Rabu, 07 April 2010
Fadel Berjanji Hapus PPN Produk Pakan Ikan
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad berjanji akan mengusahakan penghapusan pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk produk pakan ikan. Saya akan membicarakannya dalam sidang kabinet," ujar Fadel di kantornya kemarin.Kebutuhan akan pakan ikan mencapai 60 persen dari biaya produksi ikan. Sehingga, jika pakan ikan dikenai PPN, biaya produksi budi daya ikan akan meningkat.
Sumber : Koran Tempo, 6 Maret 2010.hal. A18
Kamis, 04 Maret 2010
pemberian pakan ikan lele

ikan lele dapat dipelihara di kolam konstruksi tanah ataupun tembok, yang penting konstruksi kolam tersebut memenuhi persyaratan budidaya dan layak untuk digunakan sebagai media pemeliharaan ikan lele.
pakan yang diberikan pada pemeliharaan ikan lele dapat berupa pellet. Pellet diberikan sebanyak 3% dari berat total ikan yang ditanam kemudian dibagi 3 untuk diberikan pada pagi, siang dan sore hari.
selain pellet pakan yang diberikan pada kegiatan budidaya ikan lele ini bisa berupa limbah dari sisa-sisa rumah makan, rumah potong unggas / ternak, keong mas, bulu ayam. Pakan tersebut merupakan pakan alternatif yang bisa menjadi pilihan terbaik bagi pembudidaya ikan lele
cetak halaman ini
Rabu, 03 Februari 2010
foto tempat budidaya cacing tanah

budidaya cacing tanah ini dilakukan untuk menyediakan stok pakan bagi belut.
cacing tanah dijadikan sebagai makanan untuk belut karena cacing tanah mengandung nilai protein yang tinggi.
budidaya cacing tanah ini dilakukan pada media tanah dan campuran pupuk kandang yang digantungkan dengan menggunakan terpal, ujung-ujungnya diikat dengan tali pada tiang-tiang bambu.
http://hobiikan.blogspot.com/
cetak halaman ini
Sabtu, 23 Januari 2010
memberikan pakan ikan
pemberian pakan ikan dilakukan setiap hari. jumlah pemberian pakan perharinya diatur dengan conversi pakan terhadap berat total ikan yang dipelihara. rata-rata jumlah conversi pakan yang diberikan dalam satu hari yaitu sebesar 3 - 5 % dari berat total ikan yang dipelihara. Pakan diberikan 3 kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. pemberian pakan harus cukup dan teratur karena fungsi pakan dalam berbudidaya ikan merupakan kunci utama dalam menentukan keberhasilan budidaya ikan.
bila pakan yang diberikan cukup jumlah dan nutrisinya maka kelangsungan hidup ikan akan lebih baik dan pertumbuhan pun akan lebih cepat. dan begitu sebaliknya bila pakan yang diberikan asal-asalan tidak cukup jumlah dan nutrisinya maka ikan pun akan tumbuh lambat sehingga hasil panenpun akan menurun jumlah produksinya.
pakan yang diberikan dapat berupa pakan alami maupun pakan buatan, pakan alami yaitu plankton dapat berupa fitoplankton dan zooplankton. Pakan buatan dapat berupa pelet.
cetak halaman ini
Minggu, 10 Januari 2010
keuntungan memelihara daun sente

daun sente
daun sente dijadikan sebagai pakan ikan gurame, terutama untuk ikan gurame yang berukuran dewasa, daun sente ini merupakan pakan alami ikan gurame, karena sipat gurame adalah omnivora yang kecenderungan herbivora (pemakan tumbuhan). Daun sente ini merupakan makanan kesukaan gurame, dengan memelihara daun sente di pematang kolam maka kita akan mendapat beberapa keuntungan. Keuntungan yang dapat diperoleh yaitu kita dapat mengurangi biaya pembelian pakan (pelet) karena kebutuhan makan ikan gurame sebagian sudah dipenuhi oleh daun sente. Selain itu keuntungan dengan menanam daun sente di pematang kolam yaitu bisa melindungi kolam terhadap sinar matahari, sehingga sinar matahari tidak langsung jatuh ke kolam, hal ini terutama untuk ikan yang masih berukuran kecil (benih) yang suka pada daerah yang teduh sebagai tempat berlindung.
informasi budidaya ikan di : http://hobiikan.blogspot.com
cetak halaman ini
Minggu, 27 Desember 2009
Budidaya CACING TANAH SEBAGAI PAKAN TERNAK ALTERNATIF KAYA NUTRISI
Summary by:yerikho
Cacing merupakan bahan pakan alternatif bagi ternak unggas dan ikan. Binatang ini mengandung gizi tinggi antara lain : Protein 64-76, lemak 7 - 10 %, energi 900-1400 kal serta mineral,air dan asam amino paling lengkap. Untuk memenuhinya cacing dapat dibudidayakan dengan membuat kotak dari kayu,plastik,atau kaca. sebagai media hidup bagi cacing adalah campuran kompos dengan beberapa bahan organik (limbah pertanian,limbah pasar). Masukkan bahan tersebut sampai 15 cm kemudian air secukupnya agar medianya gembur dan basah. Aduk merata hingga terjadi fermentasi. Setelah 4 minggu masukkan kotoran hewan dengan perbandingan 70% media hidup dan 30% kotoran hewan.Kapur ditambahkan 1 % supaya PH netral.Kemudian masukkan cacing tanah ke dalamnya seberat media hidup yang telah disediakan. Supaya tidak kekeringan permukaan media dilapisi plastik, karung atau bahan lain yang tidak tembus cahaya.Makanan yang dibutuhkan cacing adalah kotoran hewan,baik sapi, kambing ataupun ayam dalam bentuk bubuk atau bubur seberat cacing yang dimasukkan ke dalam kotak pemeliharaan. Hama yang diwaspadai : semut,kumbang,burung,kelabang,lipan, ayam,itik,tikus,katak,tupai,angsa,lintah, dan kutu. Setelah 2,5 - 3 bulan cacing sudah mulai bisa dipanen ditandai banyaknya kascing (kotoran cacing) dan kokon (kumpulan telur cacing). Sebagian cacing dewasa sebaiknya digunakan menjadi bibit.
Budidaya CACING TANAH SEBAGAI PAKAN TERNAK ALTERNATIF KAYA NUTRISI Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/exact-sciences/engineering/1905389-budidaya-cacing-tanah-sebagai-pakan/
Selasa, 15 Desember 2009
pakan buatan untuk udang
1. Pada budidaya udang skala tradisional, penggunaan pakan buatan tidak/jarang sekali digunakan pada pola pemberian pakan yang diterapkannya. Penggunaan pakan buatan hanya terbatas pada pakan yang dibuat berdasarkan kemampuan pengelola tambak secara perorangan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan buatan antara lain : dedak (bekatul), jagung, tepung dan ikan rucah sebagai campuran. Pakan jenis ini biasanya digunakan setelah udang mencapai usia panen dengan estimasi populasi udang yang relatif banyak.
2. Pada budidaya udang skala semi intensif, penggunaan pakan buatan lebih diarahkan pada upaya antisipasi terjadinya kekurangan pakan alami berdasarkan estimasi populasi udang yang ada pada saat itu. Pemberian pakan buatan yang diterapkan tidak bersifat mutlak dan lebih cenderung insidental.
3. Pada budidaya udang skala intensif, penggunaan pakan buatan terutama yang berskala industri bersifat mutlak sebagai salah satu syarat pengelolaan budidaya udang. Padat penebaran udang yang relatif tinggi merupakan salah satu dasar pemikiran yang perlu dipertimbangkan. Selain itu penerapan pakan buatan yang benar pada budidaya udang skala intensif dapat membantu dalam estimasi kondisi dan pertumbuhan udang di dalam tambak
Jika dibandingkan dengan jenis pakan udang lainnya, maka pakan buatan skala industri mempunyai karakteristik ditinjau dari segi ukuran dan komposisi nilai gizi yang dikandungnya. Karakteristik tersebut dibuat dan ditentukan oleh industri pembuatnya berdasarkan sifat dan kebutuhan udang yang ada di dalam tambak.
Ukuran pakan buatan bagi udang merupakan ukuran besar kecilnya butiran-butiran pakan yang sesuai dengan kebutuhan udang pada saat dan kondisi tertentu. Berdasarkan ukurannya, pakan buatan secara garis besar biasanya dapat digolongkan ke dalam jenis:
1. Crumble, yaitu butiran pakan yang berupa serbuk/butiran halus dan biasa digunakan pada udang usia tebar (benur).
2. Pellet, yaitu pakan buatan yang berupa butiran-butiran kecil sampai butiran kasar dan biasa digunakan pada udang dewasa sampai udang usia panen.
Selain ukuran, ditinjau berdasarkan komposisi kandungan nutrisinya pakan buatan mempunyai formulasi yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan udang. Nutrisi yang biasanya terdapat dalam pakan buatan antara lain : karbohidrat, protein, lemak, serat dan beberapa zat esensial lain yang dibutuhkan udang. Komposisi nutrisi tersebut dapat berbeda tergantung dari ukuran pakan dan industri pembuatannya. Dalam kondisi tertentu pakan buatan tersebut dikombinasikan dengan zat-zat suplemen (antara lain vitamin) untuk mengatasi kekurangan zat tersebut dan dibutuhkan oleh udang dalam keadaan sangat diperlukan.
sumber : http://marindro-ina.blogspot.com
Senin, 14 Desember 2009
Jangan Terperangkap Target FCR (Food Conversion Ratio)
Pada pembahasan-pembahasan terdahulu telah dijelaskan mengenai FCR (Food Convertion Ratio) yaitu perbandingan (rasio) antara berat pakan yang telah diberikan dalam satu siklus periode budidaya dengan berat total (biomass) udang yang dihasilkan pada saat itu. Sebagai contoh : pada suatu periode budidaya telah berhasil dipanen udang dengan biomass 2 ton sedangkan berat pakan total yang telah digunakan seberat 3 ton, maka besaran FCR pada saat itu adalah sebesar 3 ton / 2 ton = 1.5.
Pada suatu usaha budidaya udang pada umumnya nilai FCR dijadikan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan baik secara teknis budidaya maupun secara finansial. Ditinjau dari segi teknis budidaya, nilai FCR terkait dengan parameter keberhasilan pengelolaan program pakan udang yang secara tidak langsung juga terkait dengan pengelolaan kualitas air dan kondisi/kualitas udang. Sedangkan secara finansial nilai FCR akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh pada satu periode budidaya karena pakan udang merupakan penyumbang biaya terbesar pada suatu usaha budidaya udang. Nilai FCR yang paling ideal biasanya berada pada kisaran 1.5 – 2.5 (tergantung dari media/kondisi lahan tambak yang digunakan).
Mengacu pada penjelasan tersebut di atas, maka kondisi yang sering terjadi adalah pada saat memulai kegiatan budidaya udang biasanya telah ditetapkan target nilai FCR yang harus dicapai. Hal seperti ini pada akhirnya dapat membuat kondisi dimana pengelolaan program pakan udang lebih mengacu pada target FCR daripada tingkat kebutuhan udang terhadap pakan pada saat itu. Secara psikologis, target FCR dapat mengakibatkan rasa khawatir jika nilai FCR akan membengkak atau dengan kata lain telah terjadi pemborosan pakan udang (tentu saja biaya produksi juga membengkak). Faktor psikologis seperti ini biasanya juga berpengaruh pada penyusunan program pemberian pakan udang yang kurang optimal karena lebih cenderung pada prinsip pengiritan pakan.
Program pemberian pakan yang mengacu pada target FCR tanpa memperhatikan tingkat kebutuhan udang pada umumnya dapat mengakibatkan kondisi sebagai berikut:
1. Terlambat dalam pemberian pakan (terutama pakan buatan) pada phase bulan pertama, meskipun telah terindikasi ketersediaan pakan alami pada saat itu mulai berkurang/habis. Kondisi ini dapat mempengaruhi terhadap kondisi, populasi dan tingkat keseragaman udang yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada program pemberian pakan berikutnya.
2. Berat pakan per hari (pakan harian) yang diberikan ditentukan oleh estimasi populasi dan biomass udang yang mengacu pada target FCR yang telah ditentukan. Perubahan berat pakan per hari lebih cenderung mengarah pada perubahan konstan dan tidak berfluktuatif sesuai dengan tingkat kebutuhan udang pada saat-saat tertentu.
3. Adanya persepsi yang kurang benar terhadap frekuensi pemberian pakan, yaitu semakin banyak frekuensi pemberian pakan maka akan mengakibatkan FCR membengkak.
Pada kondisi tersebut di atas frekuensi pemberian pakan harian lebih mengarah pada kuantitas total pakan harian yang terdistribusi pada tiap-tiap frekuensi pakan dan tidak mengacu kemampuan udang dalam mengkonsumsi pakan serta seberapa lama/sering udang akan membutuhkan pakan lagi.
Sebagai contoh: Populasi udang dalam suatu petakan tambak membutuhkan total pakan per hari adalah 20 kg. Pada saat itu misalnya kemampuan populasi udang tersebut rata-rata hanya 4 kg, maka secara ideal frekuensi pakan harian sebaiknya sudah 5 kali sehari. Jika frekuensi pakan harian hanya dilakukan 4 kali, meskipun berat total pakan per hari adalah sama yaitu 20 kg, maka setiap kali pemberian pakan rata-rata adalah 5 kg dan ini berarti ada 1 kg pakan yang tidak terkonsumsi setiap kalinya atau 4 kg per hari.
4. Terkait dengan penjelasan no 1, 2 dan 3 tersebut di atas maka hasil panen udang pada akhirnya juga tidak dapat optimal baik dari segi kualitas, kuantitas (biomass) sekaligus tingkat keuntugan yang diperoleh, meskipun secara target FCR dapat terpenuhi.
Berdasarkan penjelasan dan ilustrasi di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam menjalankan usaha budidaya udang terutama pengelolaan program pakan sebaiknya kita tidak terperangkap oleh target FCR tanpa memperhatikan kondisi dan tingkat kebutuhan udang. Memang target FCR memiliki peranan yang penting sebagai pedoman program pakan, dan jangan sampai hal ini membuat suatu kondisi bahwa udang harus mengikuti kita, tapi sebaliknya kitalah yang harus mengikuti kebutuhan udang.
sumber : http://marindro-ina.blogspot.com
Bagaimana mencapai Nilai FCR (Food Conversion Ratio) Secara Optimal
Nilai FCR optimal dapat diartikan sebagai FCR yang memiliki nilai keuntungan (profit value) yang optimal baik secara teknis budidaya maupun financial yang diperoleh melalui pengelolaan program pakan sesuai dengan tingkat kebutuhan udang dalam satu siklus periode budidaya udang.
Upaya untuk memperoleh nilai FCR yang optimal dapat dilakukan melalui beberapa alternative kegiatan sebagai berikut:
1. Lakukan pengamatan secara cermat terhadap tingkah laku benur/udang kecil pada saat fase bulan pertama (awal tebar – sub fase minggu ke 4) untuk mengetahui kebutuhan udang terhadap suplai pakan dari luar (pakan buatan) yang disebabkan oleh kurangnya/habisnya stok pakan alami di dalam perairan tambak. Jika benur/udang kecil sudah menunjukkan tingkah laku (konvoi, merayap di dinding tambak, dsb), segera mulai dilakukan pemberian pakan dengan system “blind feeding”.
2. Pada saat melakukan “blind feeding” sebaiknya sudah mulai dilakukan cek pakan di anco secara kasar untuk melakukan estimasi kebutuhan populasi udang terhadap pakan per harinya.
3. Jika berdasarkan cek pakan di anco tersebut di atas telah dapat diestimasikan kebutuhan pakan hariannya, maka sebaiknya program pakan sudah mulai terukur. Pada kondisi ini, frekuensi pakan harian sebaiknya sudah 3 kali sehari.
4. Lakukan sampling udang pada saat awal bulan kedua atau pada saat udang berukuran sekitar 2.5 gram – 5 gram (bisa dilakukan melalui sampling anco maupun sampling jala). Kegiatan sampling awal ini bertujuan untuk mengestimasi tingkat kehidupan populasi udang di dalam tambak (SR=survival rate), kondisi dan kualitas udang, berat rata-rata udang dalam populasi serta biomas udang dalam tambak.
Hasil sampling awal ini dapat digunakan untuk menentukan program pakan yang lebih terukur dan terarah. Jika populasi dan kondisi udang relative bagus maka frekuensi pakan harian sebaiknya sudah 5 kali.
Penjelasan terkait dengan frekuensi dan simulasi program pakan sudah diuraikan dalam pembahasan-pembahasan terdahulu.
5. Pada saat program pakan yang telah disusun secara terukur dan terarah hal yang mendasar yang perlu diperhatikan adalah lakukan penyesuaian program pakan tersebut berdasarkan hasil pengamatan/cek pakan di anco agar sesuai dengan tingkat kebutuhan udang yang cenderung berfluktuasi tergantung dari kondisi dan kualitas udang. Keberadaan jumlah pakan dianco pada saat cek anco dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu (i) pakan habis, (ii) pakan masih tersisa dan (iii) pakan utuh.
Jika pakan dianco habis pada saat cek pakan, hal ini menunjukkan bahwa nafsu makan udang relative bagus, maka penyesuaian program pakan yang dapat dilakukan adalah melalui penambahan jumlah pakan harian. Lakukan hal yang sama pada kondisi yang sama pula.
Jika pakan dianco masih tersisa pada saat cek pakan, hal ini menunjukkan bahwa nafsu makan udang mengalami penurunan, maka penyesuaian program pakan yang dapat dilakukan adalah melalui pengurangan jumlah pakan harian. Jika kondisi ini terjadi selama beberapa hari maka dapat dilakukan pemberian pakan segar untuk mengembalikan nafsu makan udang. Lakukan penyesuaian program pakan lagi jika nafsu makan udang sudah normal kembali.
Jika pakan di anco ternyata masih utuh, maka kondisi seperti ini menandakan bahwa pakan tidak terkonsumsi sama sekali oleh udang. Kondisi ini dapat mengindikasikan telah terjadi masalah yang serius bagi udang. Lakukan pengurangan pakan secara drastis, selain itu lakukan pula pengecekan dasar tambak untuk mengetahui apakah telah terjadi kematian massal udang di dalam tambak. Keputusan yang perlu diambil terhadap kondisi seperti ini tergantung pada hasil cek dasar tambak dan perkembangan kondisi udang.
6. Lakukan sampling udang (menggunakan jala) secara rutin dan periodik (10 harian – 2 mingguan) untuk mengestimasi perkembangan tingkat kehidupan populasi udang di dalam tambak (SR=survival rate), kondisi dan kualitas udang, berat rata-rata udang dalam populasi serta biomas udang dalam tambak.
Hasil sampling secara periodik ini dapat digunakan sebagai alat kontrol untuk mengestimasikan perkembangan nilai FCR (Food Conversion Ratio) secara optimal.
Beberapa upaya untuk memperoleh nilai FCR yang optimal seperti tersebut di atas merupakan upaya secara umum yang dapat dilakukan, dalam implementasinya upaya-upaya tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi dan media tambak yang digunakan. Sekali lagi prinsip utama yang perlu digunakan adalah jangan sampai udang menuruti kita, tapi sebaliknya kitalah yang harus menuruti kebutuhan udang.
sumber: http://marindro-ina.blogspot.com
Minggu, 13 Desember 2009
Pakan udang
Secara garis besar pakan udang yang akan digunakan hendaknya dapat mengakomodasi dua komponen yaitu: (i) tingkat kebutuhan udang, dan (ii) tingkah laku/sifat udang. Tingkat kebutuhan udang terhadap pakan tidak hanya mencakup berapa kuantitas pakan yang mampu dikonsumsinya tapi juga harus mencakup kandungan nilai gizi (nutrient) yang dibutuhkan udang untuk pertumbuhannya. Sedangkan komponen tingkah laku udang mencakup food habit (jenis pakan apa yang biasa dikonsumsi oleh udang) dan feeding habit (bagaimana udang mengkonsumsi pakannya) sehingga komponen ini juga ikut menentukan parameter kualitas pakan udang (pembahasan terkait dengan food habit dan feeding habit telah dijelaskan dalam pembahasan terdahulu).
Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka parameter yang dapat digunakan secara dalam menentukan kualitas pakan udang antara lain sebagai berikut:
1. Kandungan nutrisi pakan, yaitu kandungan nilai gizi yang ada pada pakan tersebut. Secara garis besar kandungan nutrisi yang ada pada pakan udang harus mencakup : (i) protein, (i) lemak (fat), (iii)serat (fiber), dan (iv)ash selain itu juga factor kelembaban pakan (feed mouisterize). Kandungan nutrisi/nilai gizi pakan biasanya dicantumkan oleh pihak produsen pada kemasannya, termasuk kode produksi dan tanggal kadaluarsanya. (Pembahasan ini tidak akan menjelaskan tentang pengertian dan fungsi dari masing-masing unsure nutrisi tersebut, karena lebih mengarah pada pengetahuan tentang ilmu nutrisi dan gizi).
2. Tingkat kelarutan pakan udang di dalam air, yaitu waktu yang dibutuhkan suatu pakan untuk dapat larut di dalam air. Parameter ini dapat juga dikatakan sebagai tingkat kekenyalan (keras atau lunaknya) tekstur sebuah pakan, atau dengan kata lain semakin keras tekstur sebuah pakan udang, maka waktu larut pakan tersebut akan semakin lama juga.
Parameter tingkat kelarutan pakan di dalam air erat kaitannya dengan kemampuan udang dalam mentoleransi tingkat kekenyalan tekstur sebuah pakan untuk dikonsumsinya. Jika tekstur sebuah pakan terlalu keras, biasanya udang tidak akan mengkonsumsi pakan tersebut dan akan berusaha mencari sumber pakan lainnya. Sebaliknya jika tekstur pakan terlalu lunak, maka pakan tersebut akan segera larut di dalam air tanpa sempat dikonsumsi oleh udang.
3. Aroma pakan. Parameter ini terkait dengan sifat udang dalam mencari sumber makananan lebih mengandalkan pada indera penciumannya. Aroma pakan haruslah mampu memberikan rangsang bau yang dapat menarik udang untuk mengkonsumsinya. Jika pakan tersebut tidak memiliki aroma yang dapat menarik udang maka dikhawatirkan pakan tersebut akan terbuang dengan percuma di dalam perairan dan kondisi ini dapat menimbulkan akumulasi sisa pakan di dasar tambak.
Ketiga parameter tersebut di atas merupakan parameter dasar yang sebaiknya dipahami oleh para pelaku usaha budidaya udang, sehingga tidak bingung dalam menentukan produk/merk pakan yang akan digunakan dalam proses budidaya udang.
sumber: http://marindro-ina.blogspot.com
Rabu, 21 Oktober 2009
Pemberian Pakan lele sangkuriang
Selain pakan alami, untuk rnempercepat pertumbuhan. Lele perlu diber pakan tambahan berupa pelet. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 2-5% per hari dari berat total benih yang tebar. Frekuensi pemberian pakan 3-4 Kali per hari. Komposisi pelet buatan dapat
berupa campuran dedak halus dan ikan rucah dengan perbandingan 1 : 9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, dan cincangan bekicot dengan perbandingan 2 : 1 : 1 : 1.
Sumber : Khairuman, Sp dan Khairul Amri, S.Pi, M.Si, Agromedia Pustaka, 2008
Senin, 17 Agustus 2009
jenis Pakan Gurame
Gurami termasuk ke dalam golongan hewan pemakan tumbuh-tumbuhan dan daging (omnivora). Di habitat aslinya, ikan ini memakan fitoplankton, zooplankton, serangga, dan daun tumbuhan lunak. jenis fitoplankton, seperti rotifera, infusoria, dan chlorella
dikonsumsi. oleh gurami stadium larva. Sementara zooplankton seperti daphnia, cladocera, dan serangga biasanya dikonsumsi gurami pada stadium benih (1-5 bulan). Setelah dewasa, gurami lebih suka memakan tumbuhan air seperti azolla (mata lele), lemna, hydrilla (ekor kucing), ceratopgyllum, myriophyllum (ekor tupai), pistis (apu-apu), kangkung, dan genjer. Pakan alami berupa tumbuhan
darat adalah daun talas (daun sente) daun pepaya, daun ubi kayu (singkong) dan kangkung. Saat dibudidayakan, gurami juga dapat diberi pakan tambahan berupa pelet.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Kamis, 06 Agustus 2009
Pakan Ikan
Di Indonesia belum ada jenis-jenis usaha yang menghasilkan bibit pakan ikan
alami dari hasil kultur murni. Bibit-bibit pakan ikan alami umumnya merupakan
hasil percobaan di laboratorium yang sifatnya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan penelitian. Dalam bidang produksi pakan ikan alami, masih terdapat
kesenjangan yang cukup tajam dalam hal ketersediaan teknologi dengan
penggunanya, khususnya petani ikan.
Bagi masyarakat awam tidak mudah untuk memproduksi pakan ikan alami,
tetapi juga bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Persoalannya terletak pada
sarana dan prasarana yang tergolong cukup mahal untuk ukuran ekonomi
pedesaan dan dalam pengoperasiannya memerlukan keahlian khusus.
2. SENTRA PERIKANAN
Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan
ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik
Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.
3. JENIS
3.1. Pakan Alami
Jenis-jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung
pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang
dibudidayakan adalah : (a) Chlorella; (b) Tetraselmis; (c) Dunaliella; (d)
Diatomae; (e) Spirulina; (f) Brachionus; (g) Artemia; (h) Infusoria; (i) Kutu Air; (j)
Jentik-jentik Nyamuk; (k) Cacing Tubifex/Cacing Rambut; dan (l) Ulat Hongkong
3.2. Pakan Buatan
Bentuk pakan buatan ditentukan oleh kebiasaan makan ikan.
a) Larutan, digunakan sebagai pakan burayak ikan dan udang (berumur 2-30
hari). Larutan ada 2 macam, yaitu : (1) Emulsi, bahan yang terlarut menyatu
dengan air pelarutnya; (2) Suspensi, bahan yang terlarut tidak menyatu
dengan air pelarutnya.
b) Tepung halus, digunakan sebagai pakan benih (berumur 20-40 hari). Tepung
halus diperoleh dari remah yang dihancurkan.
c) Tepung kasar, digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80
hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang dihancurkan.
d) Remah, digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung
(berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang dihancurkan menjadi
butiran kasar.
e) Pellet, digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat
> 60-75 gram dan berumur > 120 hari.
f) Waver, berasal dari emulsi yang dihamparkan di atas alas aluminium atau
seng dan dkeringkan, kemudian diremas-remas.
4. MANFAAT
a) Sebagai bahan pakan ikan, udang, atau hasil perikanan lainnya, baik dalam
bentuk bibit maupun dewasa.
b) Phytoplankton juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami pada budidaya
zooplankton.
c) Ulat Hongkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan hias, yang dapat
mencermelangkan kulitnya.
d) Pakan buatan dapat melengkapi keberadaan pakan alami, baik dalam hal
kuantitas maupun kualitas.
5. PERSYARATAN LOKASI
a) Chlorella: salinitas 0-35 ppt dan yang optimal pada 10-20 ppt, kisaran suhu
optimal 25-30 derajat C dan maksimum pada 40 derajat C.
b) Tetraselmis: salinitas 15-36 ppt dan kisaran suhu 15-35 derajat C.
c) Dunaliella: salinitas optimum 18-22 % NaCl, untuk produksi carotenoid >
27% NaCl, dan masih bertahan pada 31% NaCl; suhu optimal 20-40 derajat
C, pH optimal 9 dan bertahan pada pH 11.
d) Diatomae: suhu optimal 21-28 derajat C dan intensitas cahaya 1000 luks.
e) Spirulina: pH optimal 7,2-9,5 dan maksimal 11; suhu optimal 25-35 derajat C;
tahan kadar garam tinggi, yaitu sampai dengan 85 gram /liter.
f) Brachionus: suhu optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi adalah 22-30
derajat C; salinitas optimal 10-35 ppt, yang betina dapat tahan sampai 98
ppt; kisaran pH antara 5-10 dengan pH optimal 7,5-8.
g) Artemia: kisaran suhu 25-30 derajat C dan untuk Artemia kering -273-100
derajat C; kadar garam optimal 30-50 ppt, untuk menghasilkan kista: 100
permil; kandungan O2 optimal adalah >3 mg/liter dengan kisaran 1 mg/liter
sampai tingkat kejenuhannya 100 %; pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar
amonia yang baik < 80 mg/liter.
h) Kutu Air: suhu optimal 22-31 derajat C, dan pH optimal 6,6-7,4.
i) Cacing Tubifex: cacing tubifex menyukai perairan yang berlumpur dan
banyak mengandung bahan organik.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Bibit
a) Tahapan dalam kultur Phytoplankton sebelum dibudidayakan :
1. Koleksi
Bertujuan untuk mendapatkan satu/beberapa jenis phytoplankton dari
alam untuk dikultur secara murni. Koleksi diperoleh dari alam dengan
menggunakan plankton net dan dijaga tetap hidup sampai di laboratorium.
2. Isolasi
Dapat dilakukan dengan cara: (1) Metode Isolasi secara Biologis, dengan
menggunakan pengaruh sifat phototaksis organisme yang akan diisolasi;
(2) Metode Isolasi Pengenceran Berseri, digunakan bila jumlah jenis
organisme banyak dan ada spesies dominan, memindahkan sampel ke
dalam beberapa tabung reaksi yang dikondisikan untuk pertumbuhan
yang akan diisolasi; (3) Metode Isolasi pengulangan Sub Kultur, hampir
sama dengan Metode Isolasi Pengenceran Berseri, tapi jumlah dan jenis
organisme yang terkumpul sedikit; (4) Metode Isolasi Pipet Kapiler,
dimana sampel 10-15 tetes diteteskan di tengah cawan petri, dan
sekelilingnya ditetesi 6-8 tetes medium; dan (5) Metode Isolasi Goresan,
untuk mengisolasi phytoplankton tunggal dengan menggunakan media
agar-agar.
b) Infusoria
1. Bibit diambil dari alam menggunakan pipet panjang dan berujung halus,
selanjutnya diperiksa di mikroskop.
2. Penangkaran bibit dapat menggunakan media air rebusan 70 gram jerami
dalam air suling selama 15 menit. Setelah dingin, disaring dan diencerkan
sampai volumenya 1,5 liter.
3. Media yang dapat digunakan selain jerami adalah kacang panjang,
kacang hijau, dan daun selada.
4. Ambil 10 ml medium dan diencerkan dalam cawan petri yang ditutup kain
sutra dan disimpan di tempat gelap pada suhu 28 derajat C selama 1-2
minggu.
c) Brachionus
1. Bibit diambil dari alam.
2. Air medium yang digunakan adalah air rebusan kotoran kuda/pupuk
kandang lainnya, yaitu 800 ml kotoran kering dalam 1 liter air selama 1
jam. Setelah dingin, disaring dan diencerkan dengan air hujan yang telah
direbus dengan perbandingan 1 : 2.
3. Air medium dimasukkan dalam botol 1 galon dan ditulari bibit Protozoa
dan ganggang renik sebagai makanan Brachionus selama 7 hari. 1-2
minggu kemudian Brachionus akan tumbuh.
4. Cara lain adalah menularkan bibit ke dalam medium air hijau yang berisi
phytoplankton.
d) Kutu Air
1. Bibit dapat diperoleh dari panti pembenihan udang/ikan, Balai Budidaya
Air Tawar milik pemerintah.
2. Penangkaran bibit dari alam dilakukan dengan cara memberi pupuk pada
media dengan pupuk kandang 1-2 kali seminggu sebanyak 0,2 kg/m2.
e) Artemia
1. Bibit dapat berasal dari telur kering yang sudah dikalengkan. Dalam hal ini
dapat berhubungan dengan Dinas Perikanan Daerah setempat, Direktorat
Jendral Perikanan Jakarta, atau Balai Budidaya Air Payau Jepara (Jawa
Tengah). Di Jakarta sudah ada badan usaha yang melayani kebutuhan
telur Artemia, yaitu PT. Ulam Dedana, Jl. Hayam Wuruk no. 4-PX, telepon
352922-357563.
2. Penetasan telur Artemia dilakukan di wadah bening dengan dasar
berbentuk kerucut, dengan ukuran 3-75 liter. Wadah dapat dibuat sendiri
dari kantong plastik 3-5 liter, yang dilapisi dengan kertas plastik kaca dan
disetrika untuk melekatkannya.
3. Air media diperoleh dari pengenceran air laut (30 permil) sampai kadar
garamnya 5 permil dan ditambahi NaHCO3 2 gram/liter agar pH-nya 8-9.
4. Atau air tiruan (kadar garam 5 permil) yang dapat dibuat dari beberapa
bahan kimia, yaitu :
- Garam dapur NaCl = 5 gram
- Magnesium sulfat MgSO4 = 1,3 gram
- Magnesium klorida MgCl2 = 1 gram
- Kalsium klorida CaCl2 = 0,3 gram
- Kalium klorida KCl = 0,2 gram
- Natrium hidrokarbonat NaHCO3 = 2 gram
- Air tawar = dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NAHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah
sebelum digunakan.
5. Telur-telur yang akan ditetaskan direndam dalam air tawar selama 1 jam,
kemudian disaring dengan kain saringan 125 mikron, sambil disemprot air,
dan ditiriskan.
6. Kondisi yang mendukung penetasan telur, yaitu : suhu 25-30 derajat C,
kadar O2 > 2 mg/liter ,penyinaran dengan lampu neon dengan kekuatan
cahaya 1000 luks (60 watt 2 buah sejauh 20 cm dari dinding wadah).
7. Telur menetas menjadi nauplius setelah 24-36 jam, dan harus ditangkap
paling lambat 24 jam sejak menetas. Anak Artemia disedot dengan slang
plastik kecil dan ditampung dengan saringan 125 mikron, kemudian dicuci.
f) Jentik-jentik Nyamuk
1. Telur nyamuk dapat diperoleh dengan menggunakan wadah berdiameter
30 cm dan diisi air leri sedalam 10-30 cm dan diletakkan di tempat yang
banyak nyamuknya. Wadah diberi atap setinggi 10 cm.
2. 2-3 hari kemudian akan terbentuk selaput tipis di permukaan. Telur-telur
yang dilepaskan induk akan saling menempel sampai panjangnya 0,5-1,5
cm.
3. Telur diambil dengan lidi yang salah satu sisinya diratakan.
g) Cacing Tubifex
Bibit diambil dari perairan alam.
h) Ulat Hongkong
Bibit untuk pertama kali dapat diperoleh dari pedagang burung ocehan.
Selanjutnya bibit dapat diambil dari tempat penangkaran sebelum berubah
jadi kepompong.
6.2. Bahan-Bahan Untuk Pakan Buatan
1) Bahan Hewani
a) Tepung Ikan
Bahan baku tepung ikan adalah jenis ikan rucah (tidak bernilai ekonomis)
yang berkadar lemak rendah dan sisa-sisa hasil pengolahan. Ikan
difermentasikan menjadi bekasem untuk meningkatkan bau khas yang
dapat merangsang nafsu makan ikan. Lama penyimpanan < 11-12 bulan,
bila lebih dapat ditumbuhi cendawan atau bakteri, serta dapat
menurunkan kandungan lisin yang merupakan asam amino essensial
yang paling essensial sampai 8%. Kandungan gizi: protein=22,65%;
lemak=15,38%; Abu=26,65%; Serat=1,80%; Air=10,72%; Nilai ubah=1,5–
3. Cara pembuatannya:
1. Ikan direbus sampai masak, diwadahi karung, lalu diperas.
2. Air perasan ditampung untuk dibuat petis/diambil minyaknya.
3. Ampasnya dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
b) Tepung Rebon dan Benawa
Rebon adalah sejenis udang kecil yang merupakan bahan baku
pembuatan terasi. Benawa adalah anak kepiting laut. Rebon dan Benawa
muncul pada awal musim hujan di sekitar muara sungai, mengerumuni
benda yang terapung. Cara pembuatan: (1) Bahan direbus sampai masak,
diwadahi karung, lalu diperas; (2) Ampasnya dikeringkan dan digiling
menjadi tepung. Kandungan gizi: Protein: Udang rebon=59,4% (udang
rebon), 23,38% (benawa); Lemak =3,6% (Udang rebon), 25,33%
(Benawa); Karbohidrat 3,2% (Udang rebon), 0,06% (benawa);
Abu=11,41% (Benawa); Serat=11,82% (Benawa); Air=21,6% (Udang
rebon); 5,43% Benawa ,Nilai ubah: Benawa=4–6
c) Tepung Kepala Udang
1. Bahan yang digunakan adalah kepala udang, limbah pada proses
pengolahan udang untuk ekspor.
2. Cara pembuatannya: (1) Bahan direbus, dijemur sampai kering dan
digiling; (2) Tepung diayak untuk membuang bagian-bagian yang kasar
dan banyak mengandung kitin.
3. Kandungan gizinya: Protein= 53,74%; Lemak= 6,65%; Karbohidrat=
0%; Abu= 7,72%; Serat kasar= 14,61%; Air= 17,28%.
d) Tepung Anak Ayam
1. Bahan: anak ayam jantan dari perusahaan pembibitan ayam petelur.
2. Cara pembuatan:
- Anak-anak ayam dimatikan secara masal, bulu-bulunya dibakar
dengan lampu semprot. Kemudian direbus sampai kaku (setengah
masak).
- Diangin-anginkan sampai kering dan digiling beberapa kali sampai
halus. Hasil gilingan yang masih basah disebut pastadan dapat
langsung digunakan.
- Pasta dapat dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
3. Kandungan gizinya: Protein=61,65%, Lemak=27,30%, Abu=2,34%,
Air=8,80%, Nilai ubah=5–8. Juga mengandung hormon, enzim, vitamin,
dan mineral yang dapat merangsang nafsu makan dan pertumbuhan.
e) Tepung Kepompong Ulat Sutra
1. Bahan: kepompong ulat sutra yang merupakan limbah industri
pemintalan benang sutra alam.
2. Kandungan gizinya: Protein= 46,74%, Lemak= 29,75%, Abu= 4,86%,
Serat= 8,89%, Air= 9,76%, Nilai ubah= 1,8.
f) Ampas Minyak Hati Ikan
1. Bahan: amapas hati ikan yang telah diperas minyaknya.
2. Cara pembuatannya: (1) digunakan sebagai pasta, karena kandungan
lemaknya tinggi, sehingga sukar dikeringkan. (2) Digiling halus sampai
bentuknya seperti pellet.
3. Kandungan gizinya: Protein= 25,08%, lemak= 56,75%, Abu= 6,60%,
Air=12,06%, Nilai ubah= 8.
g) Tepung Darah
1. Bahan: darah, limbah dari rumah pemotongan ternak.
2. Cara pembuatanny: darah beku yang masih mentah dimasak dan
dikeringkan, kemudian digiling menjadi tepung.
3. Kandungan gizinya: Protein= 71,45%, Lemak= 0,42%,Karbohidrat=
13,12%, Abu= 5,45%, Serat= 7,95%, Air= 5,19.
Proteinnya sukar dicerna, sehingga penggunaannya untuk ikan < 3% dan
untuk udang < 5%.
h) Silase Ikan
1. Bahan: ikan rucah dan limbah pengolahan.
2. Silase adalah hasil olahan cair dari bahan baku asal ikan/limbahnya.
3. Cara pembuatan: (1) Bahan dicuci, dicincang kecil-kecil, kemudian
digiling. Hasil gilingan direndam dalam larutan asam formiat 3% 24 jan,
kemudian diperas. (2) Air perasan ditampung dan lapisan minyak yang
mengapung di lapisan atas disingkirkan. (3) Cairan yang bebas minyak
dicampur dengan ampas dan ditambah asam propionat 1%, untuk
mencegah tumbuhnya bakteri/cendawan dan menambah daya awet ± 3
bulan dengan pH ± 4,5. (4) Bahan diperam selama 4 hari dan diaduk 3-
4 kali sehari. (5) Bahan cair yang bersifat asam dapat dicampur dengan
dedak, ketela pohon/tepung jagung dengan perbandingan 1:1,
dikeringkan dan digunakan untuk campuran dalam ramuan makanan.
4. Kandungan gizinya: Protein=18-20%, Lemak=1-2%, Abu=4-6%, Air=70-
75%, Kapur=1-3%, Fosfor=0,3-0,9%.
i) Arang Bulu Ayam dan Tepung Tulang
1. Bahan: arang bulu ayam, tulang ternak.
2. Cara pembuatan: Tulang dipotong sepanjang 5-10 cm, direbus selama
2-4 jam dengan suhu 100 derajat C, kemudian dihancurkan hingga
menjadi serpihan-serpihan sepanjang 1-3 cm. Serpihan tulang
direndam dalam air kapur 10% selama 4-5 minggu dan dicuci dengan
air tawar. Pemisahan selatin dengan jalan pemanasan 3 tahap, yaitu
pada suhu 60 derajat C selama 4 jam, suhu 70 derajat C selama 4 jam,
dan 100 derajat C selama 5 jam. Pemrosesan selatin. Tulang
dikeringkan pada suhu 100 derajat C, sampai kadar airnya tinggal 5%
dan digiling hingga menjadi tepung. Pengemasan dan penyimpanan.
3. Kandungan gizinya: Protein=25,54%, Lemak=3,80%, Abu=61,60%,
Serat=1,80%, Air=5,52%.
j) Tepung Bekicot
1. Bahan: daging bekicot mentah dan daging bekicot rebus.
2. Cara pembuatan: Daging bekicot dikeringkan lalu digiling. Untuk
campuran makanan sebesar 5-15%.
3. Kandungan gizi: Protein=54,29%, Lemak=4,18%, Karbohidrat=30,45%,
Abu=4,07%, Kapur=8,3%, Fosfor=20,3%, Air=7,01.
k) Tepung Cacing Tanah
1. Dapat menggantikan tepung ikan, dapat diternak secara masal.
2. Jumlah penggunaan dalam ramuan 10-25%.
3. Cara pembuatan: Cacing dikeringkan lalu digiling.
4. Kandungan proteinnya 72% dan mudah diserap dinding usus.
l) Tepung Artemia
1. Dapat menggantikan tepung ikan/kepala udang.
2. Kandungan protein (asam amino essensial) untuk burayak 42% dan
dewasa 60%, sedangkan asam lemak tak jenuh untuk burayak 20%
dan dewasa 10%. Daya cernanya tinggi.
m)Telur Ayam dan Itik
1. Bahan: telur mentah atau telur rbus.
2. Penggunaan: Telur mentah langsung dikopyok dan dicampur dengan
bahan lain. Telur rebus, diambil kuningnya, dihaluskan dan dilarutkan
sampai membentuk emulsi atau suspensi.
3. Kandungan gizinya: Protein=12,8%, Lemak=11,5%, Karbohidrat=0,7%,
Air=74%.
n) Susu
1. Bahan: tepung susu tak berlemak (skim).
2. Kandungan gizi: Protein=35,6% Lemak=1,0% Karbohidrat=52,0%,
Air=3,5%
2) Bahan Nabati
a) Dedak
Bahan dedak padi ada 2, yaitu dedak halus (katul) dan dedak kasar.
Dedak yang paling baik adalah dedak halus yang didapat dari proses
penyosohan beras, dengan kandungan gizi: Protein=11,35%,
Lemak=12,15%, Karbohidrat=28,62%, Abu=10,5%, Serat kasar=24,46%,
Air=10,15%, Nilai ubah= 8.
b) Dedak Gandum
Bahan: hasil samping perusahaan tepung terigu. Tepung yang paling baik
untuk pakan ikan adalah “wheat pollard” dengan kandungan gizi:
Protein=11,99%, Lemak=1,48%, Karbohidrat=64,75%, Abu=0,64%, Serat
kasar=3,75%, Air=17,35%, Nilai ubah=2-3.
c) Jagung
Terdapat 2 jenis, yaitu: (1) Jagung kuning, mengandung protein dan
energi tinggi, daya lekatnya rendah; (2) Jagung putih, mengandung
protein dan enrgi rendah, daya lekatnya tinggi. Sukar dicerna ikan,
sehingga jarang digunakan.
d) Cantel/Sorgum
Berwarna merah, putih, kecoklatan. Warna putih lebih banyak digunakan.
Mempunyai zat tanin yang dapat menghambat pertumbuhan, sehingga
harus ditambah metionin/penyosohan yang lebih baik. Kandungan gizi:
Protein=13,0%, Lemak=2,05%, Karbohidrat=47,85%, Abu=12,6%, Serat
kasar= 13,5%, Air=10,64%, Nilai ubah2-5.
e) Tepung Terigu
Berasal dari biji gandum, berfungsi sebagai bahan perekat dengan
kandungan gizi: Protein=8,9%; Lemak=1,3%; Karbohidrat=77,3%;
Abu=0,06%; Air=13,25%.
f) Tepung Kedele
Keuntungan: mengandung lisin asam amino essensial yang paling
essensial dan aroma makanan lebih sedap, penggunaannya ± 10%.
Kekurangan: mengandung zat yang dapat menghambat enzim tripsin,
dapat dikendalikan dengan cara memasak. Kandungan gizi: Protein:
39,6%, Lemak=14,3%, Karbohidrat=29,5%, Abu=5,4%, Serat=2,8%,
Air=8,4%, Nilai ubah=3-5.
g) Tepung Ampas Tahu
Kandungan gizinya: Protein=23,55%, Lemak=5,54%,
Karbohidrat=26,92%, Abu=17,03%, Serat kasar=16,53%, Air=10,43%.
h) Tepung Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah adalah ampas pembuatan minyak kacang.
Kelemahannya: dapat menyebabkan penyakit kurang vitamin, dengan
gejala sirip tidak normal dan dapat dicegah dengan membatasi
penggunaannya. Kandungan gizi: Protein=47,9%, Lemak=10,9%,
Karbohidrat =25,0%, Abu=4,8%, Serat kasar=3,6%, Air=7,8%, Nilai
ubah=2,7-4.
i) Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah ampas dari proses pembuatan minyak kelapa.
Sebagai bahan ramuan dapat dipakai sampai 20%. Kandungan gizi:
Protein=17,09%, Lemak=9,44%, Karbohidrat=23,77%, Abu=5,92%, Serat
kasar=30,4%, Air=13,35%.
j) Biji Kapuk/Randu
Bahan: bungkil kapuk yang telah diambil minyaknya. Kelemahannya:
Mengandung zat siklo-propenoid yang bersifat racun bius.
Penggunaannya < 5%. Kandungan gizinya: Protein=27,4%, Lemak=5,6%,
Karbohidrat=18,6%, Abu=7,3%, Serat kasa=25,3%, Air=6,1 %.
k) Biji Kapas
Bahan: bungkil dari pembuatan minyak. Kelemahannya: mengandung zat
gosipol yang bersifat sebagai racun, yaitu merusak hati dan
perdarahan/pembengkakan jaringan tubuh. Untuk penggunaannya haru
sdimasak dulu. Kandungan gizi: Protein=19,4%, Lemak=19,5%, Asam
lemak linoleat=47,8%, Asam lemak palmitat=23,4%, Asam lemak
oleat=22,9%.
l) Tepung Daun Turi
Kelemahannya: mengandung senyawa beracun : asam biru (HCN), lusein,
dan alkoloid-alkoloid lainnya. Kandungan gizinya: Protein=27,54%,
Lemak=4,73%, Karbohidrat=21,30%, Abu=20,45%, Serat kasar=14,01%,
Air=11,97 %.
m)Tepung Daun Lamtoro
Kelemahannya: mengandung mimosin, dalam pemakaiannya < 5% saja.
Kandungan gizinya: Protein=36,82%, Lemak=5,4%, Karbohidrat=16,08%,
Abu=1,31%, Serat kasar=18,14%, Air=8,8%.
n) Tepung Daun Ketela Pohon
Kelemahannya: racun HCN/asam biru. Kandungan gizi: Protein=34,21%,
Lemak=4,6%, Karbohidrat=14,69%, Air=0,12.
o) Isi Perut Besar Hewan Memamah biak
Bahan: dari rumah pemotongan ternak. Cara pembuatan: dikeringkan,
digiling sampai menjadi tepung. Kandungan gizinya: Protein=8,39%,
Lemak=5,54%, Karbohidrat=33,51%, Abu=17,32%, Serat kasar=20,34%,
Air=14,9%, Nilai ubah=2.
3) Bahan Tambahan
a) Vitamin dan Mineral
1. Cara memperoleh: dari toko penjual makanan ayam (poultry shop) yang
sudah dikemas dalam bentuk premiks (premix).
2. Premix tersebut mengandung vitamin, mineral, dan asam-asam amino
tertentu.
3. Contoh-contoh merek dagang:
- Top mix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B kompleks), 2
asam amino essensial (metionin dan lisin) dan 6 mineral (Mn, Fe, J,
Zn, Co dan Cu), serta antioksidan (BHT)
- Rhodiamix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B
kompleks), asam amino essensia metionin, dan 8 mineral (Mg, Fe,
Mo, Ca, J, Zn, Co dan Cu), serta antioksidan.
- Mineral B12: mengandung tepung tulang, CaCO3, FeSO4, MnSO4,
KI, CuSO4, dan ZnCO3, serta vitamin B12 (sianokobalamin).
- Merek lain: Aquamix, Rajamix U, Pfizer Premix A, Pfizer Premix B.
Penggunaannya :
4. Untuk ikan 1-2% dan untuk udang 10-15%.
b) Garam Dapur (NaCl)
1. Fungsi: sebagai bahan pelezat (gurih), mencegah terjadinya proses
pencucian zat-zat lain yang terdapat dalam ramuan makanan ikan.
2. Penggunaannya cukup 2%.
c) Bahan Perekat
1. Contoh bahan perekat: agar-agar, gelatin, tepung terigu, tepung sagu,
dll. Yang paling baik adalah tepung kanji dan tapioka.
2. Penggunaannya cukup 10%.
d) Antioksidan
1. Bahan: fenol, vitamin E, vitamin C, etoksikulin (1,2dihydro-6-etoksi-
2,2,4 trimethyquinoline), BHT (butylated hydroxytoluena), dan BHA
(butylated hydroxyanisole).
2. Penggunaannya: etoksikulin 150 ppm, BHT dan BHA 200 ppm.
e) Ragi dan Ampas Bir
1. Ragi adalah sejenis cendawan yang dapat merubah karbohidrat
menjadi alkohol dan CO2.
2. Macam ragi: ragi tape, ragi roti, dan bir.
3. Kandungan gizi: Protein=59,2%, Lemak=0, Karbohidrat=38,93%,
Abu=4,95%, Serat kasar=0, Air=6,12%.
4. Ampas bir merupakan limbah pengolahan bir.
5. Kandungan gizinya: Protein=25,9%, Serat kasar=15%
6. Penggunaannya: ampas bir basah 3-6% dan kering 10%.
6.3. Penyiapan Peralatan
1) Pakan Alami
a) Chlorella
1. Alat-alat yang akan digunakan dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas
dengan larutan klorin 150 ppm.
2. Dalam wadah 1 galon:
- Menggunakan stoples atau botol “carboys”, slang aerasi, dan batu
aerasi.
- Botol diisi medium ± 3 liter, untuk Chlorella air laut menggunakan
medium dengan kadar garam 15 permil, dan untuk Chlorella
menggunakan air tawar. Air medium disaring dengan kain saringan
15 mikron.
- Disterilkan dengan cara mendidihkan, klorinasi, atau penyinaran
dengan lampu ultraviolet.
- Pemupukan dengan menggunakan ramuan Allen-Miguel, yang terdiri
dari 2 larutan, yaitu: (1) Larutan A, terdiri dari 20 gram KNO3 dalam
100 ml air suling; (2) Larutan B, terdiri dari: 4 gram Na2HPO4.12H2O;
2 gram CaCl2.6H2O; 2 gram FeCl3; dan 2 ml HCl; semuanya
dilarutkan dalam 80 ml air suling.
- Setiap 1liter medium, menggunakan 2 ml larutan A dan 1 ml larutan
B.
3. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton
- Wadah dicuci dan dibebashamakan. Air untuk medium harus
disaring. Medium dipupuk dengan jenis dan takaran: 100 mg/liter
pupuk 21-0-0, Urea sebanyak 10-15 mg/liter dan pupuk 16-20-0
sebanyak 10-15 mg/l
- Untuk pertumbuhan dalam wadah besar (1ton) cukup menggunakan
urea dengan takaran 50 gram/m3.
b) Tetraselmis
1. Dalam wadah 1liter
- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu
aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150
ml/ton.
- Wadah diisi air medium dengan kadar garam 28 permil yang telah
disaring dengan saringan 15 mikron. Kemudian disterilkan dengan
cara direbus, diklorin 60 ppm dan dinetralkan dengan 20 ppm
Na2S2O3, atau disinari lampu ultraviolet.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Natrium nitrat – NaNO3 = 84 mg/l
2. Natrium dihidrofosfat-NaH2PO4 = 10 mg/l atau
Natrium fosfat-Na3PO4 = 27,6 mg/l atau
Kalsium fosfat-Ca3(PO4)2 = 11,2 mg/l
3. Besi klorida – FeCl3 = 2,9 mg/l
4. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 10 mg/l
5. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 9,2 mg/l
6. Biotin = 1 mikrogram/l
7. Vitamin B12 = 1mikrogram/l
8. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
9. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
10Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
11Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
12Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter)
- Dapat menggunakan botol “carboys” atau stoples.
- Persiapan sama dengan dalam wadah 1 liter.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/l
2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l
3. Agrimin = 1 mg/l
4. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
5. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l
6. Vitamin B1 = 0,005 mg/l
7. Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter dapat menggunakan akuarium, dan untuk 1 ton
menggunakan bak dari kayu, bak semen, atau bak fiberglass.
- Persiapan lain sama.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/liter
2. Pupuk 16-20-0 = 5 mg/liter
3. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 5 mg/liter atau
Kalium dihidrofosfat-K2H2PO4 = 5 mg/liter
4. Agrimin = 1 mg/liter
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/liter
- Untuk wadah 1 ton dapat hanya menggunakan urea 60-100 mg/liter
dan TSP 20-50 mg/liter.
c) Dunaliella
Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar
garam 18-22 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/liter, kemudian
diaerasi dan dibiarkan sebentar.
d) Diatomae
1. Dalam wadah 1liter
- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu
aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150
ml/ton.
- Wadah diisi air medium yang telah disaring dengan saringan 15
mikron sampai 300-500 ml, dan berkadar garam 28-35 untuk
Diatomae laut dan air tawar untuk Diatomae tawar. Kemudian
disterilkan dengan cara direbus, diklorin, atau disinari lampu
ultraviolet.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:
a)Larutan A= KNO3 20,2 gram + Air suling 100 ml
b)Larutan B= Na2HPO4 2,0 gram + Air suling 100 ml
c)Larutan C= Na2SiO3 1,0 gram + Air suling 100
d)Larutan D= FeCl3) 1,0 gram + Air suling 20 ml
- Setiap 1 liter medium diberi larutan A, B, C, sebanyak 1 ml dan
larutan D 4 tetes. Kemudian diaerasi dengan batu aerasi dan sumber
udara dapat berasal dari mesin blower, kompressor atau aerator.
- Pupuk lain yang dapat ditambahkan:
1. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid)=10 mg/l
2. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 0,2 mg/l
3. Biotin = 1,0 mg/l
4. Vitamin B12 = 1,0 mg/l
5. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
6. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
7. Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
8. Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
9. Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter)
- Wadah dicuci dan diisi air medium.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:
1. Urea = 100 mg/l
2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l
3. Na2SiO3 = 2 mg/l
4. Agrimin = 1 mg/l
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
6. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l
7. Vitamin B1 = 0,005 mg/l
8. Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton.
- Wadah dicuci dan diisi air medium.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/l
2. K2HPO4 atau KH2PO4 = 5 mg/l
3. Na2SiO3 = 2 mg/l
4. Agrimin = 1 mg/l
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
6. 16-20-0 = 5 mg/l
e) Spirulina
Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar
garam 15-20 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/l, kemudian
diaerasi dan dibiarkan sebentar.
f) Brachionus
1. Dengan Pemupukan
- Wadah yang digunakan berukuran 1-10 ton atau 10-100 ton yang
telah dicuci dan dibilas dengan larutan klorin 150 ml/ton. Wadah diisi
air melalui kain saringan halus.
- Pemupukan menggunakan kotoran sapi kering 20 mg/l, pupuk urea
dan TSP masing–masing 2 mg/l, kemudian didiamkan 4-5 hari,
sampai tumbuh jasad-jasad renik makanan Brachionus, yaitu jenis
Diatomae, seperti Cyclotella, Melosira, Asterionella, Nitzschia, dan
Amphora. Tumbuhnya Diatomae ditandai dengan warna coklat
perang.
2. Dengan Pemberian Makanan
- Wadah yang digunakan berukuran 1 ton, yang terbuat dari papan
kayu yang dilapisi lembaran plastik, bahan semen, atau fiberglass,
yang dicuci biasa. Wadah diisi air medium, tergantung jenis
Brachionus. Wadah diletakkan di luar ruangan, di bawah atap
bening.
- Pemupukan menggunakan 100 mg/l urea, 20 mg/l TSP, dan 2 mg/l
FeCl3, untuk menumbuhkan algae planktonik (Chlorella dan
Tetraselmis). Medium diudarai untuk meratakan pupuk dan algae. (bersambung ke jilid II)
(Sambungan dari Pakan ikan Jilid I)
g) Artemia
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak berbentuk empat
persegi panjang dengan sudut tegak lurus, menyerong, atau
melengkung. Ukurannya 300 liter, 2 ton, 5 ton, dsb.
2. Di tengah bak dipasang penyekat terbuat dari papan/lembaran plastik
dengan arah membujur sejajar dengan sisi bak yang panjang. Jarak
antara ujung penyekat tengah dengan sisi bak yang pendek 2/3 kali
jarak antara penyekat tengah dengan sisi bak yang panjang, dan jarak
sisi bawah dengan dasar bak 2-5 cm.
3. Dalam bak dipasang “air water lift (AWL)” yang terbuat dari pipa-pipa
PVC untuk menimbulkan putaran.
- Kedalaman 20 cm, diameter pipa AWL= 25 mm
- Kedalaman 40 cm, diameter pipa AWL= 40 mm
- Kedalaman 75 cm, diameter pipa AWL= 50 mm
- Kedalaman 100 cm, diameter pipa AWL= 60 mm
4. Pipa AWL dipotong miring 30-45 derajat pada ujung bawahnya dan
dipasang menyentuh dasar bak. Pipa AWL diikat pada kedua belah sisi
penyekat tengah dan ujung -ujung bagian atasnya dibuat menyerong
30-45 derajat. Jarak antara AWL 25-40 cm dengan arah berlawanan.
5. Slang plastik berdiameter 6 mm dimasukkan pada AWL untuk saluran
udara, yang dihubungkan dengan tabung pembagi udara terbuat dari
pipa PVC berdiameter 5 cm dan diikat pada atas penyekat tengah.
6. Tabung dihubungkan dengan pipa udara yang mengalirkan udara dari
mesin penghembus udara (Blower).
7. Air untuk pemeliharaan adalah air laut (kadar garam 30-35 permil) atau
air tiruan (kadar garam 30 permil) yang dapat dibuat dari beberapa
bahan kimia, yaitu:
- Garam dapur (NaCl) = 31,08 gram
- Magnesium sifat (MgSO4) = 7,74 gram
- Magnesium klorida (MgCl2) = 6,09 gram
- Kalsium klorida (CaCl2) = 1,53 gram
- Kalium klorida (KCl) = 0,97 gram
- Natrium hidrokarbonat (NaHCO3) = 2 gram
- Air tawar dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NaHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah
sebelum digunakan.
8. Penyaringan air dilakukan untuk mengurangi timbunan kotoran.
Penyaringan air dilakukan dengan kotak keping penyaring berbentuk
kotak persegi empat yang terbagi 2 bagian, yaitu bagian pertama untuk
pemasukan air dan bagian kedua untuk pengendapan. Ukuran kotak
10% dari bak dan terbuat dari kayu yang dicat dengan epoxy. Alat ini
dibersihkan 2 hari sekali.
h) Infusoria
1. Penangkaran dapat dilakukan secara berurutan dalam wadah 1 liter, 1
galon, 200 liter, dan 1 ton. Untuk wadah 1 liter dan 1 galon,
menggunakan air rebusan jerami sebagi medium, dan untuk wadah
yang lebih besar menggunakan air mentah.
2. Air mentah dimasukkan dalam wadah 200 liter dan 1 ton (tergantung
jenis Ciliatanya) dan ditambah potongan-potongan jerami atau rumput
kering, daun selada, atau kulit pisang kering, kemudian air diaerasi.
i) Kutu Air
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak dengan ukuran 1
ton (1 m3). Bak diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari
langsung.
2. Wadah diisi air tawar sampai 60 cm dan diudarai dengan batu 1-2
aerasi per 2,5 m2.
3. Pemupukan menggunakan kotoran ayam kering yang dilarutkan dalam
air samapi konsentrasinya 10% dan bungkil kelapa yang ditumbuk
halus dan diayak dengan saringan 500 mikron.
4. Pemupukan pertama menggunakan kotoran ayam 1000 ml/ton dan
bubuk bungkil kelapa 200 gram/ton yang dicampur dan dimasukkan
dalam kantong yang diperas di atas bak pemeliharaan, sehingga air
perasan langsung jatuh ke bak.
5. Pemupukan kedua dilakukan 4 hari kemudian, dan pemupukan ketiga
dilakukan bila perlu.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Wadah penetasan yang juga merupakan wadah pemeliharaan dapat
berupa pengaron, ember plastik, atau wadah bukan logam yang
lainnya. Air medium menggunakan air leri atau air biasa.
2. Setelah telur cukup, wadah dimasukkan dalam kandan yang diberi
dinding kelambu.
k) Cacing Tubifex
1. Lahan dibuat dengan bentuk mirip kolam dengan luas 10×10 cm atau
lebih, dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air.
2. Dasar kolam dibuat petakan-petakan (blok) lumpur, berjarak 20 cm,
setinggi 10 cm dengan luas 1×2 m dan dasarnya dilapisi papan kayu
atau dibentuk cetakan.
3. Pemupukan menggunakan dedak halus (200-250 gram/m2) atau
kotoran ayam yang telah dibersihkan dan dihaluskan sebanyak 300
gram/m2. Pupuk ditebar di lahan dan direndam air 5 cm selama 4 hari
bila menggunakan dedak dan 3 hari bila menggunakan kotoran ayam.
l) Ulat Hongkong
1. Pemeliharaan skala kecil dapat menggunakan beberapa kotak
kayu/tripleks berukuran 40×40x20 cm yang dilapisi selotip/isolasi pada
bagian bibirnya, atau ember plastik, baki, atau waskom.
2. Bagian atas tempat pemeliharaan dibiarkan terbuka untuk
memudahkan panen. Kemudian wadah ditempatkan pada rak dan
diletakkan dalam ruang gelap dan tidak kena sinar matahari.
3. Medium pemeliharaan yang berupa campuran dedak halus dan ampas
tahu kering atau tepung jagung yang dicampur tepung tulang dan
tepung ikan yang telah disaring/diayak, ditebar pada dasar wadah
setebal 2-3 cm.
2) Pakan Buatan
Alat-alat yang diperlukan :
a) Alat Penggiling dan Pengayak
b) Alat Penimbang dan Penakar
c) Alat Pengaduk dan Pencampur
d) Alat Pemasak
e) Alat Pengering
f) Alat Penyimpan
6.4. Pemeliharaan Pakan Alami
a) Chlorella
1. Dalam wadah 1 galon :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, sampai airnya
berwarna agak kehijau-hijauan. Bibit yang masuk disaring dengan
saringan 15 mikron.
- Wadah disimpan di dalam ruang laboratorium di bawah penyinaran
lampu neon, dan air diudarai terus-menerus.
- Setelah ± 5 hari, Chlorella sudah tumbuh dengan kepadatan sekitar 10
juta sel/ml. Airnya berwarna hijau segar.
- Hasil penumbuhan ini digunakan sebagai bibit pada penumbuhan
dalam wadah yang lebih besar.
2. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton :
- Untuk wadah 60 liter membutuhkan 1 galon bibit dan untuk wadah 1 ton
membutuhkan 5 galon bibit.
- Selain dipupuk, dapat dilepaskan ikan mujair besar 4-5 ekor/m2 yang
diberi makan pelet secukupnya, bertujuan sebagai penghasil pupuk
organik dari kotorannya.
- Wadah disimpan dalam ruangan yang kena sinar matahari langsung.
- Setelah 5 hari pertumbuhan terjadi dan pada puncaknya dapat
mencapai kepadatan 5 juta sel/ml.
- Secara berkala medium perlu dipupuk susulan, penambahan air baru,
dan pemberian obat pemberantas hama.
b) Tetraselmis
1. Dalam wadah 1liter :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 100.000
sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam
ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
- Bibit dari penumbuhan dalam wadah 1 liter, ditebar dalam medium yang
telah diberi pupuk, untuk setiap galon membutuhkan bibit 100 ml,
hingga kepadatan mencapai 100.000 sel/ml.
- Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-AC, di bawah lampu neon, dan
airnya diudarai terus-menerus.
- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton
100 liter.
- Dalam waktu 4-5 hari mencapai puncak perkembangan dengan
kepadatan 2-4 juta sel/ml.
- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk
penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat
digunakan sebagai pakan.
c) Dunaliella
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup
mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah pupuk tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/3 bagian.
Wadah ditutup kapas atau stirofoam yang telah diberi slang untuk
mencegah kontaminasi.
3. Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada
wadah yang lebih besar.
d) Diatomae
1. Dalam wadah 1liter :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 70.000
sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam
ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
- Setelah 3-4 hari telah berkembang dengan kepadatan 6-7 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
- Bibit ditebar sebanyak 100 ml. Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-
AC, di bawah lampu neon, dan airnya diudarai terus-menerus.
- Setelah 2 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-6 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton
100 liter.
- Dalam wadah 200 ml, waktu 2 hari mencapai puncak perkembangan
dengan kepadatan 2-4 juta sel/ml, sedangkan wadah 1 liter, dalam 3
hari mencapai 2-3 juta sel/ml.
- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk
penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat
digunakan sebagai pakan.
e) Spirulina
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup
mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/5-1/10 bagian.
Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada
wadah yang lebih besar.
f) Brachionus
Dengan Pemupukan: Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan,
sebanyak 10 ekor/ml. 5-7 hari kemudian, Brachionus berkembang dengan
kepadatan sekitar 100 ekor/l dan dapat digunakan sebagai pakan ikan.
Dengan Pemberian Pakan:
1. Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan, sebanyak 10
ekor/ml. Wadah setiap hari pagi diaduk sebagai ganti pengudaraan.
2. Pemberian makanan berupa algae dapat diganti dengan ragi roti
sebanyak 1-2 gram berat basah per 1 juta ekor per hari pada suhu 25
derajat C atau 2-3 gram pada suhu lebih dari 25 derajat C. Takaran untuk
ragi kering adalah 1/3-1/2 takaran berat basah
3. Apabila campuran algae tidak bisa diberikan terus-menerus, maka 1-2 jam
sebelum panen harus diberi makanan algae secukupnya.
- Ragi laut (Rhodotorula) dapat juga diberikan sebagai makanan
Brachionus. Ragi laut dapat diperoleh dari saluran pembuangan
pembenihan ikan dan udang laut.
- Ragi laut dapat ditumbuhkan dengan memupuknya dengan 10 g gula, 1
g (NH4)2SO4, dan 0,1 g KH2PO4 atau K2HPO4 untuk setiap 1 liter air
laut, dan ditambah HCl untuk mencapai pH 4. Dalam wadah 500-1000
liter, kepadatannya 100 juta sel/ml.
- Brachionus yang diberi makan ragi laut mencapai kepadatan 80-120
ekor/ml dalam masa pemeliharaan 25 hari.
g) Artemia
1. Makanan utama Artemia adalah katul padi (dedak halus) yang berukuran
< 50 mikron. Makanan lainnya : tepung terigu, tepung beras, ragi roti, ragi
bir, ragi laut, dedak gamdum, tepung kedele, dan tepung ganggang.
2. Dedak dilarutkan sebanyak 50-150 gram/l air garam (150 gram dalam 1
liter air), kemudian diblender dan disaring dengan kain saring halus 50
mikron. Larutan dedak diwadahi kantong plastik berdasar kerucut dan
diberi slang plastik yang dilengkapi kran untuk pemberian pakan.
3. Jumlah pemberian pakan ditentukan berdasarkan kekeruhan medium,
Artemia dewasa (>2 minggu) kekeruhannya 20-25 cm, dan Artemia
berumur < 2 minggu kekeruhannya 15-20 cm.
Usaha Pembesaran
1. Benih berupa burayak tingkat nauplius instar I yang masih belum perlu
makan dengan padat penebaran 1000-3000 ekor/l yang dilakukan pada
senja hari.
2. Pemberian makan untuk umur 1-5 hari, ditandai dengan kekeruhan 15-20
cm dan untuk umur > 6 hari 20-25 cm.
3. Alat penyaring air mulai dipasang dengan mata saringan yang berangsurangsur
diperbesar sesuai umur Artemia, yaitu 200, 250, 350, dan 450
mikron.
4. Kadar O2, pH, dan suhu air diamati secara rutin. Aerasi ditambah bila O2 <
2 mg/l dan pH < 7,5. Air medium ditambah 2 g/l NaHCO3 bila pH turun.
Bak pemeliharaan ditutup plastik pada malam hari untuk mencegah
fluktuasi suhu. Suhu yang baik adalah 25-30 derajat C. Kotoran yang
mengendap pada dasar bak harus selalu disedot.
Produksi Nauplius
1. Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
2. Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak
secara ovovivipar (melahirkan nauplius), yaitu kadar garam 40-50 permil,
suhu 25-30 derajat C, kadar O2 4 mg/l, dan pH 7,5-8,5.
3. Umur 3 minggu Artemia mulai kawin dan setiap 4-5 hari sekali akan
beranak dengan jumlah 100-300 ekor. Umur induk dapat mencapai 6
bulan.
Produksi Telur
- Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
- Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak
secara ovipar (bertelur), yaitu peningkatan kadar garam dan penurunan
kadar O2 .
- Setelah Artemia dewasa kadar garam dinaikkan sampai 90 permil dengan
cara menambah larutan garam pekat secara berangsur-angsur tiap hari.
- Setelah berumur 4 minggu, ditambah EDTA sampai kadarnya 25 mg/l
dalam waktu 1 minggu.
- Minggu ke-5, kadar O2 diturunkan dengan cara memutuskan aerasi tiap 1
jam selama 10 menit. 1-2 minggu kemudian induk Artemia mulai
mengandung telur.
h) Infusoria
1. Penebaran bibit Ciliata dilakukan setelah makanan tumbuh, yaitu ±1
minggu setelah persiapan wadah.
2. Ciliata dapat berkembang biak dalam waktu seminggu, ditandai dengan
warna air medium yang berubah jadi keputih-putihan.
3. Apabila medium budidaya berbau busuk, dilakukan pergantian air secara
bertahap dengan menggunakan slang air.
i) Kutu Air
1. Pemasukan biibt dilakukan 18-24 jam sesudah pemupukan awal dengan
padat penebaran 30 ekor/l.
2. Perkembangannya akan mencapai puncak dalam waktu 7-10 hari dengan
kepadatan 3000-5000 ekor/l.
3. Makanan kutu air terdiri dari tumbuhan renik dan detritus.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Makanan diberikan secara berkala yang terdiri dari ragi, kotoran kelinci
dan susu bubuk, atau detritus kering yang berasal dari alam.
2. Dinding wadah yang ditumbuhi bakteri/lendir harus dibersihkan.
k) Cacing Tubifex
Penebaran bibit dilakukan dalam lubang-lubang kecil di atas bedengan
(petakan /blok) yang berjarak 10-15 cm dengan jumlah 10 ekor /lubang.
Masa pemeliharaan cacing sekitar 10 hari.
l) Ulat Hongkong
1. Pemberian pakan tambahan berupa buah-buahan dan sayuran yang
masih segar.
2. Pembersihan tempat dilakukan bila media hidup berubah warna jadi agak
hitam. Caranya dengan menyaring/mengayak sel media dan ulatnya
dengan ukuran saringan tergantung ukuran ulat. Untuk membersihkan
kotoran yang agak besar dilakukan dengan menampi.
3. Dalam waktu 2 minggu, ulat berubah bentuk menjadi kepompong,
kemudian kumbang dan membutuhkan makanan lebih banyak.
4. Kumbang berwarna agak keputihan, kemudian berubah kehitam-hitaman.
Setelah 3 minggu kumbang bertelur sebanyak 1000 butir/ekor dan akan
menetas 5-6 hari kemudian. Umur induk hanya 1 bulan setelah bertelur.
5. Ulat yang menetas baru terlihat setelah 2 minggu. Pakan tambahan yang
diberikan, terutama sawi putih/sayuran lain yang banyak kandungan
airnya.
6.5. Pembuatan Pakan Buatan
Dalam menyusun ramuan untuk pakan buatan harus memperhatikan kadar zatzat
dari masing-masing bahan baku dan disesuaikan dengan kebutuhan.
a) Bentuk Larutan Emulsi
1. Sebutir telur itik direbus sampai masak, kemudian diambil kuningnya dan
dilarutkan dalam 200 ml air.
2. Sambil diaduk, tambahkan 40 g tepung kedele halus, 5 g sagu, dan
akhirnya 1 g vitamin.
3. Panaskan larutan sambil tetap diaduk, sampai diperoleh cairan kental
seperti lem yang encer. Larutan siap digunakan setelah dingin.
4. Masa simpan larutan 10 jam dan digunakan untuk makanan burayak ikan
yang berumur 3-20 hari.
b) Bentuk Larutan Suspensi
1. 20 g kedele direbus sampai masak, agar zat penghambat tumbuhnya
hilang, dihaluskan dan diberi air sedikit demi sedikit, kemudian disaring
dengan kain mori halus. Telur itik diberi perlakukan serupa dan yang
digunakan hanya bagian yang kuning.
2. Larutan sari kedele dan larutan sari kuning telur dicampur dan diaduk
merata.
3. Digunakan untuk makanan burayak.
c) Bentuk Roti Kukus
1. Telur itik dikopyok sampai lumat dan berbuih. Secara berangsur-angsur
ditambahkan tepung ikan, tepung terigu, dan tepung susu, sampil terus
diaduk dan diberi air sedikit demi sedikit.
2. Adonan dikukus sampai masak selama 30 menit. Roti yang sudah masak
didinginkan dengan kipas angin.
3. Vitamin B dan C dihaluskan, ditambah tetrasiklin yang telah dibuang
kapsulnya dan beberapa tetes vitamin A+D-pleks dan Kalsidol.
4. Roti kukus yang telah dingin, dibentuk menjadi gumpalan kecil-kecil,
kemudian dioleskan pada campuran vitamin dan antibiotik, sambil
diremas-remas sampai campuran merata. Roti dapat disimpan dalam
lemari es selama 3 hari.
5. Sebelum digunakan sebaiknya dibuat suspensi, yaitu dengan
melarutkannya dalam air melalui kain saringan halus yang ukurannya
disesuaikan dengan ukuran burayak yang akan diberi makan.
d) Bentuk Pellet
1. Bahan untuk membuat pelet ada 2 macam, yaitu berupa: tepung kering
dan gumpalan (pasta).
2. Bahan perekat dapat dicampur langsung dengan bahan lainnya saat
masih kering, atau disendirikan. Bila disendirikan, bahan tersebut diseduh
dulu dengan air mendidih sampai mengental seperti lem encer. Setelah itu
bahan perekat dicampur dengan bahan-bahan lainnya.
3. Pencampuran bahan dimulai dengan bahan yang jumlahnya sedikit dan
diakhiri dengan bahan yang jumlahnya paling banyak. Bahan yang berupa
pasta dicampurkan paling akhir. Bahan perekat yang dibuat adonan
tersendiri, dicampurkan paling akhir. Adonan yang masih kurang basah
dapat ditambah air sedikit demi sedikit.
4. Apabila bahan perekat dicampur langsung dengan bahan-bahan lainnya,
maka pembuatan adonan dilakukan dengan air panas sebanyak ± 1/4
berat bahan baku. Pengadukan dilakukan di atas api kecil, agar air tidak
cepat dingin.
5. Pengadukan adonan dilakukan sampai terjadi perubahan warna.
6. Adonan didinginkan di atas tampir. Apabila menggunakan ragi, maka
pencampurannya dilakukan setelah adonan dingin.
7. Bahan baku yang telah dingin dicetak dengan penggiling daging dan akan
diperoleh bentuk batangan-batangan. Batangan basah tersebut dipotongpotong
sepanjang 3 cm.
8. Pelet basah yang telah dipotong-potong dijemur sampai kadar airnya 10-
20%. Pengeringan dihentikan apabila pelet kering, keras dan mudah
patah.
e) Bentuk Remah dan Tepung
1. Keduanya berasal dari pellet yang sudah kering. Pellet digiling lagi dengan
penggiling kopi. Besar kecilnya ukuran butiran tergantung kendor
kencangnya setelan gigi-gigi penggilas alat penggiling.
2. Tepung kasar dan halus dipisahkan dengan ayakan.
- Untuk benih berumur 20-40 hari, mata saringnya 40-75 sampai 75-105
mikron.
- Untuk benih berumur 40-80 hari, mata saringnya > 105 mikron.
f) Bentuk Lembaran
1. Kuning telur ayam dikopyok sampai lumat, sambil berangsur-angsur
ditambah air 100 ml, kemudian ditambah 20 gram tepung terigu.
2. Adonan dipanaskan sambil terus diaduk sampai adonan mengental
menjadi emulsiarutan emulsi yang masih panas dan encer, dioleskan tipistipis
dan tipis-tipis di atas lempeng aluminium, kemudian dipanggang
sampai mengering dan akan mengelupas sendiri.
3. Lapisan yang telah mengelupas, dikumpulkan. Dalam keadaan demikian
mudah pecah-pecah menjadi kepingan-kepingan kecil.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama dan Penyakit Pakan Alami
a) Chlorella
1. Untuk mencegah berkembangnya hama dan pengganggu, medium
dibubuhi dengan larutan tembaga sulfat atau trusi (CuSO4) sebanyak 1,5
mg/l. Selain itu air baru yang akan ditambahkan harus disaring dengan
kain saringan 15 mikron.
2. Hama yang sering mengganggu adalah Brachionus, Copepoda, dll. Untuk
memberantas hama tersebut dalam wadah 60 liter atau 1 ton dapat
dilepas ikan mujair 4-5 ekor.
b) Kutu Air
1. Moina yang bergerombol di permukaan menunjukkan mutu medium
menurun.
2. Cendawan yang meningkat pada hari ke-3. Bila cendawan sudah banyak,
budidaya dihentikan dan bak dikeringkan.
3. Bila muncul Brachionus dan Ciliata, budidaya dihentikan dan kolam dicuci
dengan larutan klorin 100 ml/m3 dan dikeringkan.
c) Jentik-jentik nyamuk tari (Chironomus) dicegah dengan menutup bak dengan
kasa nyamuk.
d) Ulat Hongkong
Hama yang mengganggu, antara lain : semut, cecak, dan tikus. Pencegahan
dilakukan dengan mengolesi wadah dengan minyak mesin (Oli).
7.2. Gangguan pada pakan buatan
a) Bahan kimia yang sering mengotori bahan baku adalah obat-obatan
pemberantas hama pertanian, terutama pestisida organoklorin.
b) Kotoran-kotoran, seperti : limbah industri, kotoran dari mesin-mesin
pengolahan.
c) Bahan kimia beracun yang secara alami terdapat dalam bahan baku.
8. PANEN (Panen Pakan Alami)
a) Chlorella
Chlorella dipanen dari perairan masal 60 l/ 1 ton dan dapat langsung
diumpankan pada ikan.
b) Tetraselmis
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
c) Dunaliella
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
d) Diatomae
1. Pemanenan menggunakan alat penyaring pasir yang terbuat dari ember
plastik 60 l, yang bagian bawahnya dipasang pipa PVC (d = 5 cm) yang
berlubang-lubang kecil sebagai saluran pembuangan air.
2. Ember diisi kerikil yang berukuran 2-5 mm dan pasir (d = 0,2 mm,
koefisien keseragaman 1,80). Tinggi lapisan pasir ± 4/5 bagian dari jumlah
seluruh isi pasir dan kerikil, dan ± 8 cm diatas permukaan pasir dibuat
lubang perluapan.
3. Diatomae dari bak pemeliharaan dimasukkan ke dalam bak penyaring
pasir dengan pompa air dan akan tersaring oleh lapisan pasir.
4. Dari lubang pengurasan dipompakan air yang akan menembus lapisan
kerikil dan pasir dan meluapkan air beserta Diatomae melalui lubang
peluapan kemudian ditampung dalam sebuah wadah.
e) Brachionus
1. Panen Brachionus dilakukan pada waktu kepadatannya mencapai 100
ekor/ml dalam jangka waktu 5-7 hari atau 2 minggu kemudian dengan
kepadatan 500-700 ekor / ml.
2. Panen sebagian dapat dilakukan selama 45 hari, dimana 1-2 jam sebelum
penangkapan, air diaduk , kemudian didiamkan. Brachionus yang
berkumpul di permukaan diseser dengan kain nilon no 200 / kain plankton
60 mikron.
3. Panen total dilakukan dengan menyedot air dengan selang plastik dan
disisakan 1/3 bagian kemudian disaring dengan kain nilon 200 atau kain
plankton 60 mikron.
4. Hasil tangkapan dicuci bersih dan sudah dapat dimanfaatkan.
f) Artemia
1. Usaha Pembesaran
- Panen dilakukan pada umur 2 minggu dan ukuran Artemia mencapai 8
mm. Sebelum penangkapan, aerasi dihentikan selama 30 menit, lalu
Artemia yang naik ke permukaan diserok dengan seser kain halus.
- Artemia dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan dalam freezer.
2. Produksi Nauplius
Penangkapan dilakukan dengan memanfaatkan kotak keping penyaring
yang dilengkapi saringan 200 mikron pada ujung pipa peluapannya.
Nauplius diambil setelah yang terkumpul dalam jumlah banyak.
3. Produksi Telur
- Cara penangkapan sama dengan produksi nauplius
- Telur dicuci bersih dan direndam 1 jam dalam larutan garam 115
permil, dikeringkan selama 24 jam, 35-40 derajat C.
- Penyimpanan dilakukan di kantong plastik yang diisi gas N2/kaleng
hampa udara.
g) Infusoria
Infusoria dipanen dalam waktu 1 minggu, ditandai dengan perubahan warna
medium menjadi keputih-putihan.
h) Kutu Air
Pemanenan dilakukan dengan menghentikan aerasi, penyedotan dan
penyaringan medium dengan saringan ukuran 200-250 mikron dan 800-1500
mikron untuk memisahkan dari jentik-jentik nyamuk.
i) Cacing Tubifex
1. Panen dilakukan setelah 10 hari dengan cara memungutnya dengan
tangan beserta lumpurnya, kemudian dicuci.
2. Panen total dilakukan apabila kondisi tanah dan medium tidak dapat
menyediakan makanan lagi.
j) Ulat Hongkong
Pemanenan dilakukan jika larva ulat berumur 2 bulan dan berukuran 1,5-2
cm. Caranya dengan menggunakan alat penyaring/ayakan dengan agak
besar.
9. PASCAPANEN (Pakan Alami)
a) Hasil panen phytoplankton dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan
dalam bentuk basah/kering, setelah dikonsentratkan dengan plankton net,
plate separate, atau centrifuge.
b) Penyimpanan stok murni phytoplankton dilakukan dalam media cair/agar dan
disimpan dalam lemari pendingin dengan masa simpan 1 bulan.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Adanya kecenderungan peningkatan permintaan produksi perikanan
mendorong berkembangnya usaha-usaha perikanan budidaya di Indonesia. Hal
ini berarti kebutuhan benih semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan
benih tersebut, telah diterapkan teknologi manipulasi pembenihan. Kebutuhan
pakannya pun dipenuhi dari luar dengan maksud agar jumlah dan kualitas
benih yang dihasilkannya bisa maksimal.
Selama ini jenis pakan yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut adalah
pakan buatan. Akan tetapi, sebagai pakan benih ikan, jenis pakan buatan
mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen
penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga para pembenih ikan cenderung
lebih menyukai pakan alami. Kebutuhan ini sulit terpenuhi, karena belum ada
pengusaha yang menanamkan modalnya secara khusus dalam produksi pakan
ikan alami.
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Pakan ikan alami yang digunakan sebagai makanan benih ikan/udang,
sebagian besar dibuat sendiri dalam satu unit pembenihan. Hal ini dirasa
kurang praktis dan tidak ekonomis, sehingga masih terbuka kesempatan yang
sangat luas untuk membuka usaha produksi ikan alami. Untuk sementara
waktu, sasaran utama produksi pakan ikan alami adalah para mahasiswa,
peneliti, atau perusahaan pembenihan udang. Tetapi dalam jangka panjang
usaha ini memiliki prospek ekonomi yang baik.
11. DAFTAR PUSTAKA
a) Anonimuos. 1993 Skeletonema Bebas Parasit. Dalam Techner. Volume 07.
Tahun II.
b) Anonimous. 1994. Ulat Hongkong untuk Ikan Hias. Techner. Volume 15.
Tahun III.
c) Djariah, A.B. 1995. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius. Jakarta.
d) Isnansetya, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit
Kanisius.
e) Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Editor : Kemal Prihatman
Senin, 13 Oktober 2008
faktor - faktor yang dapat mempengaruhi nilai FCR pada udang
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai FCR adalah sebagai berikut :
1. Kualitas Larva Udang
Sarhpai saat ini masih belum ada teknologi yang benar-benar tepat untuk melihat standarisasi kualitas larva yang berkualitas prima. Pengamatan secara fisik belum dapat memberikan jaminan kualitas larva yang baik. Larva udang yang dihasilkan dari penetasan dengan perlakuan suhu yang tinggi serta penggunaan obat obatan tampaknya sehat, namun setelah benur ditebar di tambak ternyata kematian sering terjadi. Larva yang selama pemeliharaannya terlalu banyak mendapatkan obat-obatan, beberapa organnya dapat menjadi rusak, sehingga penggunaan pakan menjadi tidak efisien. Dengan demikian agar pakan dapat diserap dengan baik dan efisien, larva yang kita tebar harus benar-benar mempunyai kualitas yang baik.
2. Kualitas Makanan
Kualitas makanan memegang peranan yang penting dalam usaha memperbaiki nilai FCR. Begitu banyak produsen pakan udang dengan merk yang beraneka ragam yang tidak kita ketahui kualitasnya secara tepat. Produsen pakan udang harus menggunakan laboratorium pengujian mutu hasil pakannya untuk menguji semua bahan mentah yang digunakan, sehingga pakan yang dihasilkan adalah pakan dengan kualitas superior yang dapat membantu petani untuk mendapatkan nilai FCR yang baik. Petani sebaiknya juga memutuskan dengan tepat jenis pakan yang akan digunakan, yang telah diuji coba dengan hasil yang baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para petani tambak dalam pemilihan pakan udang dengan kualitas yang baik adalah :
- Produk berasal dari perusahaan yang baik yang mempunyai dukungan penelitian dan pengembangan yang kuat.
- Pakan yang digunakan telah diuji coba sendiri oleh petani dengan hasil FCR yang baik, pertumbuhan yang baik dan hasil panen yang konstan.
- Mempunyai daya tarik dan bau yang menarik bagi udang.
- Mempunyai kestabilan yang baik dalam air.
- Pakan dalam kemasan yang baik.
Kualitas makanan mudah rusak apabila tidak ditempatkan secara benar, serangga dan tikus pun dapat menjadi penyebab hilangnya sebagian makanan. Di bawah ini beberapa petunjuk untuk menyimpan makanan yang baik untuk menjaga kualitas makanan :
- Makanan harus disimpan pada tempat yang kering dan pada area yang cukup ventilasinya. Apabila ruangan basah, makanan akan cepat busuk. Tempat penyimpanan sebaiknya dingin, perlu ventilasi yang cukup untuk menjaga suhu dalam zat pakan.
- Makanan disusun ke atas dan dibatasi kayu pemisah dengan jumlah tidak lebih dari 5 zak, agar terjadi sirkulasi udara yang cukup di antara zak-zak makanan sehingga kelembaban dan suhu dalam keadaan normal.
- Makanan tidak boleh diletakkan langsung di lantai atau menempel dinding ruangan. Permukaan tembok biasanya lebih dingin daripada sekitarnya. Oleh karena itu bagian dari zak makanan yang bersinggungan langsung dengan lantai akan menjadi lembab, sehingga mengundang jamur untuk tumbuh subur.
- Makanan tidak boleh disimpan pada tempat yang terkena langsung sinar matahari, karena akan mengakibatkan perubahan suhu dalam makanan. Sinar matahari juga mempengaruhi kualitas kandungan vitamin dan lemak dalam makanan.
- Makanan tidak boleh disimpan lebih dari 3 bulan sejak dari proses pembuatannya. Kualitas vitamin dan lemak akan rusak dalam penyimpanan yang terlalu lama. Idealnya, makanan dibeli, dikirim dan diberikan ke udang atau melalui pengaturan pembelian setiap bulan.
- Makanan yang busuk atau sudah terlalu lama, tidak boleh digunakan kembali. Kerugian dari akibat pemberian makanan yang busuk lebih besar daripada pembuangan makanan tersebut. Pemberian label pada zak pakan mengenai kandungan nutrisinya akan memudahkan petani tambak untuk membandingkan nilai nutrisi dengan makanan lain. Pemberian label nutrisi pada pakan biasanya dengan kriteria kandungan protein minimum, lemak minimum, serat kasar maksimum, abu maksimum, kalsium dan phospor. Makanan Udang merupakan bahan makanan yang mudah rusak sehingga sangat penting untuk mencantumkan tanggal pembuatan makanan.
3. Pengaturan Pemberian Makanan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pemberian pakan harus sesuai dengan biomass udang yang berada di dalam tambak. Walaupun demikian, keadaan kesehatan udang, umur dan keadaan lingkungan tambak juga mempunyai pengaruh langsung terhadap konsumsi pakan. Salah satu metode yang telah biasa digunakan oleh petani udang untuk melihatjumlah makanan yang dikonsumsi udang adalah dengan penggunaan ancho. Agar lebih jelas lagi mengenai metode pengangkatan ancho ini dapat dilihat pada Tabel 10.
Dengan hanya mengamati pertumbuhan udang, petani udang dapat mengatur pemberian pakan secara benar. Petunjuk mengenai pengaturan pemberian pakan berdasarkan berat badan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 10. Jumlah Makanan Pada Ancho dan Waktu Kontrol
Berat badan udang (gram) | Jumlah makanan pada Ancho (% pakan) | Waktu terkontrol (jam) |
2 – 3 3 – 5 5 – 10 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 - 40 | 2,4 2,4 2,7 3,0 3,3 3,6 3,9 4,1 | 2,5 2,5 2,5 2,0 2,0 – 1,5 1,5 1,0 1,0 |
Tahmmasart, 1991
TABEL 11. PERBANDINGAN PEMBERIAN MAKANAN BERDASARKAN BERAT BADAN
Berat bahan hidup (BBH) | (Gram) makanan (% BBH/hari) |
2 – 3 3 – 5 5 – 10 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 | 8,0 – 7,0 7,0 – 5,5 5,5 – 4,5 4,5 – 3,8 3,8 – 3,2 3,2 – 2,9 2,9 – 2,5 2,5 – 2,3 2,3 – 2,1 |
Tahmmasart, 1991
Untuk mengetahui kenaikan pemberian pakan per hari, dapat dihitung dengan menggunakan rumus A dan B di bawah ini :
Rumus A :
ADG = BW 1 – BW 2
1
BW 1 = Rata-rata berat badan pada saat ini (gram)
BW 2 = Rata-rata berat badan pada waktu yang lalu (gram)
t = Jarak waktu antara BW 1 dan BW 2 (hari)
Rumus B :
F1 = ADG x BM x FR
100
Fl = Kenaikan pemberian pakan pada hari itu (hari)
ADG = Rata-rata kenaikan berat badan/hari (gram/hari)
BM = Rata-rata berat badan (gram) x jumlah yang hidup
FR = Feeding rate/perbandingan pemberian makan pada berat badan saat itu (%).
4. Pengaturan Air dan Aerasi
Pengaturan air dan aerasi yang baik merupakan salah satu factor untuk memperbaiki nilai FCR. Kondisi tambak yang lingkungannya kurang baik, di mana pergantian air kurang baik, kondisi tambak yang buruk, oksigen terlarut yang rendah akan merupakan faktor penyebab stres yang cukup berat bagi udang. Udang haurs menggunakan energinya untuk mengatasi stres tersebut sehingga akibatnya pertumbuhan yang buruk dan FCR-nya juga buruk. Selain pengaturan air dan aerasi yang baik, untuk mendapatkan nilai FCR yang baik juga diperlukan pemilihan lokasi dan perencanaan lahan yang baik.
5. Predator dan Kompetitor
Persiapan tambak yang kurang baik dapat mengakibatkan nilai FCR yang tinggi, karena pada lahan tambak yangjeiek akan banyak terdapat predator (hewan pemangsa) dan kompetitor (hewan pesaing). Petani tambak harus benar-benar mempersiapkan tambaknya dengan proses pengeringan yang sempurna, pemasangan saringan yang sesuai dengan baik sebelum pengisian tambak, dan bila perlu menghilangkan predator dan kompetitor sebelum penebaran dilakukan.
sumber :