000 orang. Jumlah ini ke depannya harus lebih ditingkatkan,"ujar dia.(fat)
Sumber : Sinar Harapan 7 April 2010,Hal.15
Rabu, 07 April 2010
Fadel Berjanji Hapus PPN Produk Pakan Ikan
Fadel Berjanji Hapus PPN Produk Pakan Ikan
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad berjanji akan mengusahakan penghapusan pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk produk pakan ikan. Saya akan membicarakannya dalam sidang kabinet," ujar Fadel di kantornya kemarin.Kebutuhan akan pakan ikan mencapai 60 persen dari biaya produksi ikan. Sehingga, jika pakan ikan dikenai PPN, biaya produksi budi daya ikan akan meningkat.
Sumber : Koran Tempo, 6 Maret 2010.hal. A18
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad berjanji akan mengusahakan penghapusan pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk produk pakan ikan. Saya akan membicarakannya dalam sidang kabinet," ujar Fadel di kantornya kemarin.Kebutuhan akan pakan ikan mencapai 60 persen dari biaya produksi ikan. Sehingga, jika pakan ikan dikenai PPN, biaya produksi budi daya ikan akan meningkat.
Sumber : Koran Tempo, 6 Maret 2010.hal. A18
Sabtu, 03 April 2010
Mengintip hilir rumput laut
Mengintip hilir rumput laut
Kebijakan buka tutup ekspor menjamin pasokan bahan baku
Rumput laut menjadi komoditas utama pemacu peningkatan hasil laut. Namun sejauh ini, peran Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang komiditas itu. Sementara, nilai tambah industri berbasis rumput laut yang dinikmati di dalam negeri masih jauh panggang dari api. Setidaknya sekitar 20 unit pabrik pengolahan rumput laut di dalam negeri pun belum beroperasi optimal karena alasan bahan baku.
Itu mengapa Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang karena bahan baku rumput laut lebih banyak mengalir ke negara lain, seperti China dan Filipina. Nilai tambah produk olahannya pun lebih banyak dinikmati negara lain dan masuk ke Indonesia sebagai barang konsumsi impor. Ironis!
Tidak berlebihan jika pemerin-, tah berencana menerapkan kebijakan buka tutup ekspor rumput laut pada 2012 untuk mengoptimalkan suplai bahan baku komoditas ini ke industri hilir di dalam negeri. Direktur Usaha dan Investasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Nikijuluw menuturkan lima unit pabrik pengolahan rumput laut ini akan berdiri di Semarang, Surakarta, Maumere, Pulau Seram Barat, dan Sulawesi Tenggara.
"Lima industri pengolahan ini diperkirakan akan menyerap 300 ton hingga 500 ton per bulan rumput laut kering. Investasi setiap pabrik diperkirakan mencapai Rp30 miliar hingga RpSO miliar," ujarnya kemarin. Menurut dia, upaya ini untuk membuka industri pengolahan rumput laut ini sebagai persiapan rencana diberlakukannya sistem buka tutup untuk ekspor rumput laut.
Victor menyatakan saat ini 85% impor produk rumput laut dikirimkan ke China, Filipina, dan Malaysia, sementara sisanya dipasok untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Alex S.W. Retrau-bun menyatakan Indonesia membutuhkan investasi baru hingga Rpl triliun dalam 5 tahun ke depan untuk membangun industri pengolahan rumput laut.
"Selama puluhan tahun Indonesia menjadi produsen rumput laut terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 600.000 ton rumput laut kering per tahun atau setara dengan 50% produksi dunia yang mencapai 1,2 juta ton pertahun."
Namun demikian, keluhnya, sebagian besar produksi rumput laut masih diekspor dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah rendah.
"Struktur industri rumput laut di dalam negeri masih kosong. Dibutuhkan investasi Rp600 mi-liar-Rpl triliun untuk mengembangkan industri pengolahannya. Padahal, potensi bahan baku kita ini besar dan hampir seluruhnya diekspor."
Banyak kendala
Victor megakui banyak kendala yang dirasakan oleh industri pengolahan rumput laut ini. Setidaknya sekitar 20 industri pengolahan tidak semua utilisasinya maksimal. Hal itu disebabkan oleh pengusaha enggan untuk mencadangkan bahan baku rumput laut.
Pengusaha merasa bisa mendapatkan rumput laut kapan saja dengan demikian mereka tidak pernah memenuhi gudang dengan maksimal. Selain itu, katanya, banyak pedagang yang membeli rumput laut dari petani dan bersaing dengan industri pengolahan rumput laut ini.
"Jadi ketika pedagang ini memberikan harga yang lebih besar dibandingkan industri dengan selisih yang sebenarnya tidak terlalu signifikan, petani condong menjual pada harga beli yang lebih tinggi," katanya. Menurut Victor, industri memang tidak dapat memberikan harga yang terlalu tinggi karena sudah berinvestasi pada pola kemitraan dan pembinaan masyarakat lokal.
Oleh karena itu, tambahnya, pemerintah mendorong agar industri dapat mengembangkan pola kemitraan dengan petani. Dengan demikian, katanya, aksi beli rumput laut secara on the spot dapat berubah menjadi kontrak yang jangka panjang.
Di sisi lain, katanya, hal ini .ikan mengikat petani agar tidak menjual rumput laut ke pedagang lain. Menyoal keterlibatan perbankan, Alex optimistis potensi bisnis rumput laut ini lambat laun akan dilirik perbankan sehingga masalah pendanaan bagi sektor ini dapat dicarikan jalan keluarnya.
"Industri ini bahkan telah dimasukkan Kementerian Perindustrian sebagai sektor pionir untuk mendapatkan fasilitas pajak," tegasnya. Rumput laut, ujarnya, merupakan komoditas yang dapat berkembang subur di perairan Indonesia. Dengan masa tanam yang relatif singkat yakni hanya 45 hari, komoditas ini justru bisa dijual dengan harga relatif tinggi yakni sekitar Rp7.000-Rp 10.000 per kg.
Di dalam rancangan cetak biru industri rumput laut nasional, lanjut Alex, Kemenperin akan mendongkrak produksi rumput laut hingga 389% dari 2,57 juta ton menjadi 10 juta ton pada 2014. Yang terpenting sebenarnya adalah koordinasi dua instansi ini, yaitu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selama ini, dua instansi ini masih memiliki kebijakan yang tumpang-tindih untuk mengembangkan rumput laut.
Jika rumput laut memang layak dijadikan komoditas ung-gulanjebih baik pemerintah segera mengambil komitmen nasional. Mengandalkan Kemenperin atau KKP saja, rumput laut hanya akan berhenti dijual kering seperti selama ini. (dieno.lestari@-bisnts.co. id/aprikn. hemanda@bisnis. co.id)Mengintip hilir rumput laut
Kebijakan buka tutup ekspor menjamin pasokan bahan baku
OLEH DIENA LESTARI
&
APRIKA R. HERNANDA
Bisnis Indonesia
Rumput laut menjadi komoditas utama pemacu peningkatan hasil laut. Namun sejauh ini, peran Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang komiditas itu. Sementara, nilai tambah industri berbasis rumput laut yang dinikmati di dalam negeri masih jauh panggang dari api. Setidaknya sekitar 20 unit pabrik pengolahan rumput laut di dalam negeri pun belum beroperasi optimal karena alasan bahan baku.
Itu mengapa Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang karena bahan baku rumput laut lebih banyak mengalir ke negara lain, seperti China dan Filipina. Nilai tambah produk olahannya pun lebih banyak dinikmati negara lain dan masuk ke Indonesia sebagai barang konsumsi impor. Ironis!
Tidak berlebihan jika pemerin-, tah berencana menerapkan kebijakan buka tutup ekspor rumput laut pada 2012 untuk mengoptimalkan suplai bahan baku komoditas ini ke industri hilir di dalam negeri. Direktur Usaha dan Investasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Nikijuluw menuturkan lima unit pabrik pengolahan rumput laut ini akan berdiri di Semarang, Surakarta, Maumere, Pulau Seram Barat, dan Sulawesi Tenggara.
"Lima industri pengolahan ini diperkirakan akan menyerap 300 ton hingga 500 ton per bulan rumput laut kering. Investasi setiap pabrik diperkirakan mencapai Rp30 miliar hingga RpSO miliar," ujarnya kemarin. Menurut dia, upaya ini untuk membuka industri pengolahan rumput laut ini sebagai persiapan rencana diberlakukannya sistem buka tutup untuk ekspor rumput laut.
Victor menyatakan saat ini 85% impor produk rumput laut dikirimkan ke China, Filipina, dan Malaysia, sementara sisanya dipasok untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Alex S.W. Retrau-bun menyatakan Indonesia membutuhkan investasi baru hingga Rpl triliun dalam 5 tahun ke depan untuk membangun industri pengolahan rumput laut.
"Selama puluhan tahun Indonesia menjadi produsen rumput laut terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 600.000 ton rumput laut kering per tahun atau setara dengan 50% produksi dunia yang mencapai 1,2 juta ton pertahun."
Namun demikian, keluhnya, sebagian besar produksi rumput laut masih diekspor dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah rendah.
"Struktur industri rumput laut di dalam negeri masih kosong. Dibutuhkan investasi Rp600 mi-liar-Rpl triliun untuk mengembangkan industri pengolahannya. Padahal, potensi bahan baku kita ini besar dan hampir seluruhnya diekspor."
Banyak kendala
Victor megakui banyak kendala yang dirasakan oleh industri pengolahan rumput laut ini. Setidaknya sekitar 20 industri pengolahan tidak semua utilisasinya maksimal. Hal itu disebabkan oleh pengusaha enggan untuk mencadangkan bahan baku rumput laut.
Pengusaha merasa bisa mendapatkan rumput laut kapan saja dengan demikian mereka tidak pernah memenuhi gudang dengan maksimal. Selain itu, katanya, banyak pedagang yang membeli rumput laut dari petani dan bersaing dengan industri pengolahan rumput laut ini.
"Jadi ketika pedagang ini memberikan harga yang lebih besar dibandingkan industri dengan selisih yang sebenarnya tidak terlalu signifikan, petani condong menjual pada harga beli yang lebih tinggi," katanya. Menurut Victor, industri memang tidak dapat memberikan harga yang terlalu tinggi karena sudah berinvestasi pada pola kemitraan dan pembinaan masyarakat lokal.
Oleh karena itu, tambahnya, pemerintah mendorong agar industri dapat mengembangkan pola kemitraan dengan petani. Dengan demikian, katanya, aksi beli rumput laut secara on the spot dapat berubah menjadi kontrak yang jangka panjang.
Di sisi lain, katanya, hal ini .ikan mengikat petani agar tidak menjual rumput laut ke pedagang lain. Menyoal keterlibatan perbankan, Alex optimistis potensi bisnis rumput laut ini lambat laun akan dilirik perbankan sehingga masalah pendanaan bagi sektor ini dapat dicarikan jalan keluarnya.
"Industri ini bahkan telah dimasukkan Kementerian Perindustrian sebagai sektor pionir untuk mendapatkan fasilitas pajak," tegasnya. Rumput laut, ujarnya, merupakan komoditas yang dapat berkembang subur di perairan Indonesia. Dengan masa tanam yang relatif singkat yakni hanya 45 hari, komoditas ini justru bisa dijual dengan harga relatif tinggi yakni sekitar Rp7.000-Rp 10.000 per kg.
Di dalam rancangan cetak biru industri rumput laut nasional, lanjut Alex, Kemenperin akan mendongkrak produksi rumput laut hingga 389% dari 2,57 juta ton menjadi 10 juta ton pada 2014. Yang terpenting sebenarnya adalah koordinasi dua instansi ini, yaitu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selama ini, dua instansi ini masih memiliki kebijakan yang tumpang-tindih untuk mengembangkan rumput laut.
Jika rumput laut memang layak dijadikan komoditas ung-gulanjebih baik pemerintah segera mengambil komitmen nasional. Mengandalkan Kemenperin atau KKP saja, rumput laut hanya akan berhenti dijual kering seperti selama ini.
Sumber : Bisnis Indonesia Hal :i7
Kebijakan buka tutup ekspor menjamin pasokan bahan baku
Rumput laut menjadi komoditas utama pemacu peningkatan hasil laut. Namun sejauh ini, peran Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang komiditas itu. Sementara, nilai tambah industri berbasis rumput laut yang dinikmati di dalam negeri masih jauh panggang dari api. Setidaknya sekitar 20 unit pabrik pengolahan rumput laut di dalam negeri pun belum beroperasi optimal karena alasan bahan baku.
Itu mengapa Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang karena bahan baku rumput laut lebih banyak mengalir ke negara lain, seperti China dan Filipina. Nilai tambah produk olahannya pun lebih banyak dinikmati negara lain dan masuk ke Indonesia sebagai barang konsumsi impor. Ironis!
Tidak berlebihan jika pemerin-, tah berencana menerapkan kebijakan buka tutup ekspor rumput laut pada 2012 untuk mengoptimalkan suplai bahan baku komoditas ini ke industri hilir di dalam negeri. Direktur Usaha dan Investasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Nikijuluw menuturkan lima unit pabrik pengolahan rumput laut ini akan berdiri di Semarang, Surakarta, Maumere, Pulau Seram Barat, dan Sulawesi Tenggara.
"Lima industri pengolahan ini diperkirakan akan menyerap 300 ton hingga 500 ton per bulan rumput laut kering. Investasi setiap pabrik diperkirakan mencapai Rp30 miliar hingga RpSO miliar," ujarnya kemarin. Menurut dia, upaya ini untuk membuka industri pengolahan rumput laut ini sebagai persiapan rencana diberlakukannya sistem buka tutup untuk ekspor rumput laut.
Victor menyatakan saat ini 85% impor produk rumput laut dikirimkan ke China, Filipina, dan Malaysia, sementara sisanya dipasok untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Alex S.W. Retrau-bun menyatakan Indonesia membutuhkan investasi baru hingga Rpl triliun dalam 5 tahun ke depan untuk membangun industri pengolahan rumput laut.
"Selama puluhan tahun Indonesia menjadi produsen rumput laut terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 600.000 ton rumput laut kering per tahun atau setara dengan 50% produksi dunia yang mencapai 1,2 juta ton pertahun."
Namun demikian, keluhnya, sebagian besar produksi rumput laut masih diekspor dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah rendah.
"Struktur industri rumput laut di dalam negeri masih kosong. Dibutuhkan investasi Rp600 mi-liar-Rpl triliun untuk mengembangkan industri pengolahannya. Padahal, potensi bahan baku kita ini besar dan hampir seluruhnya diekspor."
Banyak kendala
Victor megakui banyak kendala yang dirasakan oleh industri pengolahan rumput laut ini. Setidaknya sekitar 20 industri pengolahan tidak semua utilisasinya maksimal. Hal itu disebabkan oleh pengusaha enggan untuk mencadangkan bahan baku rumput laut.
Pengusaha merasa bisa mendapatkan rumput laut kapan saja dengan demikian mereka tidak pernah memenuhi gudang dengan maksimal. Selain itu, katanya, banyak pedagang yang membeli rumput laut dari petani dan bersaing dengan industri pengolahan rumput laut ini.
"Jadi ketika pedagang ini memberikan harga yang lebih besar dibandingkan industri dengan selisih yang sebenarnya tidak terlalu signifikan, petani condong menjual pada harga beli yang lebih tinggi," katanya. Menurut Victor, industri memang tidak dapat memberikan harga yang terlalu tinggi karena sudah berinvestasi pada pola kemitraan dan pembinaan masyarakat lokal.
Oleh karena itu, tambahnya, pemerintah mendorong agar industri dapat mengembangkan pola kemitraan dengan petani. Dengan demikian, katanya, aksi beli rumput laut secara on the spot dapat berubah menjadi kontrak yang jangka panjang.
Di sisi lain, katanya, hal ini .ikan mengikat petani agar tidak menjual rumput laut ke pedagang lain. Menyoal keterlibatan perbankan, Alex optimistis potensi bisnis rumput laut ini lambat laun akan dilirik perbankan sehingga masalah pendanaan bagi sektor ini dapat dicarikan jalan keluarnya.
"Industri ini bahkan telah dimasukkan Kementerian Perindustrian sebagai sektor pionir untuk mendapatkan fasilitas pajak," tegasnya. Rumput laut, ujarnya, merupakan komoditas yang dapat berkembang subur di perairan Indonesia. Dengan masa tanam yang relatif singkat yakni hanya 45 hari, komoditas ini justru bisa dijual dengan harga relatif tinggi yakni sekitar Rp7.000-Rp 10.000 per kg.
Di dalam rancangan cetak biru industri rumput laut nasional, lanjut Alex, Kemenperin akan mendongkrak produksi rumput laut hingga 389% dari 2,57 juta ton menjadi 10 juta ton pada 2014. Yang terpenting sebenarnya adalah koordinasi dua instansi ini, yaitu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selama ini, dua instansi ini masih memiliki kebijakan yang tumpang-tindih untuk mengembangkan rumput laut.
Jika rumput laut memang layak dijadikan komoditas ung-gulanjebih baik pemerintah segera mengambil komitmen nasional. Mengandalkan Kemenperin atau KKP saja, rumput laut hanya akan berhenti dijual kering seperti selama ini. (dieno.lestari@-bisnts.co. id/aprikn. hemanda@bisnis. co.id)Mengintip hilir rumput laut
Kebijakan buka tutup ekspor menjamin pasokan bahan baku
OLEH DIENA LESTARI
&
APRIKA R. HERNANDA
Bisnis Indonesia
Rumput laut menjadi komoditas utama pemacu peningkatan hasil laut. Namun sejauh ini, peran Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang komiditas itu. Sementara, nilai tambah industri berbasis rumput laut yang dinikmati di dalam negeri masih jauh panggang dari api. Setidaknya sekitar 20 unit pabrik pengolahan rumput laut di dalam negeri pun belum beroperasi optimal karena alasan bahan baku.
Itu mengapa Indonesia hanya berhenti sebagai pedagang karena bahan baku rumput laut lebih banyak mengalir ke negara lain, seperti China dan Filipina. Nilai tambah produk olahannya pun lebih banyak dinikmati negara lain dan masuk ke Indonesia sebagai barang konsumsi impor. Ironis!
Tidak berlebihan jika pemerin-, tah berencana menerapkan kebijakan buka tutup ekspor rumput laut pada 2012 untuk mengoptimalkan suplai bahan baku komoditas ini ke industri hilir di dalam negeri. Direktur Usaha dan Investasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Nikijuluw menuturkan lima unit pabrik pengolahan rumput laut ini akan berdiri di Semarang, Surakarta, Maumere, Pulau Seram Barat, dan Sulawesi Tenggara.
"Lima industri pengolahan ini diperkirakan akan menyerap 300 ton hingga 500 ton per bulan rumput laut kering. Investasi setiap pabrik diperkirakan mencapai Rp30 miliar hingga RpSO miliar," ujarnya kemarin. Menurut dia, upaya ini untuk membuka industri pengolahan rumput laut ini sebagai persiapan rencana diberlakukannya sistem buka tutup untuk ekspor rumput laut.
Victor menyatakan saat ini 85% impor produk rumput laut dikirimkan ke China, Filipina, dan Malaysia, sementara sisanya dipasok untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Alex S.W. Retrau-bun menyatakan Indonesia membutuhkan investasi baru hingga Rpl triliun dalam 5 tahun ke depan untuk membangun industri pengolahan rumput laut.
"Selama puluhan tahun Indonesia menjadi produsen rumput laut terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 600.000 ton rumput laut kering per tahun atau setara dengan 50% produksi dunia yang mencapai 1,2 juta ton pertahun."
Namun demikian, keluhnya, sebagian besar produksi rumput laut masih diekspor dalam bentuk bahan mentah sehingga nilai tambah rendah.
"Struktur industri rumput laut di dalam negeri masih kosong. Dibutuhkan investasi Rp600 mi-liar-Rpl triliun untuk mengembangkan industri pengolahannya. Padahal, potensi bahan baku kita ini besar dan hampir seluruhnya diekspor."
Banyak kendala
Victor megakui banyak kendala yang dirasakan oleh industri pengolahan rumput laut ini. Setidaknya sekitar 20 industri pengolahan tidak semua utilisasinya maksimal. Hal itu disebabkan oleh pengusaha enggan untuk mencadangkan bahan baku rumput laut.
Pengusaha merasa bisa mendapatkan rumput laut kapan saja dengan demikian mereka tidak pernah memenuhi gudang dengan maksimal. Selain itu, katanya, banyak pedagang yang membeli rumput laut dari petani dan bersaing dengan industri pengolahan rumput laut ini.
"Jadi ketika pedagang ini memberikan harga yang lebih besar dibandingkan industri dengan selisih yang sebenarnya tidak terlalu signifikan, petani condong menjual pada harga beli yang lebih tinggi," katanya. Menurut Victor, industri memang tidak dapat memberikan harga yang terlalu tinggi karena sudah berinvestasi pada pola kemitraan dan pembinaan masyarakat lokal.
Oleh karena itu, tambahnya, pemerintah mendorong agar industri dapat mengembangkan pola kemitraan dengan petani. Dengan demikian, katanya, aksi beli rumput laut secara on the spot dapat berubah menjadi kontrak yang jangka panjang.
Di sisi lain, katanya, hal ini .ikan mengikat petani agar tidak menjual rumput laut ke pedagang lain. Menyoal keterlibatan perbankan, Alex optimistis potensi bisnis rumput laut ini lambat laun akan dilirik perbankan sehingga masalah pendanaan bagi sektor ini dapat dicarikan jalan keluarnya.
"Industri ini bahkan telah dimasukkan Kementerian Perindustrian sebagai sektor pionir untuk mendapatkan fasilitas pajak," tegasnya. Rumput laut, ujarnya, merupakan komoditas yang dapat berkembang subur di perairan Indonesia. Dengan masa tanam yang relatif singkat yakni hanya 45 hari, komoditas ini justru bisa dijual dengan harga relatif tinggi yakni sekitar Rp7.000-Rp 10.000 per kg.
Di dalam rancangan cetak biru industri rumput laut nasional, lanjut Alex, Kemenperin akan mendongkrak produksi rumput laut hingga 389% dari 2,57 juta ton menjadi 10 juta ton pada 2014. Yang terpenting sebenarnya adalah koordinasi dua instansi ini, yaitu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selama ini, dua instansi ini masih memiliki kebijakan yang tumpang-tindih untuk mengembangkan rumput laut.
Jika rumput laut memang layak dijadikan komoditas ung-gulanjebih baik pemerintah segera mengambil komitmen nasional. Mengandalkan Kemenperin atau KKP saja, rumput laut hanya akan berhenti dijual kering seperti selama ini.
Sumber : Bisnis Indonesia Hal :i7
Jumat, 02 April 2010
Minapolitan Terapkan Konsep Inti-Plasma
Minapolitan Terapkan Konsep Inti-Plasma
Program Minapolitan (Kola Perikanan) yang akan diterapkan di Pelabuhan Ratu Kab. Sukabumi, dilaksanakan melalui konsep kerjasama usaha Inti - Plasma. Dalam pengelolaan usaha inti-plasma itu, akan dibentuk sebuah jaringan usaha antara industri perikanan dengan beberapa unit usaha yang dijalankan oleh masyarakat nelayan dan pesisir. Melalui jaringan usaha inti-plasma ini, semua kegiatan perikanan dari hulu sampai hilir akan terintegrasi dalam satu manajemen usaha. Adapun tujuan program Minapolitan melalui konsep inti-plasma ini, tak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pesisir di Pelabuhan Ratu (PPNP, Ir.Arief Rahman Lamatta,M.M., ketika ditemui di kantornya di Dermaga I Pelabuhan Ratu,Selasa (30/3). Menurut dia, program Minapolitan dengan konsep usaha inti-plasma itu dilakukan di bawah pengelolaan Pemkab Sukabumi. Untuk usaha intinya akan dikelola langsung oleh PPNP dengan membawahi sejumlah unit bisnis perikanan. Sementara usaha plasma, dikerjakan oleh beberapa unit usaha yang dilakukan kelompok masyarakat nelayan dan pesisir (A-67)
Sumber : Pikiran Rakyat, 31 Maret 2010.Hal.5
Program Minapolitan (Kola Perikanan) yang akan diterapkan di Pelabuhan Ratu Kab. Sukabumi, dilaksanakan melalui konsep kerjasama usaha Inti - Plasma. Dalam pengelolaan usaha inti-plasma itu, akan dibentuk sebuah jaringan usaha antara industri perikanan dengan beberapa unit usaha yang dijalankan oleh masyarakat nelayan dan pesisir. Melalui jaringan usaha inti-plasma ini, semua kegiatan perikanan dari hulu sampai hilir akan terintegrasi dalam satu manajemen usaha. Adapun tujuan program Minapolitan melalui konsep inti-plasma ini, tak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan pesisir di Pelabuhan Ratu (PPNP, Ir.Arief Rahman Lamatta,M.M., ketika ditemui di kantornya di Dermaga I Pelabuhan Ratu,Selasa (30/3). Menurut dia, program Minapolitan dengan konsep usaha inti-plasma itu dilakukan di bawah pengelolaan Pemkab Sukabumi. Untuk usaha intinya akan dikelola langsung oleh PPNP dengan membawahi sejumlah unit bisnis perikanan. Sementara usaha plasma, dikerjakan oleh beberapa unit usaha yang dilakukan kelompok masyarakat nelayan dan pesisir (A-67)
Sumber : Pikiran Rakyat, 31 Maret 2010.Hal.5
Rabu, 31 Maret 2010
RISIKO USAHA PEMBENIHAN IKAN
RISIKO USAHA PEMBENIHAN IKAN
Pada masa benih ikan mempunyai laju pertumbuhan yang cepat. Agar bisa mencapai pertumbuhan yang maksimal maka ikan memerlukan asupan nutrisi yang lengkap terutama kebutuhan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan. Pakan yang berkualitas diperlukan bila kita ingin memaksimalkan pertumbuhan. Pakan yang diberikan untuk usaha pembenihan ikan biayanya lebih mahal dari pada usaha pembesaran.
hal ini memberikan konsekwensi terhadap tingginya biaya produksi pada usaha pembenihan ikan. Kemudian selain itu pada usia benih, ikan memiliki kondisi tubuh yang lemah gerakannya lambat dan belum memiliki kemampuan perlindungan diri dari serangan hama dan penyakit.
keadaan tersebut menunjukan meskipun usaha pembenihan menjanjikan perolehan keuntungan yang besar, tetapi di balik itu usaha pembenihan mempunyai resiko usaha yang tinggi. Resiko ini bisa muncul apabila pembenih tidak bisa menekan tingkat mortalitas benih. Tingkat mortalitas benih yang tinggi ini umumnya terjadi akibat keteledoran pembenih terutama lemahnya upaya pengendalian terhadap hama (predator) Pemangsa benih.
Pada masa benih ikan mempunyai laju pertumbuhan yang cepat. Agar bisa mencapai pertumbuhan yang maksimal maka ikan memerlukan asupan nutrisi yang lengkap terutama kebutuhan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan. Pakan yang berkualitas diperlukan bila kita ingin memaksimalkan pertumbuhan. Pakan yang diberikan untuk usaha pembenihan ikan biayanya lebih mahal dari pada usaha pembesaran.
hal ini memberikan konsekwensi terhadap tingginya biaya produksi pada usaha pembenihan ikan. Kemudian selain itu pada usia benih, ikan memiliki kondisi tubuh yang lemah gerakannya lambat dan belum memiliki kemampuan perlindungan diri dari serangan hama dan penyakit.
keadaan tersebut menunjukan meskipun usaha pembenihan menjanjikan perolehan keuntungan yang besar, tetapi di balik itu usaha pembenihan mempunyai resiko usaha yang tinggi. Resiko ini bisa muncul apabila pembenih tidak bisa menekan tingkat mortalitas benih. Tingkat mortalitas benih yang tinggi ini umumnya terjadi akibat keteledoran pembenih terutama lemahnya upaya pengendalian terhadap hama (predator) Pemangsa benih.
Selasa, 30 Maret 2010
Pulau Kecil dan Terluar Dorong Minat Investor Lokal
Pulau Kecil dan Terluar Dorong Minat Investor Lokal
Keinginan pemerintah membuka peluang investasi di 12 pulau kecil dan terluar Indonesia disambut positif pelaku usaha. Namun, sebaiknya hal itu diiringi upaya mendorong pemodal dalam negeri untuk berinvestasi.
Menurut Ketua Asosiasi Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gapindo) Herwindo, diperlukan keterlibatan pemerintah daerah dan investor lokal dalam mengelola pulau kecil dan terluar.
Keterlibatan investor dalam negeri, kata Herwindo, lebih menjamin penyerapan tenaga kerja lokal dan kemitraan dengan masyarakat setempat. ”Tanpa kerja sama dengan investor lokal atau masyarakat setempat, investasi di pulau terluar berpotensi menuai masalah,” ujar Herwindo di Jakarta, Senin (29/3).
Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Moneter, Kebijakan Publik, dan Fiskal Haryadi Sukamdani. Dia menegaskan, pengelolaan pulau kecil dan terluar adalah langkah tepat untuk membangkitkan perekonomian pulau dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Namun, kata Haryadi, pemerintah perlu menyosialisasikan kepada investor dalam negeri mengenai peluang investasi tersebut. Dengan demikian, investor lokal bisa menentukan langkah investasi. ”Pengembangan kawasan oleh investor dalam negeri akan memudahkan pengawasan dan pemberdayaan masyarakat sekitar,” ujar Haryadi.
Persoalan yang kerap dihadapi investor dalam negeri dalam pengelolaan pulau kecil dan terluar, menurut Haryadi, adalah minimnya jaringan pasar. Sementara investor asing memiliki jaringan pasar yang kuat serta dapat mengemas dan menjual potensi pulau.
Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Suhana mengemukakan, jika pemerintah mendorong badan usaha milik negara (BUMN) sangat dimungkinkan mengelola pulau kecil.
Tiga BUMN dan BUMD yang kini bergerak di usaha pariwisata adalah PT Hotel Indonesia Natour, Bali Tourism Development Corporation, dan PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko.
Investasi di 12 pulau akan dibuka mulai tahun 2010, meliputi Pulau Nipah di Kepulauan Riau, beberapa pulau di Kepulauan Anambas di Kepulauan Riau, Banda Naira di Maluku Tengah, dan Banyuwangi di Jawa Timur.
Beberapa investor asing menyatakan minat berinvestasi. Investor asing tersebut dari Australia berminat di Banda Naira, investor asal Singapura berminat investasi di Pulau Nipah dan kepulauan Anambas, dan investor Maladewa di Banyuwangi.
Sumber : Kompas Hal 18
Keinginan pemerintah membuka peluang investasi di 12 pulau kecil dan terluar Indonesia disambut positif pelaku usaha. Namun, sebaiknya hal itu diiringi upaya mendorong pemodal dalam negeri untuk berinvestasi.
Menurut Ketua Asosiasi Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gapindo) Herwindo, diperlukan keterlibatan pemerintah daerah dan investor lokal dalam mengelola pulau kecil dan terluar.
Keterlibatan investor dalam negeri, kata Herwindo, lebih menjamin penyerapan tenaga kerja lokal dan kemitraan dengan masyarakat setempat. ”Tanpa kerja sama dengan investor lokal atau masyarakat setempat, investasi di pulau terluar berpotensi menuai masalah,” ujar Herwindo di Jakarta, Senin (29/3).
Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Moneter, Kebijakan Publik, dan Fiskal Haryadi Sukamdani. Dia menegaskan, pengelolaan pulau kecil dan terluar adalah langkah tepat untuk membangkitkan perekonomian pulau dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Namun, kata Haryadi, pemerintah perlu menyosialisasikan kepada investor dalam negeri mengenai peluang investasi tersebut. Dengan demikian, investor lokal bisa menentukan langkah investasi. ”Pengembangan kawasan oleh investor dalam negeri akan memudahkan pengawasan dan pemberdayaan masyarakat sekitar,” ujar Haryadi.
Persoalan yang kerap dihadapi investor dalam negeri dalam pengelolaan pulau kecil dan terluar, menurut Haryadi, adalah minimnya jaringan pasar. Sementara investor asing memiliki jaringan pasar yang kuat serta dapat mengemas dan menjual potensi pulau.
Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Suhana mengemukakan, jika pemerintah mendorong badan usaha milik negara (BUMN) sangat dimungkinkan mengelola pulau kecil.
Tiga BUMN dan BUMD yang kini bergerak di usaha pariwisata adalah PT Hotel Indonesia Natour, Bali Tourism Development Corporation, dan PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko.
Investasi di 12 pulau akan dibuka mulai tahun 2010, meliputi Pulau Nipah di Kepulauan Riau, beberapa pulau di Kepulauan Anambas di Kepulauan Riau, Banda Naira di Maluku Tengah, dan Banyuwangi di Jawa Timur.
Beberapa investor asing menyatakan minat berinvestasi. Investor asing tersebut dari Australia berminat di Banda Naira, investor asal Singapura berminat investasi di Pulau Nipah dan kepulauan Anambas, dan investor Maladewa di Banyuwangi.
Sumber : Kompas Hal 18
Senin, 29 Maret 2010
Optimistis Menjadi Produsen Perikanan Terbesar di Dunia
Optimistis Menjadi Produsen Perikanan Terbesar di Dunia
Potensi Indonesia yang sangat besar dalam bidang perikanan, baik dari sumber daya alam, luas lahan dan iklim yang kondusif, penguasaan teknologi, serta ketersediaan sumber daya manusianya, membuat ada optimisme kita bisa menjadi produsen perikanan terbesar di dunia. Pasarnya pun masih terbuka lebar. Untuk itu, diperlukan upaya keras dan berbagai terobosan untuk menanggapi yang terbesar tersebut.
Target ini akan tercapai jika ada keseriusan dari Kementerian Kelaputan dan Perikanan (KKP) dan dukungan semua sektor, seperti Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, kalangan perbankan, dan lembaga-lembaga riset. Mampukah Indonesia mencapai produsen perikanan terbesar menjadi tema tulisan laporan khusus kali ini yang dibuat wartawan SP, Sumedi TP.
SP/YC Kurniantoro
Pekerja memanen ikan patin di Instalasi Budidaya Ikan Lahan Gambut Pulang Pisau di Desa Garung, Kecamatan Jabiren, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Seekor ikan patin di tempat itu dapat mencapai berat 3 kilogram dan dijual kepada warga sekitar dengan harga Rp 11.000 per kilogram. Lokasi tersebut akan dijadikan sentra penellitian dan pengembangan ikan di lahan gambut se-Indonesia.
Indonesia mempunyai target fantastis, menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada 2015. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan perikanan budidaya sebagai ujung tombaknya. Produksi perikanan budidaya akan ditingkatkan menjadi 16,89 juta ton pada 2014 atau naik 353% dibandingkan produksi tahun 2009 sebesar 4,78 juta ton.
Terget ambisius Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad bukannya tanpa alasan. Dia melihat potensi yang sangat besar, baik dari sumber daya alam, luas lahan dan iklim yang kondusif, penguasaan teknologi, serta ketersediaan sumber daya manusianya. Pasarnya pun masih terbuka lebar. Untuk itu, diperlukan upaya keras dan berbagai terobosan.
Target ini akan tercapai jika ada keseriusan dari KKP sendiri dan dukungan semua sektor, seperti Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, kalangan perbankan, dan lembaga-lembaga riset. Petambak, misalnya, memerlukan modal, dukungan infrastruktur, keterampilan manajemen, dan teknologi modern.
Menurut Fadel, Thailand, Filipina, dan Vietnam bisa merajai sektor perikanan internasional karena ada dukungan penuh dari sektor-sektor terkait. Padahal, luas lahan untuk budidaya perikanan di negara-negara itu jauh lebih kecil dari Indonesia, juga jumlah pembudidayanya. Di subsektor perikanan tangkap pun seharusnya kita jauh lebih unggul karena memiliki perairan yang sangat luas.
Indonesia memiliki sungai-sungai yang panjang dan besar, juga danau dan lahan basah yang sangat luas. Tenaga kerja pun berlimpah yang dalam waktu singkat dapat dididik dan dilatih serta diberi modal untuk berusaha di bidang perikanan. Jaringan distribusi harus dibangun, juga tempat penyimpanan yang terpadu, terutama mesin pendingin (cold starage) statis dan bisa berpindah, serta jaminan pasar.
Untuk memenuhi permintaan dalam negeri saja masih kewalahan, apalagi menjawab pasar internasional yang trennya terus meningkat. Di negara-negara maju, makan ikan sudah menjadi keharusan karena faktor pentingnya menjaga kesehatan. Jepang menjadi bangsa yang sehat dan cerdas karena budaya makan ikan setiap hari, dengan variasi menu yang kaya, bahkan dalam keadaan mentah yang segar.
Fadel yakin, target produksi perikanan yang dicanangkan secara nasional akan mendorong perikanan dilihat sebagai sumber ekonomi baru nasonal. Untuk mendukung itu, balai pembenihan dan budidaya ikan serta pusat-pusat pelatihan sudah dibangun di banyak daerah. Walaupun dinilai masih kurang dibandingkan potensinya, fasilitas itu harus dimanfaatankan secara maksimal.
Balai Layanan Usaha
Dirjen Perikanan Budidaya Made L Nurdjana mengemukakan, KKP memiliki 13 balai layanan usaha (BLU) budidaya perikanan di 13 wilayah. Siapa pun bisa belajar budi daya ikan di balai tersebut. Salah satu yang terbaik dan menjadi percontohan adalah BLU Produksi Perikanan Budidaya Karawang, Jawa Barat. Balai seluas 350 hektare ini memiliki asrama yang dapat menampung sekitar 100 orang untuk belajar usaha budidaya perikanan.
Di BLU Karawang, terbentang 337 kolam tambak udang, bandeng, nila, patin, lele, dan sidat. Balai ini juga memproduksi berbagai benih ikan, belut, kerang, dan rumput laut. Pihak swasta dan masyarakat sekitar dilibatkan dalam usaha budidaya dengan pola inti-plasma. Ikan sidat yang mirip belut berukuran besar menjadi primadona, harganya cukup tinggi dan dipesan banyak negera.
Harga sidat di pasar internasional sekitar Rp 55.000 per kg. Sedangkan harga fillet sidat mencapai Rp 100.000 per ekor. Ikan yang mengandung protein tinggi ini diekspor ke Jepang, Tiongkok, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Sedangkan masalah yang dihadapi BLU Karawang dan BLU lainnya adalah kurangnya cold storage. Selain itu, perlu dukungan infrastruktur jalan dan transportasi darat dan udara yang lancar.
Kepala BLU Karawang Made Suitha mengungkapkan, masih terbuka bagi pihak swasta untuk menyewah sekitar 150 ha di BLU ini. Sekitar 60 ha lahan produktif telah dimanfaatkan swasta melalui pola kerja sama operasional. Biaya sewa lahan dipatok Rp 2,5 juta per ha setiap tahun selama 2-3 tahun. Selanjutnya, pihak swasta diharapkan mandiri dan mengadopsi teknologi untuk membangun tambak sendiri.
Made Nurdjana menegaskan, peningkatan produksi perikanan budidaya memang tidak diarahkan pada semua komoditas, melainkan ditekankan pada beberapa yang potensial. Komoditas budidaya yang sudah kelihatan unggul produksinya adalah rumput laut, lele, patin, bandeng, dan kerapu. Komoditas strategis yang potensial, seperti udang, nila, mutiara, dan ikan hias juga terus dikembangkan.
Kawasan Minapolitan
Menurut Made Nurdjana, pihaknya bersama pemerintah daerah dan masyarakat akan memacu produksi perikanan budidaya melalui tiga target pembangunan. Pertama, seluruh potensi perikanan budidaya menjadi kawasan minapolitan dengan usaha yang bankable. Swasta terus didorong, juga bagaimana menekan harga pakan ikan serendah mungkin.
Kedua, seluruh sentra produksi perikanan budidaya memiliki komoditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu yang terjamin.
Ketiga, sarana dan prasarana perikanan budidaya mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi di dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi.
Lompatan produksi budidaya bukanlah hal mustahil untuk dapat dilaksanakan.
Untuk merealisasikan target tersebut, setidaknya diperlukan adanya tambahan kebutuhan modal kerja yang setiap tahunnya meningkat, yaitu dari kebutuhan tambahan modal kerja tahun 2009 sebesar Rp 5,33 triliun naik menjadi Rp 12,68 triliun pada 2014, atau tumbuh 20% per tahun.
Untuk mencapai target itu, Ditjen Perikanan Budidaya menempuh tiga pendekatan. Pertama, memfokuskan arah kegiatan APBN Ditjen Perikanan Budidaya.
Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan kredit program. Ketiga, menciptakan iklim usaha yang mampu memacu pokdakan untuk melakukan ekspansi usaha dengan menggunakan fasilitas kredit komersial, terutama untuk komoditas udang vaname, ikan kerapu, kakap putih, nila, dan patin di keramba jaring apung.
Sumber : Suara Pembaruan Hal 13
Potensi Indonesia yang sangat besar dalam bidang perikanan, baik dari sumber daya alam, luas lahan dan iklim yang kondusif, penguasaan teknologi, serta ketersediaan sumber daya manusianya, membuat ada optimisme kita bisa menjadi produsen perikanan terbesar di dunia. Pasarnya pun masih terbuka lebar. Untuk itu, diperlukan upaya keras dan berbagai terobosan untuk menanggapi yang terbesar tersebut.
Target ini akan tercapai jika ada keseriusan dari Kementerian Kelaputan dan Perikanan (KKP) dan dukungan semua sektor, seperti Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, kalangan perbankan, dan lembaga-lembaga riset. Mampukah Indonesia mencapai produsen perikanan terbesar menjadi tema tulisan laporan khusus kali ini yang dibuat wartawan SP, Sumedi TP.
SP/YC Kurniantoro
Pekerja memanen ikan patin di Instalasi Budidaya Ikan Lahan Gambut Pulang Pisau di Desa Garung, Kecamatan Jabiren, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Seekor ikan patin di tempat itu dapat mencapai berat 3 kilogram dan dijual kepada warga sekitar dengan harga Rp 11.000 per kilogram. Lokasi tersebut akan dijadikan sentra penellitian dan pengembangan ikan di lahan gambut se-Indonesia.
Indonesia mempunyai target fantastis, menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada 2015. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan perikanan budidaya sebagai ujung tombaknya. Produksi perikanan budidaya akan ditingkatkan menjadi 16,89 juta ton pada 2014 atau naik 353% dibandingkan produksi tahun 2009 sebesar 4,78 juta ton.
Terget ambisius Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad bukannya tanpa alasan. Dia melihat potensi yang sangat besar, baik dari sumber daya alam, luas lahan dan iklim yang kondusif, penguasaan teknologi, serta ketersediaan sumber daya manusianya. Pasarnya pun masih terbuka lebar. Untuk itu, diperlukan upaya keras dan berbagai terobosan.
Target ini akan tercapai jika ada keseriusan dari KKP sendiri dan dukungan semua sektor, seperti Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, kalangan perbankan, dan lembaga-lembaga riset. Petambak, misalnya, memerlukan modal, dukungan infrastruktur, keterampilan manajemen, dan teknologi modern.
Menurut Fadel, Thailand, Filipina, dan Vietnam bisa merajai sektor perikanan internasional karena ada dukungan penuh dari sektor-sektor terkait. Padahal, luas lahan untuk budidaya perikanan di negara-negara itu jauh lebih kecil dari Indonesia, juga jumlah pembudidayanya. Di subsektor perikanan tangkap pun seharusnya kita jauh lebih unggul karena memiliki perairan yang sangat luas.
Indonesia memiliki sungai-sungai yang panjang dan besar, juga danau dan lahan basah yang sangat luas. Tenaga kerja pun berlimpah yang dalam waktu singkat dapat dididik dan dilatih serta diberi modal untuk berusaha di bidang perikanan. Jaringan distribusi harus dibangun, juga tempat penyimpanan yang terpadu, terutama mesin pendingin (cold starage) statis dan bisa berpindah, serta jaminan pasar.
Untuk memenuhi permintaan dalam negeri saja masih kewalahan, apalagi menjawab pasar internasional yang trennya terus meningkat. Di negara-negara maju, makan ikan sudah menjadi keharusan karena faktor pentingnya menjaga kesehatan. Jepang menjadi bangsa yang sehat dan cerdas karena budaya makan ikan setiap hari, dengan variasi menu yang kaya, bahkan dalam keadaan mentah yang segar.
Fadel yakin, target produksi perikanan yang dicanangkan secara nasional akan mendorong perikanan dilihat sebagai sumber ekonomi baru nasonal. Untuk mendukung itu, balai pembenihan dan budidaya ikan serta pusat-pusat pelatihan sudah dibangun di banyak daerah. Walaupun dinilai masih kurang dibandingkan potensinya, fasilitas itu harus dimanfaatankan secara maksimal.
Balai Layanan Usaha
Dirjen Perikanan Budidaya Made L Nurdjana mengemukakan, KKP memiliki 13 balai layanan usaha (BLU) budidaya perikanan di 13 wilayah. Siapa pun bisa belajar budi daya ikan di balai tersebut. Salah satu yang terbaik dan menjadi percontohan adalah BLU Produksi Perikanan Budidaya Karawang, Jawa Barat. Balai seluas 350 hektare ini memiliki asrama yang dapat menampung sekitar 100 orang untuk belajar usaha budidaya perikanan.
Di BLU Karawang, terbentang 337 kolam tambak udang, bandeng, nila, patin, lele, dan sidat. Balai ini juga memproduksi berbagai benih ikan, belut, kerang, dan rumput laut. Pihak swasta dan masyarakat sekitar dilibatkan dalam usaha budidaya dengan pola inti-plasma. Ikan sidat yang mirip belut berukuran besar menjadi primadona, harganya cukup tinggi dan dipesan banyak negera.
Harga sidat di pasar internasional sekitar Rp 55.000 per kg. Sedangkan harga fillet sidat mencapai Rp 100.000 per ekor. Ikan yang mengandung protein tinggi ini diekspor ke Jepang, Tiongkok, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Sedangkan masalah yang dihadapi BLU Karawang dan BLU lainnya adalah kurangnya cold storage. Selain itu, perlu dukungan infrastruktur jalan dan transportasi darat dan udara yang lancar.
Kepala BLU Karawang Made Suitha mengungkapkan, masih terbuka bagi pihak swasta untuk menyewah sekitar 150 ha di BLU ini. Sekitar 60 ha lahan produktif telah dimanfaatkan swasta melalui pola kerja sama operasional. Biaya sewa lahan dipatok Rp 2,5 juta per ha setiap tahun selama 2-3 tahun. Selanjutnya, pihak swasta diharapkan mandiri dan mengadopsi teknologi untuk membangun tambak sendiri.
Made Nurdjana menegaskan, peningkatan produksi perikanan budidaya memang tidak diarahkan pada semua komoditas, melainkan ditekankan pada beberapa yang potensial. Komoditas budidaya yang sudah kelihatan unggul produksinya adalah rumput laut, lele, patin, bandeng, dan kerapu. Komoditas strategis yang potensial, seperti udang, nila, mutiara, dan ikan hias juga terus dikembangkan.
Kawasan Minapolitan
Menurut Made Nurdjana, pihaknya bersama pemerintah daerah dan masyarakat akan memacu produksi perikanan budidaya melalui tiga target pembangunan. Pertama, seluruh potensi perikanan budidaya menjadi kawasan minapolitan dengan usaha yang bankable. Swasta terus didorong, juga bagaimana menekan harga pakan ikan serendah mungkin.
Kedua, seluruh sentra produksi perikanan budidaya memiliki komoditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu yang terjamin.
Ketiga, sarana dan prasarana perikanan budidaya mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi di dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi.
Lompatan produksi budidaya bukanlah hal mustahil untuk dapat dilaksanakan.
Untuk merealisasikan target tersebut, setidaknya diperlukan adanya tambahan kebutuhan modal kerja yang setiap tahunnya meningkat, yaitu dari kebutuhan tambahan modal kerja tahun 2009 sebesar Rp 5,33 triliun naik menjadi Rp 12,68 triliun pada 2014, atau tumbuh 20% per tahun.
Untuk mencapai target itu, Ditjen Perikanan Budidaya menempuh tiga pendekatan. Pertama, memfokuskan arah kegiatan APBN Ditjen Perikanan Budidaya.
Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan kredit program. Ketiga, menciptakan iklim usaha yang mampu memacu pokdakan untuk melakukan ekspansi usaha dengan menggunakan fasilitas kredit komersial, terutama untuk komoditas udang vaname, ikan kerapu, kakap putih, nila, dan patin di keramba jaring apung.
Sumber : Suara Pembaruan Hal 13
Ikan Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapia)
Ikan Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapia)
NILA BEST - Seorang pembudidaya nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) di Lido menunjukkan salah satu hasil tangkapannya. Budidaya nila BEST di Lido terancam kerusakan lingkungan oleh limbah.
Melihat situasi terkini di Danau Lido sungguh miris. Dari sisi jalan raya, tampak menghampar keramba jaring apung (KJA) yang menjejali kawasan perairan umum seluas 16 hektare (ha). KJA itu tumbuh bagai jamur di musim penghujan.
Secara kasat mata, sekitar separo dari luas Danau Lido dimanfaatkan untuk KJA. Menuju ke bagian hulu, berdiri bangunan hotel berbintang yang ikut memanfaatkan kawasan danau. Akibatnya, Danau Lido kian menyusut.
Padahal tadinya luas kawasan itu mencapai 21 ha. Menurut Sidiasih, peneliti di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) yang kerap melakukan riset di situ, hotel tersebut kerap membuang limbah cairnya ke danau tersebut. Bukan hanya itu, sebuah restoran yang menyajikan menu berbagai ikan air tawar juga semakin menambah beban danau tersebut. Bukan apa-apa, restoran terapung itu cukup luas menempati di sisi barat danau.
Kondisi ini tentu saja sangat rentan. Pengalaman menunjukkan, tidak sedikit kerugian pembudidaya ikan ketika terjadi up welling. Ikanikan peliharaan mereka tiba-tiba mati mengenaskan. Memang tidak semua ikan di KJA tewas. Justru di KJA tertua di Danau Lido tetap aman-aman saja. Ikanikan di KJA yang dikelola BRPBAT itu tetap lincah berenang dan terus tumbuh dewasa.
“Ini terjadi karena kami sedang membudidayakan ikan nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) yang terbukti tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrem,” ujar Rudhy Gustiano PhD, Kepala BRPBAT. Dalam banyak hal, nila BEST lebih unggul dibandingkan dengan ikanikan nila yang dikembangkan masyarakat. Ikan varietas baru yang dikembangkan Rudhy dan koleganya itu memiliki pertumbuhan sekitar dua kali lebih cepat daripada ikan-ikan nila lainnya.
“Ikan ini tumbuh lebih cepat 15 hari dibandingkan dengan nila lainnya,” ungkap Rudhy. Selain itu, nila BEST juga mampu bertelur dan beranak 3-5 kali lebih banyak ketimbang ikan-ikan nila lainnya.
Ukuran telur dan larvanya juga relatif lebih besar. Tingkat hidupnya (survival rate) di atas 90 persen. Keberhasilan Rudhy merekayasa nila BEST ini telah menghantarkan dirinya untuk menerima penghargaan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad baru-baru ini.
Lebih dari itu, berdasarkan hasil uji coba di perairan umum di berbagai pulau (Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi), nila BEST ini terbukti lebih menguntungkan. Danau Lido bukan hanya menjadi ajang uji coba nila BEST semata.
Sebelumnya, beberapa ikan varietas unggul juga pernah dicobakan di sana seperti nilai GIFT, nila merah (asal Th ailand), patin siam, gurame, dan lain-lain. Kini, para pembudidaya ikan air tawar di seluruh Indonesia telah banyak menikmati hasilnya. Namun di balik kisah sukses itu, ekosistem Danau Lido malah kian terpuruk akibat beban yang semakin berat.
Sumber : Koran Jakarta Hal 20
NILA BEST - Seorang pembudidaya nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) di Lido menunjukkan salah satu hasil tangkapannya. Budidaya nila BEST di Lido terancam kerusakan lingkungan oleh limbah.
Melihat situasi terkini di Danau Lido sungguh miris. Dari sisi jalan raya, tampak menghampar keramba jaring apung (KJA) yang menjejali kawasan perairan umum seluas 16 hektare (ha). KJA itu tumbuh bagai jamur di musim penghujan.
Secara kasat mata, sekitar separo dari luas Danau Lido dimanfaatkan untuk KJA. Menuju ke bagian hulu, berdiri bangunan hotel berbintang yang ikut memanfaatkan kawasan danau. Akibatnya, Danau Lido kian menyusut.
Padahal tadinya luas kawasan itu mencapai 21 ha. Menurut Sidiasih, peneliti di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) yang kerap melakukan riset di situ, hotel tersebut kerap membuang limbah cairnya ke danau tersebut. Bukan hanya itu, sebuah restoran yang menyajikan menu berbagai ikan air tawar juga semakin menambah beban danau tersebut. Bukan apa-apa, restoran terapung itu cukup luas menempati di sisi barat danau.
Kondisi ini tentu saja sangat rentan. Pengalaman menunjukkan, tidak sedikit kerugian pembudidaya ikan ketika terjadi up welling. Ikanikan peliharaan mereka tiba-tiba mati mengenaskan. Memang tidak semua ikan di KJA tewas. Justru di KJA tertua di Danau Lido tetap aman-aman saja. Ikanikan di KJA yang dikelola BRPBAT itu tetap lincah berenang dan terus tumbuh dewasa.
“Ini terjadi karena kami sedang membudidayakan ikan nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) yang terbukti tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrem,” ujar Rudhy Gustiano PhD, Kepala BRPBAT. Dalam banyak hal, nila BEST lebih unggul dibandingkan dengan ikanikan nila yang dikembangkan masyarakat. Ikan varietas baru yang dikembangkan Rudhy dan koleganya itu memiliki pertumbuhan sekitar dua kali lebih cepat daripada ikan-ikan nila lainnya.
“Ikan ini tumbuh lebih cepat 15 hari dibandingkan dengan nila lainnya,” ungkap Rudhy. Selain itu, nila BEST juga mampu bertelur dan beranak 3-5 kali lebih banyak ketimbang ikan-ikan nila lainnya.
Ukuran telur dan larvanya juga relatif lebih besar. Tingkat hidupnya (survival rate) di atas 90 persen. Keberhasilan Rudhy merekayasa nila BEST ini telah menghantarkan dirinya untuk menerima penghargaan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad baru-baru ini.
Lebih dari itu, berdasarkan hasil uji coba di perairan umum di berbagai pulau (Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi), nila BEST ini terbukti lebih menguntungkan. Danau Lido bukan hanya menjadi ajang uji coba nila BEST semata.
Sebelumnya, beberapa ikan varietas unggul juga pernah dicobakan di sana seperti nilai GIFT, nila merah (asal Th ailand), patin siam, gurame, dan lain-lain. Kini, para pembudidaya ikan air tawar di seluruh Indonesia telah banyak menikmati hasilnya. Namun di balik kisah sukses itu, ekosistem Danau Lido malah kian terpuruk akibat beban yang semakin berat.
Sumber : Koran Jakarta Hal 20
Langganan:
Postingan (Atom)